PreprintPDF Available
Preprints and early-stage research may not have been peer reviewed yet.

Abstract

Dalam pengimplementasiannya, kerjasama akan berjalan sesuai dengan apayang dituju, tergantung kepada siapa yang melakukan kerjasama tersebut.Namun, masih banyak sekali penyimpangan dalam hal bekerja sama antaraatasan dan bawahan sehingga tujuan yang dicapai dapat menjadi sebuah tindakpidana. Seperti yang dialami oleh Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Samboyang terjerat kasus pembunuhan berencana terhadap Yoshua Hutabarat atauBrigadir J. Dalam kasus ini Propam Irjen Ferdy Sambo dianggap telahmelakukan kerjasama dengan bawahannya dalam melaksanakan pembunuhanberencana tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana danmengapa penyimpangan kerjasama antara bawahan dan atasan dapat terjadi.Metode peneltian yang digunakan adalah metode kualitatif denganmenggunakan studi kasus sebagai metode. Studi pustaka yang akan mengkajidan menganalisis bagaimana dan mengapa penyimpangan kerjasama dalamkasus tersebut terjadi. Hasil dari penelitian akan menunjukkan analisis kasusyang dialami oleh Ferdy Sambo dan bawahannya. Hasil penelitian meliputianalisi terhadap kasus serta tinjauan yuridis terhadap kasus tersebut.
PENYIMPANGAN DALAM PENGIMPLENTASIAN KERJASAMA
ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN
(STUDI KASUS FERDY SAMBO)
Oleh
Dea Kumala Putri, Aulia Putri Izzati, Eugina Evita Marito
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Email: 2210611268@mahasiswa.upnvj.ac.id,2210611251@mahasiswa.upnvj.ac.id,
2210611271@mahasiswa.upnvj.ac.id
Dosen Pengampu
Dwi Desi Yayi Tarina, SH., MH.
dwidesiyayitarina@upnvj.ac.id
Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Abstrak
Dalam pengimplementasiannya, kerjasama akan berjalan sesuai dengan apa
yang dituju, tergantung kepada siapa yang melakukan kerjasama tersebut.
Namun, masih banyak sekali penyimpangan dalam hal bekerja sama antara
atasan dan bawahan sehingga tujuan yang dicapai dapat menjadi sebuah tindak
pidana. Seperti yang dialami oleh Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo
yang terjerat kasus pembunuhan berencana terhadap Yoshua Hutabarat atau
Brigadir J. Dalam kasus ini Propam Irjen Ferdy Sambo dianggap telah
melakukan kerjasama dengan bawahannya dalam melaksanakan pembunuhan
berencana tersebut. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dan
mengapa penyimpangan kerjasama antara bawahan dan atasan dapat terjadi.
Metode peneltian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
menggunakan studi kasus sebagai metode. Studi pustaka yang akan mengkaji
dan menganalisis bagaimana dan mengapa penyimpangan kerjasama dalam
kasus tersebut terjadi. Hasil dari penelitian akan menunjukkan analisis kasus
yang dialami oleh Ferdy Sambo dan bawahannya. Hasil penelitian meliputi
analisi terhadap kasus serta tinjauan yuridis terhadap kasus tersebut.
Kata Kunci: Penyimpangan kerjasama, atasan dan bawahan, Ferdy Sambo
Abstract
In the implementation, cooperation will go according to what is intended,
depending on who is doing the collaboration. However, there are still many
irregularities in terms of cooperation between superiors and subordinates so
that the goals achieved can become a crime. As experienced by the former Ex
Head of the Propam Division Inspector General Ferdy Sambo who was caught
in the premeditated murder case of Yoshua Hutabarat or Brigadier J. In this
case Propam Inspector General Ferdy Sambo was considered to have
collaborated with his subordinates in carrying out the premeditated murder. This
writing aims to find out how and why deviations in cooperation between
subordinates and superiors can occur. The research method used is a qualitative
method using case studies as a method. Literature study that will examine and
analyze how and why deviations from cooperation in this case occurred. The
results of the research will show an analysis of the cases experienced by Ferdy
Sambo and his subordinates. The research results include an analysis of the case
as well as a juridical review of the case.
Keywords: Deviation of cooperation, superiors and subordinates, Ferdy Sambo
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kerjasama dapat dikatakan juga sebagai sebuah rangkaian tindakan dan
upaya yang dilakuka bersama-sama dengan orang lain yang ditujukan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Dalam hal ini kerjasama memiliki
pengertian sebagai sebuah hasil dari suatu strategi kerja yang dilakukan
bersama-sama yang menggunakan metode-metode dalam memfalisitasi suatu
capaian dari tujuan yang diharapkan misalnya seperti kerja tim, distribusi tanggung
jawab, pendelegasian tugas, tindakan terkoordinasi, dll. Dalam kerjasama yang
melibatkan atasan dan bawahan akan terjadi pembagian tugas untuk melaksanakan
kerjasama agar usaha yang akan dilakukan dalam kerjasama tersebut menjadi lebih
terorganisir. Komunikasi antar anggota menjadi aspek penting dalam
terimplementasikannya kerjasama. Komunikasi yang lancar menjadi sebuah kunci
dalam tercapainya tujuan dari sebuah kerjasama. Terdapat beragam aspek yang
dapat mempengaruhi kerjasama didalam tim. Kerjasama juga diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan secara bersama bersama (Abdulsyani, 1994).
Kerjasama akan berjalan sesuai dengan apa yang dituju dari tim
tersebut. Semua tujuan yang dituju tergantung kepada anggotanya sendiri. Maka
akan ada beragam tujuan yang akan dituju dari kerjasama baik tujuan yang
bermanfaat atau tujuan yang justru akan menimbulkan sebuah tindak pidana.
Berdasarkan uraian tersebut, menunjukkan sebuah fakta mengenai adanya
penyimpangan dalam kerjasama. Apabila kerjasama dilakukan dalam ruang lingkup
sebuah profesi yang terdapat jabatan yang menunjukan hubungan vertikal antara
atasan dan bawahan. Tiap jabatan pasti memiliki wewenang sendiri dalam
melaksanakan tugasnya. Namun, bagaimana jika terjadi sebuah penyalahgunaan
wewenang yang membuat sebuah situasi yang memaksa bawahan untuk mengikuti
arahan dari atasannya dan bekerja sama meskipun perintah tersebut dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
Namun, ada beberapa kasus di mana kerja sama dianggap ilegal dan
menyimpang, dalam konteks ini adalah sebuah kasus yang menjadi acuan dari
penelitian ini, kasus yang masih hangat yaitu kasus pembunuhan berencana yang
dilakukan oleh Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo terhadap Yoshua
Hutabarat atau Brigadir J. Dalam kasus ini terdapat beberapa fakta yang
menyatakan bahwa telah terjadi kerjasama antara atasan dan bawahan dalam
pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Penyimpangan kerjasama yang mereka
lakukan menyebabkan terjadinya sebuah tindak pidana hingga merenggut nyawa
orang lain. Hal ini tentu merupakan hal yang salah dalam kerjasama.
Uraian singkat mengenai kasus Ferdy Sambo diatas menjadi sebuah
contoh nyata bahwa terdapat sebuah penyimpangan dalam kerjasama. Kasus masih
belum lama terjadi di Indonesia dan masih sering dibicarakan dalam dunia hukum
Indonesia, karena kasus ini belum lama terjadi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penyusun merumuskan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peran kode etik dalam kepolisian mengenai penyimpangan
kerjasama atasan dan bawahan?
2. Bagaiman penyimpangan dalam kerjasama yang dilakukan oleh Ferdy Sambo
dan bawahannya?
C. Tujuan Penelitian
Penyusun memiliki tujuan untuk memberikan wawasan mengenai substansi yang
dibahas yaitu tentang kerjasama yang dilakukan oleh atasan dan bawahan.
Penelitian ini ditujukan untuk mengembangkan ide-ide yang sudah ada
sebelumnya. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini
ditujukan untuk tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengetian kerjasama
2. Untuk Mengetahui penyimpangan yang terjadi dalam kerjasama yang
dilakukan oleh Ferdy Sambo dengan para bawahannya.
D.Metode Penelitian
Dalam penulisan jurnal artikel ini kami menggunakan metode kualitatif, di
mana kami akan mengumpulkan jurnal, berita, dan sumber bacaan yang kredibel
terkait studi kasus yang sedang kami analisis.Metode kualitatif menurut Moleong
(2017:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus kata yang alamiah
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian ini juga menggunakan
studi kasus sebagai metode penelitian. Studi kasus digunakan sebagai proses
pencarian pengetahuan yang empiris guna menyelidiki dan meneliti berbagai
fenomena dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 1996).
Kasus dari Ferdy Sambo atas terjadinya pembunuhan berencana terhadap
Brigadir J menjadi acuan utama dalam penelitian ini. Ia melakukan kerjasama
dengan bawahan-bawahannya saat melaksanakan pembunuhan berencana tersebut.
Penelitian ini akan membahas bagaimana konsep kerjasama yang seharusnya
dilakukan dalam sebuah kelompok maupun organisasi. Mengenai bagaimana
seharusnya kerjasama dilakukan dengan tujuan yang baik dan mengenai kerjasama
yang baik agar tertujunya sebuah tujuan bersama yang dituju. Penelitian ini juga
membahas tentang penyimpangan kerjasama yang dilakukan Ferdy Sambo dan
bawahannya dalam melaksanakan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau
Yoshua Hutabarat. Sebuah kerjasama yang berujung menjadi sebuah tindak pidana
yang menyeret beberapa orang yang menjadi bawahan dari Ferdy Sambo.
Studi pustaka dilakukan dengan mencari berbagai sumber seperti dari
jurnal dan buku yang dapat menjadi penunjang dalam penelitian ini. Studi pustaka
atau kepustakaan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian (Mestika Zed, 2003) Sumber yang dijadikan acuan relevan dengan
topik dan kasus yang diteliti. Setelah itu sumber-sumber tersebut akan dikaji dan
dianalisis untuk menjelaskan dengan lebih jelas mengenai substansi yang diteliti. .
Studi pustaka sangat berguna dalam menelusuri sumber-sumber tulisan.
E. Tinjauan Pustaka
Kerjasama sebagai dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas
bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau
tujuan tertentu (H. Kusnadi). Menurut Pramudji, kerjasama adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan melakukan interaksi antar individu
yang melakukan kerjasama sehingga tercapai tujuan yang dinamis, ada tiga unsur
yang terkandung dalam kerjasama yaitu orang yang melakukan kerjasama, adanya
interaksi, serta adanya tujuan yang sama. Kerjasama seringkali dilakukan oleh
manusia baik secara disadari maupun tidak disadari, Dan kerjasama ruang
lingkupnya tidak selalu besar, bisa dilakukan dengan hal-hal kecil. Kerjasama
memiliki nilai-nilai penting yang mengandung nilai-nilai seperti saling memahami,
saling menghargai, saling membantu, saling mengatasi kekurangan dan saling
menguatkan kebersamaan (adjar.id, 2022).
Berdasarkan jenisnya, kerja dari tim memiliki beberapa jenis dan salah
satunya adalah kerjasama vertikal. Sebuah tim yang terdiri dari atasan dan bawahan
yang ada di dalam sebuah rantai komando formal. Terdapat pemimpin yang
membantu memberikan komando atau arahan kepada bawahnya. Teamwork atau
kerjasama adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bekerja sama ke arah tujuan
umum, saling membagi waktu, bakat, dan pengetahuan dan menggunakan metode
yang cocok untuk semua anggota tim (Johlke & Duhan, 2002). Bawahannya akan
melakukan apa yang dikatakan pemimpinnya. Dalam sebuah tim pasti akan tercipta
adanya kerjasama untuk meraih apa yang dituju. Dalam kerjasama yang melibatkan
kerja tim vertikal tentu komunikasi antar anggota baik dari atasan maupun bawahan
itu sangat penting. Saling terbuka satu sama lain dan memberikan umpan balik
terhadap kinerja yang telah dilakukan lalu improve kinerja tersebut. Hubungan
antar anggota juga penting dan harus dijaga oleh setiap anggota agar tidak
memunculkan kesalahpahaman. Dalam menjalankan sebuah organisasi atau
kelompok bukanlah hal yang mudah dan memerlukan banyak hal agar organisasi
atau kelompok tersebut berjalan dengan lancar.
Hal menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah sebuah
pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama dan tentu saja
mengandung kerjasama di dalamnya. Pembunuhan secara terminologi atau secara
istilahnya berarti perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Sedangkan dalam
istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.
unsur-unsur pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu dilakukan
dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu
menghilangkan nyawa orang lain. Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP.
Pembunuhan yang dilakukan dengan bersama-sama lalu direncanakan merupakan
tindak kejahatan yang melibatkan kerjasama didalamnya. Apabila anggota dalam
organisasi atau kelompok yang merencanakan kejahatan tersebut tidak melaporkan
atau diam dan justru ikut serta dalam kerjasama yang dilakukan maka ia juga akan
menjadi pelaku dari tindak pidana tersebut.
II. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
Penyimpangan perintah yang diberikan oleh atasan dapat disebabkan
oleh beragam faktor dan faktor yang sangat mempengaruhi hal ini adalah
tekanan. Hal ini disebabkan adanya hubungan vertikal antara atasan dan
bawahan yang di mana seharusnya hubungan tersebut saling mengisi satu sama
lain bukan hanya sekedar komando tanpa dasar dan atas kehendak pribadi
tanpa memperhatikan berbagai aspek yang akan menjadi dampak dari
dijalankannya perintah tersebut. Dalam kerjasama yang memiliki hubungan
vertikal tiap-tiap individu memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan
tugas-tugasnya. Atasan memiliki hak untuk memberikan perintah kepada
bawahannya dan bawahan memiliki hak untuk menolak perintah apabila
perintah tersebut mengandung unsur-unsur pelanggaran norma dan hukum
yang ada. Setiap individu yang menjadi bawahan mempunyai hak untuk
menolak perintah atasan namun, harus dipertimbangkan aspek-aspek untuk
menolak perintah tersebut. Apabila perintah itu merugikan diri sendiri dan
orang lain maka bawahan dapat menolak perintah tersebut.
Jika ditinjau dari hukum pidana melaksanakan perintah jabatan
merupakan hal yang ada dalam substansi alasan penghapusan pidana.
Mengikuti perintah atasan dapat dimasukkan dalam aspek pembenaran dalam
alasan penghapusan pidana. suatu alasan untuk menghilangkan sifat melawan
hukum dari suatu perbuatan, yang menjadikan apa yang dilakukan patut dan
benar adalah makna dari alasan pembenar (Rechtvaardigingsgrond).
Sebagaimana tertulis dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang
siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun
orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain,
karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu
yang melawan hukum pada saat itu”. Namun terdapat pengecualian dalam hal
tersebut harus berkaitan dengan wewenang dan ruang lingkup pekerjaannya.
Disebutkan dalam Pasal 51 KUHP Ayat 2, "Perintah jabatan tanpa wewenang,
tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah mengira
dengan itikad baik bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya".
Suatu perintah dapat dikatakan sah apabila tidak melanggar
undang-undang yang ada. Setiap perintah jabatan harus ditinjau dari segi
undang-undang yang menjadi dasar terhadap wewenang yang dimiliki. Dalam
melakukan perintah juga tidak boleh berlebihan dan melewati batas-batas yang
diperintahkan. Terdapat tiga syarat mengenai perintah jabatan:
1. Terdapat hubungan antara yang memberikan perintah dengan pelaksana
perintah berdasarkan hukum publik.
2. Kewenangan pemberi perintah harus sesuai dengan jabatannya berdasarkan
hukum publik tersebut.
3. Perintah yang diberikan itu termasuk dalam lingkungan kewenangan
jabatannya.
Namun, dalam relitanya, beberapa perintah tidak selalu dipikirkan
dengan bijaksana akan sah atau tidaknya dengan undang-undang yang berlaku
di negeri ini. Perintah yang menyimpang akan mengakibatkan adanya sebuah
konformitas, adanya perkuatan ikatan kelompok & menyebabkan adanya
perubahan. Adanya perubahan, hal ini merupakan salah satu bukti nyata
apabila tujuan kerjasama berhasil atau tidak. Dalam kasus ini, tujuan kerjasama
atasan dan para bawahannya tercapai. Hal ini nyata adanya bahwa Brigadir J
tewas tertembak di tangan para anggota yang terlibat dalam kerja sama ini.
Bahkan skenario yang dibuat oleh atasan berhasil tertutup dari masyarakat
walaupun hanya dalam beberapa hari saja dan kemudian berujung dengan fakta
yang terungkap saat persidangan. Ketika tujuan kerjasama tersebut berhasil
dan terlaksana sesuai dengan rencana maka biasanya ada target berikutnya
yang juga menjadi suatu aspek yang dijadikan sebagai sasaran dalam sebuah
kerjasama , keuntungan dapat dirasakan kedua belahp pihak atau lebih baik
dalam bentuk finansial maupun no-finasial yang dijanjikan oleh atasan kepada
bawahannya yang diungkapkan saat sebelum eksekusi rencana dan setelah
skenario sudah menyebar luas di masyarakat. Hal ini sudah tidak asing
didengar oleh masyarakat karena hal tersebut merupakan bentuk apresiasi dari
atasan kepada bawahan yang dapat dalam berbagai bentuknya. Akan tetapi
apresiasi yang terjadi dalam kerjasama ini juga sangat bertentangan dengan
apresiasi yang sesungguhnya. Jumlah uang yang dijanjikan memiliki nominal
yang tidak sedikit bahkan sangat banyak. Hal ini juga yang dapat mengganggu
hubungan kerjasama karena adanya beberapa kepentingan yang pada akhirnya
dikesampingkan dan bahkan sampai tidak sesuai dengan aturan atau
undang-undang yang berlaku di masyarakat.
2. Pembahasan
A. Peran Kode Etik Dalam Kepolisian Terhadap Penyimpangan
Atasan dan Bawahan
Indonesia adalah negara hukum dan hal tersebut sudah sangat jelas
tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Sebagai negara yang menjunjung tinggi keadilan bagi seluruh jiwa
maka hukum harus selalu ditegakkan sesuai dengan prinsipnya. Penegakkan
hukum yang baik maka akan menimbulkan sebuah kesejahteraan hukum
yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dalam melaksanakan
tugas-tugasnya setiap profesi pasti memiliki aturan-aturan yang memiliki
tujuan agar terlaksananya sebuah wewenang dengan baik dan tidak
melampaui batas wewenang yang telah ditentukan. Suatu perangkat aturan
yang mengatur tindakan dan keputusan seseorang dalam mengerjakan
kewajibannya baik dalam suatu profesi ataupun organisasi disebut dengan
kode etik. Kode etik sebagai instrumen yang berfungsi untuk memastikan
seseorang bekerja sesuai dengan integritas dan moral yang baik serta untuk
memastikan bahwa perilaku seseorang dalam bekerja mengikuti standar
yang telah ditentukan. Kode etik sangat berfungsi untuk menjaga integritas
dalam bekerja. Kode etik memiliki manfaat bagi banyak orang terlebih lagi
pekerjaan yang bersangkutan dengan publik atau khalayak ramai, maka
akan menguntungkan banyak orang. Kode etik yang baik akan menciptakan
sebuah kesan yang baik terhadap suatu pekerjaan dan profesi yang terkait
dengan memiliki kode etik yang baik serta dalam pelaksanaannya sesuai
dengan prinsip-prinsip kode etik tersebut maka akan menciptakan rasa
kepercayaan antara publik dan profesi yang terkait. Kode etik mencakup
seperangkat aturan dan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebuah acuan
dalam berperilaku dalam melaksanakan pekerjaan. Aturan tersebut
mencakup banyak hal misalnya mengenai pengambilan keputusan pada
sebuah kondisi dan situasi tertentu, bagaimana cara menyikapi sebuah
situasi dan kondisi tertentu serta mengatur aturan yang terkait dengan
profesi. Kode etik juga memberi pedoman mengenai cara mengatasi suatu
konflik yang terjadi apabila ada ketersinggungan antara pekerjaan
danmasalah pribadi sehingga permasalahan tersebut tidak mempengaruhi
keputusan yang diambil dalam tugas profesional. Sanksi dan hukuman dapat
dijatuhkan apabila seseorang melanggar kode etik yang sudah ditentukan.
Sanksi dan hukuman dapat berupa sebuah teguran, peringatan atau
pembatasan kegiatan profesional. Implementasi kode etik merupakan hal
yang penting demi menjaga keutuhan integritas suatu profesi atau sebuah
organisasi. Kode etik tidak dapat berdiri sendiri apabila tidak ditegakkan
melalui kesadaran dan komitmen. Oleh karena itu diperlukan upaya dalam
meningkatkan kesadaran akan pentingngnya kode etik dalam sebuah profesi
atau organisasi dan melakukan pelestarianbudaya kesadaran akan adanya
eksistensi kode etik yang tidak bisa dilepas dari suatu profesi atau organisasi
yang terkait.
Dalam substansi kepolisian juga memeiliki kode etik yang mengatur
profesi tersebut. Seperangkat aturan yang ditetapkan oleh lembaga
kepolisian yang berfunsi untuk mengatur perilaku dan tindakan yang akan
dilakukan oleh para anggota kepolisian saat melaksanakan tugas yang
dibebankan kepada mereka dan dalam melaksanakan wewenangnya. Tujuan
dari kode etik kepolisian adalah untuk memastikan bahwa angggota
kepolisian dapat bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
moral yang dioegang teguh oleh kepolisian untuk menjaga integritas
danmenjaga kepercayaan masyarakat kepada instansi kepolisian Kode etik
kepolisian mengatur perilaku kepolisian dalam aspek hubungan dengan
publik, rekan kerja, atasan dan bawahan serta pihak yang terkait dalam
tugas kepolisian. Hal ini mencakup hal untuk menghindari konflik,
menghormati HAM dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh
dalam menjalankan tugasnya. Pelanggaran dalam kode etik kepolisian juga
memiliki akibat sanksi atau hukuman, termasuk pemecatan atau penundaan
tugas dari pihak kepolisian. Oleh sebab itu kode etik kepolisian sangatlah
penting dan wajib untuk dipatuhi dan dipahami semua anggota kepolisian
dalam menjalankan tugas-tugas mereka.
Dalam menjalankan tugas serta wewenangnya kepolisian harus
menjadikan kode etik sebagai pedoman atau penunjuk arah untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan norma yang berlaku serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku di tempat dimana ia dibebankan tugas
tersebut. Kepolisian merupakan instansi yang besar dan tentu memiliki
perbedaan dalam pembagian jabatan dan wewenang. Dan dalam pembagian
tugas dalam suatu pekerjaan pasti dibutuhkan sebuah kerjasama antar atasan
dan bawahan. Kerjasama antara atasan dan bawahan dalam kepolisian juga
diatur dalam kode etik kepolisian pada Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal
11. Dalam pasal-pasal tersebut membahas mengenai kerjasama baik antara
sesama anggota polri maupun kepada atasan. Untuk penegasannya sudah
diterangkan dalam Pasal 7 mengenai kerjasama antara atasan dan bawahan
yang melibatkan suatu wewenang. Dalam Pasal 7 mempertegas agar tidak
terjadi suatu penyalahgunaan wewenang terhadap jabatan.
1. Setiap anggota Polri wajib memegang teguh garis komando dan
mematuhi jenjang kewenangan, dan bertindak berdasarkan aturan dan
tata cara yang berlaku.
2. Setiap atasan tidak dibenarkan memberikan perintah yang bertentangan
dengan norma hukum yang berlaku dan wajib bertanggung jawab atas
pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota bawahannya.
3. Setiap anggota Polri wajib menolak perintah atasan yang melanggar
norma hukum dan untuk itu anggota tersebut wajib mendapatkan
perlindungan hukum.
4. Setiap anggota Polri dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak
dibenarkan melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan
pertanggungjawaban tugasnya kepada atasan langsung.
5. Setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
tidak boleh terpengaruh oleh istri/suami, anak, dan orang-orang lain
yang masih terikat hubungan keluarga atau pihak lain yang tidak ada
hubungannya dengan kedinasan.
Dalam Pasal tersebut dijelaskan dan diatur untuk setiap tugas yang
dilakukan oleh atasan tidak boleh melampaui batas kewenangan yang
sudah ditentukan. Dan tiap anggota polri dapat menolak perintah atasan
apabila perintah tersebut melanggar norma hukum dan anggota tersebut
akan mendapatkan perlindungan hukum. Tiap anggota polisi baik atasan
maupun bawahan memiliki kewajiban masing-masing dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya.
Dijelaskan didalam Pasal 7 ayat 3 Perpol bahwa setiap anggota wajib
untuk menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan wajib
mendapatkan perlindungan hukum. Dalam hal ini menegaskan juga bahwa
sebuah perintah yang diperintahkan harus berdasarkan norma yang ada dan
tidak melampau batas wewenang yang telah diberikan. Tidak diperbolehkan
bagi setiap anggota kepolisian untuk melakukan tindakan yang melanggar
hukum yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dalam kasus
Ferdy Sambo ia jelas telah melanggar kode etik kepolisian mengenai
pelanggaran norma hukum dan memerintahkan bawahannya untuk
melaksanakan perintahnya tersebut. Ferdy Sambo sendiri telah melanggar
tujuh kode etik kepolisian karena kasus pembunuhan terhadap Brigadir J
dengan kerjasama bersama para bawahannya.
1. Sambo telah melanggar kode etik Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Pasal 5
ayat 1 huruf B Perpol 7/2022.
2. Ia juga melanggar kode etik Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003jo Pasal 8 huruf
C Perpol 7/2022.
3. Ketiga, Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Pasal 8 huruf C angka 1 Perpol
7/2002.
4. Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Pasal 10 ayat 1 huruf F Perpol 7/2022
5. Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Pasal 11 ayat 1 huruf A Perpol 7/2022
6. Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Pasal 11 ayat 1 huruf B Perpol 7/2022
Kode etik kepolisian memiliki peran yang penting dalam kasus ini.
Kode etik yang bersifat mengikat masih bisa dilanggar oleh oknum-oknum yang
terkait. Kode etik ada untuk menjaga profesionalitas dalam melaksanakan suatu
pekerjaan dan memisahkan kepentingan pribadi dengan pekerjaan. Kode etik
diharapkan dapat memberikan sebuah orientasi dan arahan terhada perilaku
seorang individu atau profesi yang terkait dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Kode etik sangatlah penting untuk membantu seseorang dalam
menjalankan tugas-tugasnya dan Diharapkan perilaku anggota dapat mengikuti
dan suai dengan standar yang diharapkan Peran kode etik menjadi sangat
penting pada kasus ini dikarenakan kode etik dapat menekankan sebuah
kesalahan yang dilakukan pada kasus ini sehingga ada landasan hukum yang
mengatur penyimpangan kerjasama yang dilakukan Ferdy Sambo dan
Bawahannya.
B. Penyimpangan Kode Etik yang Dilakukan Oleh Ferdy Sambo
Pada Jumat, 26 Agustus 2022, mantan Kepala Divisi Provam Irjen Ferdy
Sambo menghadapi sidang kode etik. Telah ditetapkan bahwa 24 petugas
polisi melakukan pelanggaran etika dalam pembunuhan Brigadir J atau
Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang dibunuh di rumah Irjen Ferdy Sambo.
Hal ini dinyatakan secara resmi dalam Surat Telegram Kapolri nomor
ST/1751/VIII/KEP./2022 tanggal 22 Agustus 2022 dan ditandatangani oleh
SDM Polri AS Irjen Pol Wahyu Widada. Pelanggaran itu dilakukan dengan
membantu tersangka Inspektur Jenderal Pol Ferdy Sambo dalam
menghalangi penyelidikan Brigadir J. Akibatnya, kinerja anggota dari tugas
mereka dianggap tidak profesional. Aturan kode etik dituangkan dalam
Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Republik Indonesia No. 14 Tahun 2011
tentang Kode Etik Profesi Kepolisian. Menurut Perkap, ada tiga kode etik
yang harus diketahui: etika negara, etika kelembagaan, dan etika
kemasyarakatan. Ferdy Sambo dipecat dengan tidak hormat selama sidang di
bawah kode etik karena pelanggaran prosedur. Putusan itu dijatuhkan Komisi
Etik Profesi Kepolisian Nasional (KEPP). Menurut dia, Polri sudah
menegaskan kembali komitmen ini sejak awal, dengan ditolaknya banding
PTDH Ferdy Sambo sebagai bukti bahwa putusan tersebut bersifat final dan
mengikat.
Sidang kode etik Ferdi Sambo merupakan manifestasi fisik bahwa setiap
profesi yang melanggar profesinya dan tidak profesional telah dikenakan
sanksi sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Kode etik Ferdi Sambo
dilanggar dengan tujuh cara: (1). Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto Perpol
7/2022 pasal 5 ayat 1 huruf B; (3) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 8
hurif C Perpol 7/2022; (4) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 10 ayat 1
huruf F Perpol 7/2022; (5) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 11 ayat 1
huruf A Perpol 7/2022; (6) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Perpol 7/2022 pasal
11 ayat 1 huruf B; (7) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 jo Perpol 7/2022 pasal 13
huruf M. Menurut temuan penyelidikan pelanggaran kode etik dalam kasus
Ferdi Sambo, ia melanggar profesinya dan secara tidak tepat memanfaatkan
posisi dan wewenangnya untuk melampiaskan dorongan emosional yang
tidak terkendali dan brutal.
Walaupun Ferdy Sambo, sebagai pemimpin, dan para ajudannya sebagai
bawahan menjalani sidang kode etik profesi akibat perbuatannya, tetapi misi
dari rencana Ferdy Sambo ini terlaksana yang mana hakim pun
menyebutkannya saat sidang berlangsung, bahwa ia terlibat dalam kasus
pembunuhan ini. Hakim menyimpulkan bahwa kerjasama yang dipimpin
Ferdy Sambo ini disebabkan Putri Candrawathi merasa sakit hati akan
perbuatan Yosua sehingga berkomplot dengan suaminya yaitu, Sambo untuk
merencanakan pembunuhan. Berdasarkan pernyataan hakim, maka misi
Sambo adalah membunuh Brigadir J yaitu bermotif pada sakit hati. Secara
alur yang dibacakan saat sidang oleh hakim, misi Sambo, sebagai pemimpin,
terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan kerjasama yang terbangun dari
kepercayaan atas bawahannya kepadanya. Atas dasar kepercayaan
bawahannya pada Sambo yang “gagah” maka misi ini berhasil yang dapat
dilihat dari bagaimana bawahannya melaksanakan perintah Ferdy Sambo
secara cuma-cuma yang hanya diberikan satu kali perintah dan langsung
dilaksanakan. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan anggota kepolisian
yang turut membantu dalam mewujudkan sebuah skenario yang menutupi
kasus ini, seperti penghilangan bukti, korban dievakuasi terburu-buru,
penggunaan kendaraan pengantar korban tidak sesuai prosedur, dan lainnya.
Terlaksananya skenario ini tak lepas dari kepercayaan dan sudut pandang
yang baik dari bawahan pada Sambo atas pengalaman dan kedudukanya di
kepolisian RI. Hal ini dapat dilihat pada beberapa kasus yang ditangani Ferdy
Sambo sebagai pemimpin penyidikan kasus-kasus besar di Indonesia seperti,
Mirna Salihin 2016, Kasus Joko Tjandra 2020, dan Kebakaran gedung
Kejaksaan Agung 2020. Dapat dikatakan bahwa kasus ini merupakan kasus
yang lebih besar dari kasus-kasus sebelumnya yang pernah ia tangani saat
menjabat di kepolisian. Sambo sebenarnya sudah terbiasa untuk hal baik
bekerja sama dengan bawahan polisi dalam mengungkap masalah, tetapi kali
ini sangat disayangkan ia dengan bawahannya justru bekerja sama hanya
karena perasaan yang sedang sakit dan emosi yang tidak terkendali.
Akan tetapi, dalam kerja sama yang dipimpin oleh Ferdy Sambo ini ada
hal cukup menarik perhatian yaitu bagaimana sikap Bharada Eliezer yang
dengan berani jujur untuk menmberikan pernyataan yang sebenarnya terjadi
dan justru tidak mengikuti alur skenario yang ditetapkan oleh pemimpin
dalam kerja sama pembunuhan ini. Hal ini juga menjadi perhatian sekaligus
prihatin karena kejujuran dan keberanian itu muncul ketika di persidangan
bukannya saat kejadian. Ada dua sisi yang bersinggungan dalam hal ini. Satu
sisi, hampir seluruh masyarakat mengapresiasi sikap Eliezer yang mampu
membantah skenario pimpinannya sendiri dan dengan lantang
mengungkapkan kebenaran. Akan tetapi, di lain sisi, terutama jika dilihat dari
sisi pasal yang tertera pada PERATURAN KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2022 TENTANG KODE
ETIK PROFESI DAN KOMISI KODE ETIK KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA, yang mana terdapat poin-poin yang memuat
mengenai solidaritas dan kehormatan POLRI, seperti yang tercantum pada
Paragraf 2 Etika Kelembagaan Pasal 5 ayat (1), pada poin b mengatur etika
setiap pejabat Polisi Republik Indonesia untuk wajib menjaga dan
meningkatkan hal-hal seperti citra, kredibilitas, solidaritas, reputasi, dan
kehormatan Polisi Republik Indonesia. Tentu aturan tersebut dapat menjadi
beragam implementasi dalam masayarakat. Namun, apabila dikaitkan dengan
posisi dan sikap Eliezer pada sidang dan kejadian yang ternyata berbeda,
maka kemungkinan Ia dapat dikenakan sanksi kode etik profesi polisi yang
dikaitkan dengan pasal tersebut karena secara kerjasama, Eliezer mengakhiri
kerja sama ini tidak dengan kesolidaritasan dan membuat reputasi POLRI di
publik menjadi menurun.
Kerjasama yang dipimpin oleh Sambo ini jelas termasuk perilaku
menyimpang. Penyimpangan merupakan tindakan atau perilaku yang tidak
sesuai dengan norma dan nilai yang dianut dalam lingkungan masyarakat.
Penyimpangan biasanya terjadi pada seseorang atau kelompok yang tidak
mampu mematuhi norma dan nilai yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat itu sendiri. Demikian halnya dengan kerjasama yang Sambo
lakukan dengan ajudannya, maka kerjasama yang mereka lakukan dalam
mengeksekusi Brigadir J merupakan hal yang melanggar nilai dan norma.
Kerjasama ini tidak mencerminkan kerjasama yang dikenal dalam
masyarakat Indonesia. Penyimpangan tersebut dapat dikategorikan sebagai
jenis penyimpangan sekunder, yaitu penyimpangan yang mengarah pada
tindak kriminal sehingga masyarakat tidak menginginkan adanya tindakan
dari orang atau kelompok melakukan penyimpangan tersebut.
III. Penutup
A. Kesimpulan
Atasan memiliki kewenangan untuk memberikan perintah
kepada bawahannya. Perintah ini harus diberikan dengan jelas dan
tegas agar bawahan dapat memahami apa yang diminta oleh atasan.
Namun, atasan juga harus memperhatikan segala aspek seperti
kemampuan bawahan dalam melaksanakan tugas tersebut. Perintah
yang diberikan haruslah jelas dan tegas. Jika atasan memberikan
perintah yang terlalu sulit untuk dikerjakan oleh bawahan, hal ini bisa
berakibat negatif pada hasil kerja dan kinerja bawahan tersebut. Misi
atau peraturan harus jelas dan tidak menyimpang UU yang ada dan
sesuai dengan kewenangan merupakan sebuah perintah yang patut
dilaksanakan oleh bawahan. Perintah itu harus berlandaskan peraturan
yang berlaku baik dalam peraturan profesi tersebut maupun peraturan
yang berlaku pada negara tersebut. Bawahan memiliki kewenangan
untuk menolak perintah atasan apabila perintah tersebut melanggar
hukum yang berlaku. Oleh karena itu pertimbangan baik dalam
membuat perintah maupun melaksanakan perintah tersebut merupakan
hal penting dalam kerjasama atasan dan bawahan.
Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan
bawahannya adalah disebabkan oleh dendam, kemudian menjamur dan
terjadilah pembunuhan berencana. Dimana melibatkan beberapa
bawahannya, yang sebenarnya terpaksa melakukan perintah tersebut.
Namun karena adanya perbedaan pangkat, maka mau tidak mau
mereka harus tunduk dan patuh pada perintah atasan, sekalipun itu
menyimpang. adapun 7 pelanggaran kode etik Ferdi sambo: (1). Pasal
13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 5 ayat 1 huruf B Perpol 7/2022; (2).
Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 8 hurif C Perpol 7/2022; (3)
Pasal 13 Ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 8 huruf C angka 1 Perpol
7/2022; (4) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal 10 ayat 1
huruf F Perfol 7/2022; (5) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003 juncto pasal
11 ayat 1 huruf A Perpol 7/2022; (6) Pasal 13 ayat 1 PP 1/2003
juncto pasal 11 ayat 1 huruf B Perpol 7/2022; (7) Pasal 13 ayat 1
PP 1/2003 juncto pasal 13 huruf M Perpol 7/2022.
Penyimpangan perintah yang diberikan oleh atasan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor dan faktor yang sangat mempengaruhi
hal ini adalah tekanan. Hal ini disebabkan adanya hubungan vertikal
antara atasan dan bawahan yang di mana seharusnya hubungan tersebut
saling mengisi satu sama lain bukan hanya sekedar komando tanpa
dasar dan atas kehendak pribadi. Kerja sama perlu memprioritaskan
rasa peduli terhadap sesama anggota. Kehendak yang tidak bisa
dipaksakan merupakan hak bagi tiap individu didalam kelompok kerja.
Apabila tugas atau perintah yang diberikan kepada bawahan
merupakan perintah yang tidak sesuai uu atau diluar kewenangan
atasan makan bawahan dapat menolaknya. Sebagai bawahan juga perlu
memperhatikan perintah yang diberikan agar tidak salah tafsir dan
berlebihan dalam melaksanakan tugas yang diberikan. Oleh karena itu
komunikasi yang erat menjadi sebuah kunci dari suksesnya kerja tim.
Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ferdy Sambo
dan bawahannya adalah disebabkan oleh dendam, kemudian menjamur
dan terjadilah pembunuhan berencana. Dimana melibatkan beberapa
bawahannya, yang sebenarnya terpaksa melakukan perintah tersebut.
Namun karena adanya perbedaan pangkat, maka mau tidak mau
mereka harus tunduk dan patuh pada perintah atasan, sekalipun itu
menyimpang. Hal ini cukup membuktikan bahwasanya pangkat dan
hubungan yang vertikal antara atasan dan bawahan dapat memicu
adanya sebuah penyimpangan apabila terdapat tekanan dan
penyalahgunaan wewenang didalamnya, dalam kasus ini merupakan
penyimpangan kerjasama.
B. Saran
Dalam penulisan jurnal ini, penyusun membahas mengenai
penyimpangan kerjasama dalam pengimplementasian kerjasama antara
atasan dan bawahan dan menggunakan studi kasus Ferdy Sambo
sebagai subjek penelitian. Penyimpangan yang dilakukan Ferdy Sambo
menjadi sebuah bukti nyata bahwa terdapat penyimpangan yang terjadi
dalam kerjasama antara atasan dan bawahan. Hal ini dapat disebabkan
oleh banyak faktor yang menjadikan terjadinya penyimpangan dalam
kerjasama. Maka dengan ini penyusun menyarankan untuk dapat
membahas dengan secara luas dan mendalam dengan tinjauan yuridis.
Penyusun juga menyarankan agar kedepannya penyusun dapat
mengkaji lebih dalam dan teliti mengenai kerjasama atasan dan
bawahan yang baik mengenai perintah yang sah dan sesuai
undang-undang ditinjau dari studi kasus Ferdy Sambo. Kemudian dapat
menjelasakan secara lebih rinci mengenai akibat hukum yang akan
terjadi apabila terdapat penyimpangan dalam kerjasama dalam berbagai
lapisan masyarakat. Lalu dapat memberikan secara lebih lengkap
mengenai akibat hukum yang diperoleh dari penyimpangan kerjasama.
Diharapkan pula masyarakat dapat menghindari kerjasama yang
menyimpang dari moral dan UU yang berlaku.
Dalam kasus ini, diharapkan dalam waktu dan kesempatan
berikutnya agar kerja sama antara atasan dan bawahan khsususnya
dalam kepolisian harus dapat lebih memperhatikan aspek-aspek antara
kerja sama secara umum dan kewenangan kepolisian sebagai atasan
ataupun bawahan, seperti harus dengan tujuan yang jelas dan untuk hal
positif, juga hal tersebut harus diketahui secara bersama-sama dan
bukan sepihak, berdasarkan kesepakatan bersama(atasan dan seluruh
bawahan tanpa terkecuali). Demikian juga halnya agar memperhatikan
setiap aturan yang mengatur kewenangan dalam suatu instansi seperti
kasus ini yang setiap anggota memiliki kedudukan di kepolisian, maka
harus menaati dan memenuhi etika yang telah tercantum dalam
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia serta peraturan lain
yang turut melengkapi.
Daftar Pustaka
Jurnal
LUNDU HARAPAN SITUMORANG. (2016). Jurnal: FUNGSI KODE ETIK
KEPOLISIAN DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN WEWENANG
SEBAGAI APARAT PENEGAK HUKUM.
Shafira Athia Nur Hidayati, Tsanya Nofrianti Sukardi, Dwi Desi Yayi Tarina, SH.,
MH. (2022). ANALISIS PERBUATAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KERJASAMA.
Tiara Ramadanti, Mira Aurelita, Tri Aprilidya Agri. (2022). PENGARUH
KERJASAMA ANTARA ATASAN DAN BAWAHAN TERHADAP TINDAK
DISKRIMINASI GENDER DI AICE GROUP INDONESIA.
Ningrum, M. E. (2020). Peranan komunikasi internal di lingkungan kerja. Jurnal
Industri Elektro dan Penerbangan,3(1).
Panjaitan, M. (2018). Pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja
karyawan. Jurnal Manajemen,3(2), 1-5.
Didin, Muhammad Guntur Herman H. (2022). Analisis Pengaruh Gaya
Kepemimpinan, Etos Kerja dan. Jurnal Aktor, 16.
Mukhtas, H. (2019). ANALISIS MODEL IDEAL STRUKTUR ORGANISASI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI) PASCAREFORMASI.
Jurnal Pemerintahan Dan Keamanan Publik (JP dan KP), 77-89.
Thoyyibah, I. T. I. (2022). ANALISIS PELANGGARAN KODE ETIK HUMAS POLRI (STUDI
KASUS FERDY SAMBO). Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Communique,5(2), 161-172.
Website
Ainun Yati Octavia, (2022, November 30). CURKUM #157 MENJALANKAN
PERINTAH ‘MENYIMPANG‘ DARI ATASAN, DAPATKAH DIPIDANA?. Dalam
https://klikhukum.id/curkum-157-menjalankan-perintah-menyimpang-dari-atasan-dap
atkah-dipidana/ (Diakses pada tanggal 7 Maret pukul 10.37)
Intipesan.com (2020, Maret 20) Hubungan Yang Baik Antara Atasan dan Bawahan
Dapat Meningkatkan Produktivitas Tim.
https://www.intipesan.com/hubungan-yang-baik-antara-atasan-dan-bawahan-dapat-me
ningkatkan-produktivitas-tim/ (Diakses pada tanggal 7 Maret pukul 21.13)
Hidayat, Q. (2023, Februari 23). Kilas Balik Kasus Pembunuhan Brigadir J, Skenario
Sambo hingga Motif Habisi Nyawa Ajudan. Dalam
https://nasional.okezone.com/read/2023/02/13/337/2763780/kilas-balik-kasus-pembun
uhan-brigadir-j-skenario-sambo-hingga-motif-habisi-nyawa-ajudan?page=2 (Diakses
pada 7 Maret 12.15)
Kompas.com. (2022, Agustus 10). Sederet Kasus yang Ditangani Ferdy Sambo: Kopi
Sianida, Djoko Tjandra, KM 50, hingga Kebakaran Gedung Kejagung Dalam
https://www.kompas.com/tren/read/2022/08/10/173000965/sederet-kasus-yang-ditang
ani-ferdy-sambo--kopi-sianida-djoko-tjandra-km-50?page=all (Diakses pada 6 Maret
13.30)
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Peranan komunikasi internal di lingkungan kerja
  • M E Ningrum
Ningrum, M. E. (2020). Peranan komunikasi internal di lingkungan kerja. Jurnal Industri Elektro dan Penerbangan, 3(1).
Pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan
  • M Panjaitan
Panjaitan, M. (2018). Pengaruh lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Jurnal Manajemen, 3(2), 1-5.
Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Etos Kerja dan
  • Muhammad Guntur Didin
  • H Herman
Didin, Muhammad Guntur Herman H. (2022). Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Etos Kerja dan. Jurnal Aktor, 16.
Maret 20) Hubungan Yang Baik Antara Atasan dan Bawahan Dapat Meningkatkan Produktivitas Tim
  • Intipesan
  • Com
Intipesan.com (2020, Maret 20) Hubungan Yang Baik Antara Atasan dan Bawahan Dapat Meningkatkan Produktivitas Tim.
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Brigadir J, Skenario Sambo hingga Motif Habisi Nyawa Ajudan
  • Q Hidayat
Hidayat, Q. (2023, Februari 23). Kilas Balik Kasus Pembunuhan Brigadir J, Skenario Sambo hingga Motif Habisi Nyawa Ajudan. Dalam https://nasional.okezone.com/read/2023/02/13/337/2763780/kilas-balik-kasus-pembun uhan-brigadir-j-skenario-sambo-hingga-motif-habisi-nyawa-ajudan?page=2 (Diakses pada 7 Maret 12.15)