ArticlePDF Available

REKONSILIASI OBAT SEBAGAI STRATEGI UNTUK MENCEGAH KESALAHAN PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X” JAKARTA PERIODE JULI-DESEMBER 2017

Authors:

Abstract

Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang secara integral tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang berfokus pada patient safetyyang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui berapa banyak jumlah kejadian kesalahan pemberian obat di rumah sakit, serta mengetahui golongan obat apa saja yang sering menyebabkan kesalahan pemberian obat dan seberapa efektif rekonsiliasi yang dilakukan oleh apoteker dalam mencegah terjadinya medication error. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif yang dianalisa secara deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis pasien.Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, mulai dari bulan Juni- Agustus 2018 di salah satu rumah sakit di Jakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit x daerah Jakarta periode Juli-Desember 2017, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah : Jumlah kejadian medication error yang paling tinggi sebanyak 68 kasus dengan persentase (37,78%). Golongan obat yang sering menyebabkan kesalahan pemberian obat yang paling tinggi yaitu golongan antibiotika sebanyak 90 (42,45%). Efektivitas rekonsiliasi dalam mencegah terjadinya medication error dilihat dari kategori status rekomendasi yang paling tinggi yaitu status sudah mengalami DRP’s sebelumnya sebanyak 98 kasus (54,44%).
Corresponding author: Iyan Hardiana
Email: iyanhardiana@stikesbuleleng.ac.id
Received: 14 Juli 2023. Revised: 29 Juli 2023. Published: 31 Juli 2023
29
Jurnal Farmasi Kryonaut
Volume 2 No. 2 Juli 2023
e-ISSN: 2828-1624
https://doi.org/10.59969/jfk
Abstract
Pharmaceutical service standards in hospitals are an integral part of the health care system in hospitals,
which focuses on patient safety aimed at improving the quality of life of patients. The purpose of this study
is to find out how many occurrences of drug administration errors in hospitals, as well as find out what drug
classes often cause drug administration errors and how effective reconciliation is carried out by pharmacists
in preventing medication errors. This study used a retrospective method that was analyzed descriptively.
Data collection is done by taking data from the patient's medical record. This study was conducted for 3
months, starting from June to August 2018 at one of the hospitals in Jakarta. Based on research conducted
at Hospital x Jakarta area for the period July-December 2017, the conclusion of this study is: The highest
number of medication error events was 68 cases with a percentage (37.78%). The class of drugs that often
cause the highest drug administration errors is the antibiotic class as much as 90 (42.45%). The effectiveness
of reconciliation in preventing medication error can be seen from the highest recommended status category,
namely the status of having experienced DRP's previously as many as 98 cases (54.44%).
Keywords:
Monitoring of drug therapy, unwanted drug reactions, drug reconciliation
Abstrak
Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang secara integral tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang berfokus pada
patient safety
yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui berapa banyak jumlah kejadian kesalahan
pemberian obat di rumah sakit, serta mengetahui golongan obat apa saja yang sering menyebabkan
kesalahan pemberian obat dan seberapa efektif rekonsiliasi yang dilakukan oleh apoteker dalam mencegah
terjadinya
medication error
. Penelitian ini menggunakan metode retrospektif yang dianalisa secara deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis pasien.Penelitian ini dilakukan
selama 3 bulan, mulai dari bulan Juni- Agustus 2018 di salah satu rumah sakit di Jakarta. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit x daerah Jakarta periode Juli-Desember 2017, maka
kesimpulan dari penelitian ini adalah : Jumlah kejadian
medication error
yang paling tinggi sebanyak 68
kasus dengan persentase (37,78%). Golongan obat yang sering menyebabkan kesalahan pemberian obat
yang paling tinggi yaitu golongan antibiotika sebanyak 90 (42,45%). Efektivitas rekonsiliasi dalam mencegah
terjadinya
medication error
dilihat dari kategori status rekomendasi yang paling tinggi yaitu status sudah
mengalami DRP’s sebelumnya sebanyak 98 kasus (54,44%).
Kata Kunci: Pemantauan terapi obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki, rekonsiliasi obat
GAMBARAN REKONSILIASI OBAT PADA PASIEN RAWAT INAP
RUMAH SAKIT “X” JAKARTA PERIODE JULI-DESEMBER 2017
Nha Raisya Maharani Dewi1, Jerry1, Taufani Tasmin1, Iyan Hardiana2*,
Boy Yunaidy2, Silvia Anggraeni2
1Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal
Jl. Raya Al-Kamal No. 2, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk Jakarta Barat
2Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Buleleng
Jl. Raya Air Sanih, Km.11 Bungkulan, Singaraja - Bali 81172
*Email Koresponding: iyanhardiana@stikesbuleleng.ac.id
30
Jurnal Farmasi Kryonaut
Volume 2 No. 2 Juli 2023
e-ISSN: 2828-1624
https://doi.org/10.59969/jfk
PENDAHULUAN
Standar pelayanan kefarmasian di rumah
sakit merupakan bagian yang secara integral
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit, yang berfokus pada
patient safety
yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup pasien, untuk dapat
merealisasikan hal tersebut, apoteker harus
mampu memberikan pelayanan kefarmasian
secara komprehensif termasuk pelayanan
farmasi klinik agar dapat memastikan bahwa
obat yang diterima oleh pasien memenuhi
prinsip penggunaan obat rasional, sehingga
tujuan akhir pengobatan dapat tercapai, salah
satu kegiatan dalam pelayanan farmasi klinik
yang diselenggarakan di rumah sakit yaitu
pemantauan terapi obat yang bertujuan untuk
memastikan bahwa obat yang diterima oleh
pasien aman dan efektif (1).
Salah satu masalah yang sering terjadi di
rumah sakit terkait pemberian obat adalah
kesalahan pemberian obat, hal ini bisa terjadi
baik di unit farmasi maupun di unit
keperawatan. Kesalahan pemberian obat dapat
berakibat fatal dan juga secara tidak langsung
akan meningkatkan biaya pengobatan pasien.
Salah satu upaya untuk mencegah kesalahan
pemberian obat yaitu dengan melakukan
rekonsiliasi obat. Rekonsiliasi obat adalah
proses membandingkan instruksi pengobatan
dengan obat yang didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan pemberian obat(medication
error)seperti obat tidak diberikan,duplikasi
obat, kesalahan dosis dan interaksi obat.
Kesalahan obat(medicationerror) rentan terjadi
pada saat perpindahan pasien dari satu rumah
sakit kerumahsakit lain, atau antar ruang
perawatan di dalam rumah sakit (3).
Sejumlah sistem rekonsiliasi pengobatan
telah diuji. Sistem ini berhubungan dengan
pengobatan baru, penghapusan obat yang
tidak tepat dan penambahan dosis obat sesuai
dengan ketentuan suatu rumah sakit. Sebuah
tinjauan sistematis menemukan bahwa sistem
ini mengurangi kasus kesalahan peresepan
obat, serta potensi kesalahan dan kejadian
terkait obat terlarang yang diresepkan (5).
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui pengaruh rekonsiliasi obat yang
dilakukan oleh farmasi sebagai strategi untuk
mencegah terjadinya kesalahan pemberian
obat.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode
retrospektif yang dianalisa secara deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan
mengambil data dari rekam medis pasien.
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, mulai
dari bulan Juni-Agustus 2018. Penelitian ini
dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien yang mengalami DRP yang
terdokumentasi dalam periode Juli-Desember
2017. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh
pasien yang mengalami DRP terkait rekonsiliasi
obat yang terdokumentasi dalam periode Juli-
Desember 2017.
Kriteria Inklusi
a. Pasien rawat inap yang mengalami
kesalahan pemberian obat di rumah sakit x
Jakarta periode Juli-Desember 2017
b. Rekam medik terbaca jelas (8).
Kriteria Eksklusi
a. Pasien rawat inap VIP
b. Rekam medik pasien dengan status
meninggal
c. Rekam medik tidak terbaca jelas/rusak
Analisa Data
Analisis data dari penelitian ini adalah dengan
menghitung persentase rekonsiliasi obat yang
terjadi dan penggolongan obat berdasarkan
DRP yang terjadi. Dengan cara
mendeskriptifkan data secara retrospektif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian terhadap evaluasi
penggunaan obat berdasarkan DRP yang
terkait rekonsiliasi obat seperti (duplikasi terapi,
dosis obat, kesalahan peresepan, kesalahan
penyiapan obat, interaksi obat dan obat tidak
diberikan) di Rumah Sakit X di Jakarta Selatan
periode Juli-Desember 2017 diperoleh pasien
yang terkait rekonsiliasi obat sebanyak180
pasien.
31
Jurnal Farmasi Kryonaut
Volume 2 No. 2 Juli 2023
e-ISSN: 2828-1624
https://doi.org/10.59969/jfk
Karakteristik pasien berdasarkan jenis
Umur
Tabel 1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur
Umur
Jumlah
Persentase
0 - 17
60
33,33 %
18-55
74
41,11 %
56 - 90
46
25,56 %
Berdasarkan tabel di atas karakteritsik
pasien berdasarkan umur didapat jumlah paling
banyak yaitu kategori dengan rentang umur 18-
55 tahun sebanyak 74 pasien dengan
persentase (41,11%), kemudian kategori
dengan rentang umur 0-17 sebanyak 60 pasien
selanjutnya kategori dengan rentang umur 56-
90 sebanyak 46 pasien dengan persentase
25,56%, dan karakteristik berdasarkan jumlah
pasien selama 6 bulan paling banyak terdapat
di bulan Juli sebanyak 34 pasien.
Karakteristik pasien berdasarkan jenis
kelamin
Tabel 2 Karakteritik Pasien Berdasarkan Jenis
Kelamin
Jenis
Kelamin
Jumlah
Laki-Laki
83
Perempuan
97
Berdasarkan tabel dan karakteristik pasien
berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak
terkait rekonsiliasi obat yaitu perempuan
sebanyak 97 dengan persentase 53,89% dan
laki-laki sebanyak 83 dengan persentase
46,11%.
Distribusi penggunaan obat berdasarkan
5 tertinggi
Tabel 3 Distribusi penggunaan obat
berdasarkan 5 besar tertinggi
Nama
Generik
Jumlah
Ceftriaxone
28
Meropenem
12
Ciprofloxacin
10
Cefixime
8
Levofloxacin
8
Berdasarkan tabel pengobatan berdasarkan
nama generik obat yang paling banyak dalam
proses rekonsiliasi obat di instalasi rawat inap
rumah sakit x Jakarta didapat 90 item obat dan
jumlah terbanyak yaitu penggunaan obat
ceftriakson sebanyak 28 item obat dengan
persentase 13,21%.
Distribusi pengobatan berdasarkan
golongan obat
Tabel 4 Distribusi Pengobatan Berdasarkan
Golongan Obat
Golongan Obat
Jumlah
Analgesik
8
Ansiolitik
2
Anti Angina
1
Anti Jamur
2
Antiasma
9
Antibiotik
90
Antidiabetes
3
Antidotes &
Detoxify Agents
4
Antiemetik
14
Antihipertensi
9
Antihistamin &
Antialergi
5
Antipsikotik
1
Antivertigo
3
Antivirus
2
Dieuretik
1
Herbal
1
Multivitamin
9
NSAID’S
32
Antitusif
4
Obat Dislipidemia
4
Obat Saluran
Kemih
1
Anti Kanker
1
Trombolitik
5
Vasokontriktor
1
Berdasarkan tabel distribusi pengobatan
berdasarkan golongan obat didapat 24 item
golongan dan jumlah yang paling banyak
ditemukan dalam proses rekonsiliasi obat
adalah antibiotika sebanyak 90 item(42,45%).
Dengan jenis obat ceftriakson.
32
Jurnal Farmasi Kryonaut
Volume 2 No. 2 Juli 2023
e-ISSN: 2828-1624
https://doi.org/10.59969/jfk
Kategori DRP’s berdasarkan kategori
PCNE
Tabel 5 Kategori DRP's Berdasarkan Kategori
PCNE V6.2
Kategori DRP’s
N
%
P1. Pemilihan Obat
62
34,44%
P2. Pemilihan Bentuk Sediaan
1
0,56%
P3. Pemilihan Dosis
68
37,78%
P4. Penentuan Lama Pengobatan
21
11,67%
P5. Proses Penggunaan Obat
7
3,89%
P6. Logistik Kefarmasian
13
7,22%
P7. Pasien
2
1,11%
P8. Lain-Lain
6
3,33%
Berdasarkan tabel Kategori DRP's Berdasarkan
Kategori PCNE V6.2, didapat PCNE terbagi
menjadi 8 kategori DRP’s dan jumlah yang
paling tinggi yaitu kategori P3. Pemilihan dosis
sebanyak 68 kasus dengan persentase
37,78%.Jika pada pembahasan sebelumnya
dihubungkan dengan jenis obat dan golongan
obat maka yang dimaksud tentang kategori P3.
Pemilihan dosis adalah menyangkut jenis obat
ceftriakson dengan golongan obat antibiotik
yang membuat pasien mengalami DRP’s yang
terkait pemilihan dosis.
Hasil Intervensi
Tabel 6 Hasil Intervensi
Hasil
Intervensi
Jumlah
Diterima
130
Ditolak
50
Berdasarkan tabel 7 hasil intervensi yang
dilakukan oleh apoteker terkait proses
rekonsiliasi untuk menilai seberapa efektif
rekonsiliasi dapat mencegah kesalahan
pemberian obat. Maka dilihat dari hasil
intervensi yang diterima dokter/perawat. Tabel
diatas menunjukan bahwa intervensi yang
paling tinggi adalah kategori diterima sebanyak
130 pasien dengan persentase 72,22%. Ini
menandakan bahwa rekonsiliasi sangat efektif
untuk mencegah kesalahan pemberian obat.
Status Rekomendasi
Tabel 7 Status Rekomendasi
Status
Jumlah
Belum Terjadi
82
Sudah Terjadi
98
Berdasarkan tabel Efektivitas rekonsiliasi yang
dilakukan oleh apoteker sudah baik atau belum
dapat dilihat dari hasil kategori status
rekomendasi. Hasil nya didapat bahwa kategori
yang paling tinggi adalah status rekomendasi
yang sudah terjadi / sudah mengalami DRP’s
sebelumnya sebanyak 98 kasus dengan
persentase54,44%. Maka rekonsiliasi
yang dilakukan oleh apoteker dinilai kurang
efektif dalam melakukan rekonsiliasi obat,
karena status rekomendasi yang didapat bahwa
hasilnya lebih banyak pasien yang sudah terjadi
DRP’s dan pasien baru direkonsiliasi pada saat
sudah terjadi nya DRP’s. Hasil ini juga
menunjukan bahwa apoteker kurang tanggap,
atau kurang stand by dalam melakukan
rekonsiliasi
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengetahui gambaran rekonsiliasi obat yang
dilakukan oleh farmasi sebagai strategi untuk
mencegah terjadinya kesalahan pemberian
obat.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Hasil yang didapat adalah status rekomendasi
kategori sudah terjadi yang lebih banyak terjadi
sebanyak 98 kasus (54,44%). Ini menandakan
bahwa apoteker dalam menjalankan
rekonsiliasi obat kurang efektif.
Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar
menggunakan keseluruhan PCNE tidak hanya
rekonsiliasi obat dan untuk instansi terkait
seharusnya apoteker harus melakukan
rekonsiliasi pada saat sebelum terjadi nya
DRP’s. Maka dari itu dinilai bahwa apoteker
yang kurang tanggap atau jarang nya apoteker
yang
stand by
dan rekonsiliasi obat dinilai benar
dapat mengurangi kesalahan pemberian obat /
medication error serta dapat dijadikan sebuah
strategi untuk mengurangi terjadinya DRP’s.
DAFTAR PUSTAKA
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No 72 Th. 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Peratur Menteri Kesehatan NO 72
33
Jurnal Farmasi Kryonaut
Volume 2 No. 2 Juli 2023
e-ISSN: 2828-1624
https://doi.org/10.59969/jfk
TAHUN 2016. 2016;4.
2. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik. Pedoman Pemantauan Terapi
Obat. 2009;119.
3. Peraturan Direktur Rumah Sakit, Nomor
271/Dir-SK/XII/2016,Kebijakan
Rekonsiliasi Obat Rumah Sakit.
Tangerang.
4. Hery purwanto. Kesalahan pemberian
obat kepada pasien masih tinggi.
Republika 2015. Jakarta
5. Isra Al- Rashoud, Maha Al-
Ammari.Medication discrepancies
identified during medication reconciliation
among medical patients at a tertiary care
hospital. Jordan [NCBI 2017 ]
6. Hammour K.A., Farha R.A., Basheti I.
Hospital pharmacy medication
reconciliation practice in Jordan:
perceptions and barriers. J. Eval. Clin.
Pract. 2016 [PubMed]
7. Artemisia, S.D., Setiawan, M.W., dan
Setiowati, Y., 2006, Kajian Drug Related
Problems pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 dengan Hipertensi di Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya
(Abstrak), 2007 Diakses pada tanggal 6
november 2017
8. Departemen Kesehatan RI. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI: 2009.
9. Departemen Kesehatan RI. Undang-
Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI: 2009.
10. World Health Organisations 2016.
Medications Error. [ Bagian 2: paragraf 3
] Diakses pada tanggal 15 desember
11. National Coordinating Council for
Medication Error Reporting and
Prevention.What is a medication error?
New York, NY: National Coordinating
Council forMedication Error Reporting and
Prevention; 2015.
(http://www.nccmerp.org/about-
medication-errors, accessed 19
September 2016).
12. Herlambang, susatyo. 2016. Manajemen
Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit.Yogyakarta : Gosyen Publishing.
13. Desselle.P. Shane, David.P. Zgarrick.
Edisi Kedua. Manajemen farmasi. Edisi 2.
14. National coordinating council for
medication error reporting and
preventive. ISMP medication Errors
Reporting Program MERP. 2016 Diakses
pada tanggal 6 Februari 2018.
15. World Health Organisations. Medications
Error. [ Bagian 4.1: paragraph 4]. 2016.
16. Priyanto, dan Batubara,L. Farmakologi
Dasar, 77-78, Leskonfi. Jakarta. 2008.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Rationale, aims and objectives: The primary aim of this study is to gain an insight into hospital pharmacists' current practice and perceptions towards medicine reconciliation and to identify common challenges preventing pharmacists from providing this service. Methods: A cross-sectional study was conducted over 2 months (September-October 2015) at four Jordanian hospitals accredited by the Joint International Commission. A total of 76 pharmacists were recruited. Each pharmacist completed a validated structured questionnaire evaluating (1) pharmacist's current practice of medication reconciliation, (2) pharmacist's perceptions towards practicing medication reconciliation and (3) pharmacist's perceived barriers towards implementing medication reconciliation. Results: There was relatively low awareness of the presence of current medication reconciliation policy in the hospitals. The majority of recruited pharmacists believed that pharmacists must have an integral role in providing such services to patients. They were also willing and able to provide help and support to all healthcare providers regarding the appropriateness of prescribed medications. It was evident that the greater the practice of medication reconciliation services and the higher the educational level, the better the overall perception score (r = 0.416 and r = 0.366, respectively; P-value = 0.000 for both). 'Time constraint' was the primary barrier discouraging pharmacists from practicing such service. Conclusion: This study demonstrates a relatively low awareness of the concept and policy of medication reconciliation process among Jordanian pharmacists. This suggests that educational programs are urgently needed to increase pharmacists' role and responsibilities in implementing and practicing reconciliation services with expected positive impact on patient care.
Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  • R I Departemen Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
Edisi Kedua. Manajemen farmasi
  • . P Desselle
  • David P Shane
  • Zgarrick
Desselle.P. Shane, David.P. Zgarrick. Edisi Kedua. Manajemen farmasi. Edisi 2.
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Peratur Menteri Kesehatan NO 72 TAHUN
  • Republik Menteri Kesehatan
  • Indonesia
Kesalahan pemberian obat kepada pasien masih tinggi
  • Hery
Kajian Drug Related Problems pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya (Abstrak)
  • S D Artemisia
  • M W Setiawan
  • Y Dan Setiowati
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
  • R I Departemen Kesehatan
Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
  • Susatyo Herlambang
Herlambang, susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit.Yogyakarta : Gosyen Publishing.
  • Dan Priyanto
  • L Farmakologi Batubara
  • Dasar
Priyanto, dan Batubara,L. Farmakologi Dasar, 77-78, Leskonfi. Jakarta. 2008.