ArticlePDF Available

Population Dynamics of Narrow-Bareed Mackerel (Scomberomorus commersonii) and Wolf Herring (Chirocentrus dorab) in Malacca Strait Waters

Authors:
  • Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

Abstract and Figures

Narrow barred Spanish mackerel and wolf herring is an important commodity that has commercialized intensively to fulfill the needs of the market, both domestic and export. Research has been conducted from June-August 2020 in Malacca Strait Waters. The purpose of this study is to analyze the dynamics of population parameters such as growth rate, mortality rate, exploitation rates, and recruitment patterns of narrow barred mackerel (Scomberomorus commerson) and wolf herring (Chirocentrus dorab). The sample size of spanish mackerel was taken at random from the purse seiner and gillnet catches. Data of size obtained were used for the analysis of population dynamics parameters. Some population dynamics parameters were estimated using the program FISAT II. Von Bertalanffy growth parameters of spanish mackerel were derived L and growth rate (K),for males 772.8 mm and 0.5/year and for females 979.65 mm and 1,7/year, and wolf herring was derived L and growth rate (K), for males 871.5 mm and 0.59/year and for females 1048.95 mm and 0.65/year, respectively. Total mortality (Z) of Spanish mackerel males and females was 0.61/year and 4.07/year and wolf herring males and females were 0.36/year and 1,3/year. Fishing mortality rate of Spanish mackerel (F) for males and females was 0,13/year and 3.07/year high than the natural mortality rate (M) 0.48/year and 1/year and the wolf herring fishing mortality rate for males and females was 0.16/year and 0.78/year lower than natural mortality rate (M) 0.52/year. Exploitation rate (E) of Spanish mackerel for males and females was 0.21/year and 0.75/year and wolf herring for males and females was 0.44/ year and 0,6/year, that almost full exploitation when compared with the optimum of 0.40. The recruitment pattern of Spanish mackerel for males was (14.59%) in June and for females was (26.84%) in August and wolf herring for males was (16.02) in June and for females was (28.63%) in July.
Content may be subject to copyright.
JURNAL PERIKANAN DAN KELAUTAN
Volume 27 No. 3, Oktober 2022: 358-365
358
e-issn : 2721-8902
p-issn : 0853-7607
Dinamika Populasi Ikan Tenggiri (Scomberomorus
commersonii) dan Ikan Parang (Chirocentrus dorab) di
Perairan Selat Malaka
Population Dynamics of Narrow-Bareed Mackerel (Scomberomorus
commersonii) and Wolf Herring (Chirocentrus dorab) in Malacca
Strait Waters
Wilda Mardiyah1*, Muhammad Fauzi1, Deni Efizon1
1Prodi Ilmu Kelautan, Pascasarjana Universitas Riau
Kampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru, Kec. Tampan, Kota Pekanbaru 28293
*email: wlidamardiyah555@gmail.com
Abstrak
Diterima
26 Agustus 2022
Disetujui
20 September 2022
Ikan tenggiri dan ikan parang merupakan komoditas penting yang telah
dikomersial secara intensif untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik
maupun ekspor. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2020 di
Perairan Selat Malaka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dinamika
parameter populasi seperti laju pertumbuhan, laju kematian, laju eksploitasi, dan
pola rekrutmen ikan tenggiri dan parang. Data ukuran yang diperoleh digunakan
untuk menganalisis parameter dinamika populasi. Beberapa parameter dinamika
populasi diamati menggunakan program FISAT II. Parameter pertumbuhan Von
Bertalanffy ikan tenggiri (L) dan laju pertumbuhan (K), jantan 772,8 mm dan
0,5/tahun, betina 979,65 mm dan 1,7/tahun. Ikan parang (L) dan (K), untuk jantan
871,5 mm dan 0,59/tahun, betina masing-masing 1048,95 mm dan 0,65/tahun.
Total mortalitas (Z) ikan tenggiri jantan dan betina adalah 0,61/tahun dan
4,07/tahun dan ikan parang jantan dan betina adalah 0,36/tahun dan 1,3/tahun.
Angka kematian penangkapan ikan tenggiri (F) jantan dan betina 0,13/tahun dan
3,07/tahun lebih tinggi dari angka kematian alami (M) 0,48/tahun dan 1/tahun dan
angka kematian ikan parang jantan dan betina 0,16 /tahun dan 0,78/tahun lebih
rendah dari angka kematian alami (M) 0,52/tahun. Laju eksploitasi (E) ikan
tenggiri jantan dan betina adalah 0,21/tahun dan 0,75/tahun dan parang jantan dan
betina adalah 0,44/tahun dan 0,6/tahun, yang hampir dimanfaatkan secara penuh
jika dibandingkan dengan optimum 0,40. Pola rekrutmen ikan tenggiri jantan
(14,59%) pada bulan Juni dan betina (26,84%) pada bulan Agustus, parang jantan
(16,02) pada bulan Juni dan betina (28,63%) pada bulan Juli.
Kata Kunci: Ikan Tenggiri, Ikan Parang, Dinamika Populasi
Abstract
Narrow barred Spanish mackerel and wolf herring is an important commodity that
has commercialized intensively to fulfill the needs of the market, both domestic
and export. Research has been conducted from June-August 2020 in Malacca
Strait Waters. The purpose of this study is to analyze the dynamics of population
parameters such as growth rate, mortality rate, exploitation rates, and recruitment
patterns of narrow barred mackerel (Scomberomorus commerson) and wolf
herring (Chirocentrus dorab). The Sample size of spanish mackerel was taken at
randomly from the purse seiner and gillnet catches. Data of size obtained were
used for the analysis of population dynamics parameters. Some population
dynamics parameters were estimated using the program FISAT II. Von
Bertalanffy growth parameters of spanish mackerel were derived L and growth
Mardiyah et al. Dinamika Populasi Ikan Tenggiri
359
rate (K),for males 772.8 mm and 0.5/year and for females 979.65 mm and
1,7/year and wolf herring was derived L and growth rate (K), for males 871.5 mm
and 0.59/year, and for females 1048.95 mm and 0.65/year, respectively. Total
mortality (Z) of spanish mackerel males and females was 0.61/year and 4.07/year
and the wolf herring males and females was 0.36/year and 1,3/year. Fishing
mortality rate of spanish mackerel (F) for males and females was 0,13/year and
3.07/year high than natural mortality rate (M) 0.48/year and 1/year and wolf
herring fishing mortality rate for males and females was 0.16/year and 0.78/year
lower than natural mortality rate (M) 0.52/year. Exploitation rate (E) of spanish
mackerel for males and females was 0.21/year and 0.75/year and wolf herring for
males and females was 0.44/ year and 0,6/year, that almost full exploitation when
compared with optimum of 0.40. The recruitment pattern of Spanish mackerel for
males was (14.59%) in June and for females was (26.84%) in August and wolf
herring for males was (16.02) in June, and for females was (28.63%) in July.
Keyword: Scomberomorus commerson, Chirocentrus dorab, Population dynamic
1. Pendahuluan
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang terdiri dari daratan bagian
pesisir Timur Pulau Sumatera. Secara geografis, letak wilayah Kabupaten Bengkalis berada pada posisi 2030’-
0017’ Lintang Utara dan 100052’- 102010’ Bujur Timur. Perairan Kabupaten Bengkalis termasuk dalam bagian
wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Selat Malaka yang artinya mengalami kelebihan penangkapan ikan.
Berdasarkan hasil survei 2019, perairan Kabupaten Bengkalis sebagain besar dimanfaatkan oleh nelayan dengan
skala 1-10 GT (Suharjo, komunikasi pribadi). Nelayan 1-10 GT umumnya menggunakan jaring dan pancing
sebagai alat penangkapan ikan. Ikan-ikan yang tertangkap dari ikan jenis pelagis besar. Merujuk WPP 718,
potensi ikan pelagis besar yaitu 818.870 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 655.096 ton dan
tingkat pemanfaatan E= 0.99, yang artinya sudah mendekati batas maksimum E=1 (KEPMEN KP Nomor 50
Tahun 2017). Sementara itu merujuk pada DKP Kab. Bengkalis sejak tahun 2011-2015 telah terjadi penurunan
produksi perikanan yang berasal dari kegiatan penangkapan yang diduga akibat overfishing yang terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya. Beberapa jenis ikan pelagis besar diataranya adalah ikan tenggiri (Scomberomorus
commersonii) dan ikan parang (Chirocentrus dorab). Peningkatan jumlah konsumsi ikan tenggiri dan ikan
parang yang terus bertambah mengakibatkan harga jual yang meningkat pula, sehingga para nelayan berupaya
melakukan penangkapan ikan secara berlebihan sehingga mengalami overfishing.
Belum adanya manajemen yang baik tentang pengelolaan sumberdaya ikan pelagis besar khususnya ikan
tenggiri dan ikan parang dapat membahayakan keberlangsungan hidup ikan tersebut. Apabila kondisi ini terjadi,
maka berdampak pada keberlanjutan perikanan (Noegroho & Hidayat, 2014). Agar pemanfaatan sumberdaya
ikan tenggiri dan ikan parang di perairan Kabupaten Bengkalis dapat dilakukan secara berkelanjutan maka
pengelolaan kawasan tersebut harus dilakukan terus menerus secara terarah dengan memperhatikan kondisi
terkini yang didasarkan pada pengetahuan atau tinjauan ilmiah, sehingga kebijakan pengelolaan kawasan serta
optimasi pemanfaatannya dapat ditentukan. Dengan demikian pola pengelolaan dan konservasi sumberdaya
ikan di perairan Kabupaten Bengkalis dapat menjamin kelestarian ikan tenggiri dan ikan parang.
Kajian tentang dinamika populasi ikan tenggiri dan ikan parang yang mencakup laju pertumbuhan dan laju
mortalitas merupakan informasi penting yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan manajemen pengelolaan
sumberdaya perikanan (Ernawita & Raharjo, 2013; Hidayat 2014), yang dapat mempertahankan
keberlangsungan hidup ikan tenggiri dan ikan parang. Berdasarkan hal ini, perlu dilakukannya penelitian tentang
dinamika populasi dan biologi reproduksi ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) dan ikan Parang
(Chirocentrus dorab) di perairan Selat Malaka
2. Bahan dan Metode
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juni sampai Agustus 2020 yang berlokasi di
Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis.
2.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, dimana ikan tenggiri dan ikan parang
yang ditangkap oleh nelayan berada di Perairan Selat Malaka dan didaratkan di Tempat Pengumpulan Ikan
Dinamika Populasi Ikan Tenggiri Mardiyah et al.
360
Kecamatan Bantan yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dan diukur 2 kali dalam 1 bulan selama 3 bulan
lama penelitian. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder.
2.3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer meliputi pengukuran panjang dan bobot ikan. Pengukuran panjang total ikan
dilakukan dengan penggaris 60 cm dengan ketelitian 1 mm. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur dari
ujung mulut (bagian depan) hingga ujung ekor (bagian belakang). Data bobot diperoleh dari hasil penimbangan
bobot basah total ikan, yaitu total jaringan tubuh ikan dan air yang terkandung di dalam tubuh ikan. Dalam
pengambilan data bobot digunakan timbangan digital dengan skala terkecil 1 gram. Pengambilan data sekunder
juga dilakukan selama penelitian berlangsung dengan mengumpulkan data jumlah tangkapan ikan dan alat
tangkap yang digunakan nelayan yang bersumber dari Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Bengkalis. Data
sekunder yang dikumpulkan terdiri dari data jenis kapal, alat tangkap yang digunakan, dan kondisi umum
lingkungan Perairan Selat Malaka. Secara umum dalam penelitian ini analisis data yang digunakan oleh penulis
adalah analisis deskriptif yang kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel, skema, dan diuraikan.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Kondisi Umum Lokasi
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu daerah kepulauan yang ada di Provinsi Riau. Luas wilayah
Kabupaten Bengkalis 7.773,93 km2 yang terdiri dari pulau-pulau dan lautan. Tercatat sebanyak 16 pulau utama
di samping pulau-pulau kecil lainnya yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Bengkalis
memiliki garis pantai sepanjang 446 km yang artinya memiliki potensi dalam bidang perikanan. Berdasarkan
data statistik jumlah penduduk Kabupaten Bengkalis pada tahun 2016 mencapai 551.683 jiwa dan diprediksi
akan terus meningkat (Hanifurrahman, 2019). Oleh karena semakin meningkatnya jumlah penduduk dan potensi
hasil lautan yang menjanjikan maka Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu daerah perikanan yang penting
di Provinsi Riau.
3.2. Alat Tangkap dan Armada Penangkapan Ikan
Armada perikanan tangkap di Kabupaten Bengkalis terdiri dari Kapal Motor (KM), Motor Tempel (MT) dan
Perahu Tanpa Motor (PTM). Kapal Motor (KM) teridentifikasi berdasarkan tonase-nya, yaitu KM 1-5 GT, 6-10
GT, dan >10 GT. Jumlah total armada perikanan pada tahun 2018 sebanyak 2.683 armada, sedangkan pada
tahun 2019 sebanyak 2.660, hal tersebut mengindikasikan adanya penurunan sebanyak 23 armada. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bengkalis sebagian besar nelayan
menggunakan alat tangkap berupa jaring insang (Gill Net) dengan ukuran mata jaring (mesh size) 2 inchi.
Khususnya pada kecamatan Bantan jumlah jaring yang digunakan oleh para nelayan kurang lebih sebanyak
10.019 buah.
Semakin besar luas bukaan mata jaring yang digunakan maka akan semakin besar pula size ikan yang
tertangkap begitupun sebaliknya. Pernyataan ini sesuai dengan Hamley (1975) dalam Delly (2011) yang
menyatakan bahwa lingkar tubuh maksimu dapat menggambarkan secara tepat bagaimana ukuran ikan itu
sendiri mempengaruhi selektivitas jaring. Karenanya seleksi ukuran mata jaring menjadi penting dalam
penentuan konstruksi jaring insang, dimana perlu mempertimbangkan ukuran tubuh ikan yang menjadi tujuan
penangkapan. Menurut Naesje et al. dalam Irpan et al. (2018), bahwa gill net merupakan alat tangkap yang
selektif, dalam pengoperasiannya ukuran mata jaring yang berbeda akan menangkap jenis dan ukuran ikan yang
berbeda.
3.3. Hubungan Panjang dan Bobot Ikan
Ikan tenggiri jantan dan betina memiliki nilai koefisien b masing-masing 1,3532 dan 1,7136 serta ikan
parang jantan dan betina memiliki nilai koefisien b masing-masing 1,5149 dan 1,7338 (alometri negatif karena
b<3), artinya baik ikan tenggiri maupun ikan parang pada lokasi penelitian mengalami pertambahan panjang
tubuh lebih cepat dibandingkan dengan penambahan bobot tubuhnya. Ikan tenggiri yang tertangkap saat
penelitian sebagain besar berukuran 300-399 mm dengan bobot 204-474 g sebanyak 105 ekor. Pada kasus ikan
parang dominan berukuran panjang 400-499 mm dengan bobot 312-634 g sebanyak 208 ekor.
Merujuk pada Collete & Nauen (1983), biasanya ikan tenggiri banyak dijumpai pada ukuran 220 cm,
sedangkan menurut Widodo (1989) disebutkan bahwa panjang ikan ini biasanya tertangkap pada ukuran 230
cm. Adanya variasi ukuran dominan ikan tenggiri yang tertangkap berkaitan dengan alat tangkap yang
digunakan oleh para nelayan. Perbedaan ukuran mata jaring akan menyebabkan perbedaan ukuran ikan yang
tertangkap, semakin kecil ukuran mata jaring yang digunakan maka semakin kecil ikan yang tertangkap dan
demikian sebaliknya (Pane et al., 2020). Berdasarkan observasi lapangan penangkapan ikan tenggiri dan ikan
parang di Perairan Selat Melaka sebagian besar menggunakan jaring dan sebagian kecil menggunakan pancing.
Mardiyah et al. Dinamika Populasi Ikan Tenggiri
361
A
B
Gambar 1. Hubungan panjang-bobot ikan (A= ikan parang, B=ikan tenggiri)
3.4. Distribusi Frekuensi Ikan Tenggiri dan Ikan Parang
Sebaran frekuensi panjang ikan tenggiri dan ikan parang selama penelitian dapat dikelompokkan ke dalam
10 kelas ukuran. Kelas ukuran terendah ikan tenggiri jantan pada rentang 202-559 mm, ikan tenggiri betina pada
rentang 204-284 mm, dan kelas ukuran tertinggi ikan tenggiri jantan pada rentang 726-784 mm, ikan tenggiri
betina pada rentang 929-1010 mm. Kelas ukuran terendah ikan parang jantan pada rentang 350-409 mm, ikan
parang betina pada rentang 360-430 mm dan kelas ukuran tertinggi ikan parang jantan pada rentang 831-880
mm, ikan parang betina pada rentang 1.002-1.071 mm.
Adanya variasi selang kelas ukuran ikan yang tertangkap disetiap bulan diduga karena meningkatnya
tekanan penangkapan atau rekrutmen yang membentuk kelompok ukuran panjang yang baru pada setiap
bulannya. Merujuk Ashida & Orie (2015), menyebutkan bahwa jika pada suatu perairan terdapat perbedaan
ukuran dan jumlah ikan, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan
ukuran pertama kali matang gonad, perbedaan masa hidup, dan adanya pemasukan jenis ikan atau spesies baru
pada suatu populasi ikan yang sudah ada. Spesies ikan yang sama tetapi hidup di lokasi perairan yang berbeda
akan mengalami pertumbuhan yang berbeda karena adanya faktor-faktor yang mempengeruhi pertumbuhan baik
dari faktor internal maupun eksternal. Adapun faktor internal diantaranya: (1) keturunan; (2) jenis kelamin; (3)
umur, dan; (4) penyakit (Effendie, 2002). Perbedaan jumlah hasil tangkapan pada setiap bulan juga diduga
karena adanya perbedaan kondisi di perairan. Merujuk pada Lowe McConnel dalam Tarigan (2017), migrasi,
mortalitas dan pemijahan menyebabkan terjadinya naik turun populasi ikan, selain itu fkrekuensi ikan juga
dipengaruhi oleh ketersedian sumber pakan bagi ikan.
3.5. Faktor Kondisi
Secara umum diperoleh nilai faktor kondisi ikan tenggiri jantan dan betina terendah pada bulan Juni masing-
masing sebesar 0,94 dan 0,99 dan nilai tertinggi pada bulan Juli masing-masing sebesar 1,11 dan 1,16.
Berbanding terbalik dengan nilai faktor kondisi ikan parang jantan dan betina, dimana nilai terendah pada bulan
Agustus masing-masing sebesar 0,98 dan 1,01 dan tertinggi pada bulan Juni masing-masing sebesar 1,02.
Tingginya nilai faktor kondisi ikan tenggiri dan ikan parang pada pada bulan juli mengindikasikan bahwa
pada saat itu lingkungan mendukung kehidupan ikan baik dari segi sumber pakan dan kondisi fisik perairan.
Sumber pakan diduga melimpah yang mengandung banyak sekali protein, lemak dan karbohidrat sebagai
makanan ikan tenggiri dan ikan parang. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan
antara ikan dengan lingkungannya. Tinggi dan rendahnya nilai faktor kondisi yang didapatkan selama penelitian
juga diduga dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan umur yang berbeda-beda. Menurut Effendie (2006) bahwa
besarnya faktor kondisi tergantung pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada, kondisi organisme,
ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan perairan. Richter (2007); Blackwell et al. (2000) menambahkan
y = 0.129x1.3532
R² = 0.7679
0
200
400
600
800
1000
0 200 400 600 800
Bobot (g)
Panjang (mm)
y = 0.0369x1.5149
R² = 0.5103
0
200
400
600
800
1000
1200
0 500 1000
Bobot (g)
Panjang (mm)
y = 0.0106x1.7338
R² = 0.8168
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
0 500 1000
Bobot (g)
Panjang (mm)
Dinamika Populasi Ikan Tenggiri Mardiyah et al.
362
bahwa faktor kondisi dapat dihitung untuk menilai kesehatan ikan secara umum, produktivitas dan kondisi
fisiologi dari populasi ikan.
3.6. Laju Pertumbuhan
Pengkajian parameter pertumbuhan populasi dianalisis berdasarkan data frekuensi panjang total, yang
dikumpulkan selama waktu 3 bulan dimulai dari bulan Juni - Agustus 2021. Untuk hasil tangkapan ikan selama
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah ikan tenggiri dan parang yang tertangkap dari bulan Juni-Agustus
Bulan
Jumlah Sampel (ekor)
TL (mm)
W (g)
Tenggiri
Parang
Tenggiri
Parang
Tenggiri
Parang
Juni
104
107
270-850
360-920
166-2700
312-1621
Juli
94
90
202-753
370-910
191-2391
314-1621
Agustus
92
90
230-800
350-950
210-2301
312-1700
Tabel 2. Parameter Pertumbuhan K, L∞ , t0 Ikan Tenggiri dan Ikan Parang di Perairan Selat Melaka, Bengkalis
Ikan
Jenis Kelamin
Nilai
n
(L∞)
K
t0
(ekor)
(mm)
(tahun)
(tahun)
Tenggiri
Jantan
156
772,8
0,5
0,131
(Scomberomorus comersonii)
Betina
134
979,65
1,7
0,351
Parang
Jantan
128
871,5
0,59
0,109
(Chirocentrus dorab)
Betina
159
1048,95
0,65
0,093
Berdasarkan persamaan di atas, maka dapat dihitung pertambahan panjang ikan untuk setiap tahunnya
sampai mencapai panjang maksimum. Pertambahan panjang ikan akan semakin meningkat sejalan dengan
pertambahan umur ikan sampai batas maksimum pertumbuhan atau pada suatu waktu pertambahan panjang
mendekati nol (Tabel 2). Sari et al. (2013), menjelaskan bahwa kurva pertumbuhan panjang ikan yang cepat
terjadi pada umur muda dan semakin melambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang
asimptotiknya dimana ikan tidak bertambah panjang lagi. Hal ini didukung dengan pernyataan Effendie (2002)
sesuai dengan konsep pertumbuhan bersifat autocataiytic, bahwa pertumbuhan akan berjalan lambat, kemudian
akan berjalan cepat kemudian akan berjalan lambat hingga mencapai panjang tertentu, maka pertumbuhan akan
berjalan konstan. Besarnya populasi ikan di perairan antara lain ditentukan oleh makanan yang tersedia,
rekrutmen, pertumbuhan dan kematian. Sedangkan laju pertumbuhan setiap organisme sangat dipengaruhi oleh
umur dan habitat ikan tersebut.
A
B
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Ikan (A= Ikan Tenggiri, B= Ikan Parang)
0
200
400
600
800
1000
0 5 10 15
Panjang (mm)
Umur (Bulan)
Lt= 772,80[1-e0,500(t+0,131)
0
200
400
600
800
1000
1200
0 5 10 15
Panjang (mm)
Umur (Bulan)
Lt= 979,65[1-e1,700(t+0,351)
0
200
400
600
800
1000
0 5 10 15
Panjang ikan (mm)
Umur (bulan)
Lt=871,5[1-e-0,59(t+0,109)
0
200
400
600
800
1000
1200
0 5 10 15
Panjang ikan (mm)
Umur (bulan)
Lt=1048,95[1-e-0,65(t+0,093)
Mardiyah et al. Dinamika Populasi Ikan Tenggiri
363
3.7. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pendugaan mortalitas bertujuan untuk melihat tingkat kematian ikan. Mortalitas terdiri atas mortalitas total
(Z) yang dipengaruhi oleh mortalitas alami (M) dan mortalitas penan gkapan (F). Laju eksploitasi diduga untuk
menentukan kondisi sumber daya perikanan. Berikut merupakan hasil analisis mortalistas dan laju eksploitasi
ikan tenggiri dan ikan parang yang disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 4.5) dan kurva (Gambar 2).
A
B
Gambar 3. Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan ( A= Ikan Tenggiri, B=Ikan Parang)
Laju mortalitas total, mortalitas alami, mortalitas penangkapan dan laju eksploitasi ikan tenggiri dan ikan
parang total, dianalisis menggunakan suhu rata-rata permukaan laut perairan Selat Melaka yang berkisar antara
2435oC (Azani 2012). Berdasarkan Tabel 4.5. Laju mortalitas ikan tenggiri jantan dan betina masing-masing
(Z=0,61 dan 4,07) jauh lebih besar dibandingkan ikan parang jantan dan betina yang masing-masing (Z=0,36
dan 1,3). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kematian total dari ikan tenggiri jauh lebih besar dibandingkan
dengan ikan parang sehingga stok terhadap ikan tenggiri lebih rentan dibandingkan dengan ikan parang. Jika
dilihat dari laju mortalitas alaminya, laju mortalitas alami (M) ikan tenggiri juga lebih besar dibandingkan ikan
parang, yang artinya bahwa ikan tenggiri lebih cepat mencapai panjang asimtotik (L∞) dan lebih cepat mati.
Oleh karenanya, laju mortalitas alami (M) ikan tenggiri lebih besar dibandingkan ikan parang. Merujuk Sparre
dan Venema (1999), mortalitas alami disebabkan akibat pemangsaan, penyakit, stress, pemijahan, kelaparan,
dan usia tua.
Laju eksploitasi (E) diperoleh dari perbandingan laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total
(Z) pada ikan tenggiri jantan dan betina masing-masing sebesar 0,21 dan 0,75 dan ikan parang jantan dan betina
masing-masing sebesar 0,44 dan 0,6. Hal ini berarti 21% kematian ikan tenggiri jantan dan 75% kematian ikan
tenggiri betina dari mortalitas total keseluruhan disebabkan oleh aktivitas penangkapan sedangkan pada ikan
parang hanya sebesar 44% dan 60%. Sehingga laju eksploitasi (E) pada ikan parang belum melewati milai
optimum, sementara untuk ikan tenggiri telah melewati nilai optimum suatu sumberdaya yaitu sebesar 0,5
(Gulland 1971 in Paully 1984). Dari hasil temuan ini berarti ikan parang belum mengalami over exploitation,
sementara untuk ikan tenggiri telah mencapai over exploitation. Apabila penangkapan yang dilakukan pada
suatu perairan yang telah mengindikasikan kondisi over fishing (Boer & Aziz 2007), maka akan mengakibatkan
keuntungan yang diperoleh nelayan secara ekonomi pun akan berkurang karena jumlah ikan yang diperoleh
semakin menurun dengan peningkatan upaya penangkapan yang dilakukan
3.8. Rekruitmen
Ikan dengan pertumbuhan cepat memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri dari pengaruh lingkungan
dan penangkapan (Nurulludin et al., 2020). Terjadinya perbedaan kecepatan pertumbuhan tersebut dipengaruhi
Dinamika Populasi Ikan Tenggiri Mardiyah et al.
364
oleh ketersediaan makanan di lingkungan hidup ikan, karena kecepatan pertumbuhan terseut akan berbeda pada
tahun yang berbeda juga, terutama pada ikan yang masih muda ketika kecepatan tersebut relatif lebih cepat
dibandingkan dengan ikan yang sudah besar. Cepatnya pertumbuhan dan pendeknya umur ikan
mengindikasikan laju kematian yang cukup tinggi. Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan oleh faktor
internal yaitu faktor genetik, parasit dan penyakit dan faktor eksternal yaitu kualitas perairan dan ketersediaan
makanan (Effendie, 1997).
A
B
Gambar 4. Rekrutmen Ikan ( A= Ikan Tenggiri, B=Ikan Parang)
Berdasarkan data distribusi ukuran panjang total dari ikan tenggiri mempunyai satu puncak rekrutmen dalam
setahun (Gambar 4). Hal ini mengindikasikan ikan tenggiri jantan di perairan Selat Melaka memijah satu kali
dalam satu tahun pada bulan Juni yaitu sebesar 14,59% sedangkan tenggiri betina pada Agustus sebesar 26,84
%. Pada kasus ikan parang jantan mempunyai satu puncak rekruitmen yaitu pada bulan Juni sebesar 16,02 %,
sedangkan ikan parang betina pada Juli sebesar 28,63% (Gambar 4). Tingginya nilai rekrutmen yang didapat
diduga adanya masukan individu baru. Menurut Ongkers (2006) pola rekrutmen ikan memiliki keterkaitan
dengan waktu pemijahan. Pendugaan pola rekrutmen dengan program FISAT seringkali tidak sesuai dengan
kenyataannya di alam. Hal ini disebabkan karena model tersebut didasarkan pada dua asumsi yaitu semua
sampel ikan tumbuh dengan satu set tunggal parameter pertumbuhan dan satu bulan dalam setahun selalu
terdapat nol rekrutmen (Pauly, 1984). Perbedaan pola rekrutmen dipengaruhi ketersedian stok dewasa,
keberhasilan reproduksi (hatching rate), mortalitas per rekrutmen baik pada tahap larva maupun juvenil, dan
kualitas lingkungan perairan (Effendie, 2002).
4. Kesimpulan
Jumlah ikan tenggiri yang ditemukan selama pengamatan pada bulan Juni, Juli dan Agustus berturut-turut
104, 93, dan 93 ekor dengan total sebanyak 290 ekor. Jumlah ikan parang yang ditemukan selama pengamatan
pada bulan Juni, Juli dan Agustus berturut-turut 107, 90 dan 90 ekor dengan 287 ekor. Berdasarkan hubungan
panjang-bobot ikan, ikan tenggiri dan ikan parang memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif (b<3), artinya
baik ikan tenggiri maupun ikan parang pada lokasi penelitian mengalami pertambahan panjang tubuh lebih cepat
dibandingkan dengan penambahan bobot tubuhnya. Sebaran frekuensi dikelompokkan ke dalam 11 kelas dengan
kelas terendah untuk ikan tenggiri adalah 202-272 mm dan tertinggi 912-983 mm, untuk ikan parang kelas
terendah adalah 350-415 mm dan tertinggi 1.009-1.074 mm. Faktor kondisi ikan tenggiri cenderung meningkat,
sementara faktor kondisi ikan parang cenderung menurun. Von Bertallanfy untuk ikan tenggiri jantan yang
Mardiyah et al. Dinamika Populasi Ikan Tenggiri
365
tertangkap di perairan Selat Melaka adalah Lt= 772,8 [1-e-0,50(t+0,131)], dengan nilai Loo=772,8 dan nilai koefisien
pertumbuhan (K) adalah 0,50, sedangkan ikan tenggiri betina adalah Lt= 979,65 [1-e-1,70(t+0,351)], dengan nilai
Loo=979,65 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) adalah 1,70. Persamaan pertumbuhan Von Bertallanfy yang
diperoleh dari metode ELEFAN-1 untuk ikan parang jantan diketahui Lt= 871,5 [1-e-0,59(t-0,109)] dengan nilai
Loo= 871,5 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) adalah 0,59 dan ikan parang betina adalah Lt= 1048,95 [1-e-
0,65(t+0,093)], dengan nilai Loo=1048,95 dan nilai koefisien pertumbuhan (K) adalah 0,65.
Laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) ikan tenggiri jantan (Z=0,61 dan M=0,48) ikan
tenggiri betina (Z=4,07 dan M=1) jauh lebih besar dibandingkan ikan parang jantan (Z=0,36 dan M=0,52) ikan
parang betina (Z=1,3 dan M=0,52) Artinya bahwa ikan tenggiri lebih cepat mencapai panjang asimtotik (L∞)
dan lebih cepat mati. Laju eksploitasi (E) ikan tenggiri sebesar 21% dan 75% dari mortalitas total keseluruhan
disebabkan oleh aktivitas penangkapan dan pada ikan parang hanya sebesar 44% dan 60%. Ikan tenggiri jantan
mempunyai satu puncak rekrutmen dalam setahun pada Juni yaitu sebesar 14,59% sedangkan tenggiri betina
pada Agustus sebesar 26,84 % dan ikan parang jantan mempunyai satu puncak rekruitmen yaitu pada bulan
Juni sebesar 16,02 %, sedangkan ikan parang betina pada Juli sebesar 28,63%..
5. Referensi
[FAO] Food Agriculture Organization of the United Nations. (2015). FISAT II-FAO -ICLARM Stock Assessment Tool.
http://www.fao.org/fishery/topic/16072/en#4. Diakses 28 Agustus 2021.
Ashida, H., T. Tanabe, K. Satoh, A. Fukui, S. Tanaka, N. Suzuki. (2010). Reproductive biology of male skipjack tuna
Katsuwonus pelamis (Linnaeus) in the tropical western and central Pacific Ocean. Fish Sci. 76: 785793.
Azani, R., Sari, T.E.Y., & Usman. (2012). Variabilitas Spasial dan Temporal Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di
Perairan Selat Malaka Melalui Citra Satelit Aqua Modis. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 1(1):23-43.
Blackwell, B.G., Brown, M.L & Willis, D.W. (2000). Relative weight (Wr) status and current use in fisheries assessment
and management. Reviews in fisheries Science. 8: 1-44.
Boer, M., Aziz, K.A. (2007). Gejala Tangkap Lebih Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda. Ilmu-Ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia. 14(2): 167-172.
Collete, B.B., C.E. Nauen. (1983). Scombrids of the world. FAO spesies catalogue. Roma. Italy. 136p.
Delly, D.P.M. (2011). Efisiensi Penangkapan Jaring Insang Lingkar dengan Ukuran Mata Jaring dan Nilai Pengerutan yang
Berbeda di Perairan Pesisir Negeri Waai. Jurnal Pengembangan Pulau-Pulau Kecil.
Effendie, M.I. (2002). Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Pustaka Nusatama.
_______. (2006). Metoda Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan Pustaka Nusantara. 41 hlm
Irpan, A., Djunaidi, & Hertati, R. (2018). Pengaruh Ukuran Mata Jaring (Mesh Size) Alat Tangkap Jaring Insang (Gill Net)
Terhadap Hasil Tangkapan di Sungai Lirik Kecamatan Jangkat Timur Kabupaten Merangin Provinsi Jambi. Journal
Pengelolaan Sumberdaya Perairan, 2(2): 1-11.
Nurulludin., Siswantining, T., Taufik, M., Purwoko, R.M. (2020). Parameter Populasi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan
Kuniran (Upeneus sulphureus, Cuvier 1829) di Perairan Selat Malaka. Jurnal Kelautan dan Perikanan Terapan,
3(1): 37-44
Ongkers, O.T.S. (2006). Pemantauan Terhadap Parameter Populasi Ikan Teri Merah (Encrasicholina heteroloba) di Teluk
Ambon Bagian Dalam. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV di Jatiluhur tanggal 29-30 Agustus 2006. Masyarakat
Iktiologi Indonesia kerjasama dengan Loka Riset Pemacuan Stok Ikan, PRPT-DKP, Departemen MSP-IPB, dan
Puslit Biologi LIPI: 31-40.
Pane, A.R.P., S. Mardlijah, B. Nugraha, A. Suman. (2020). Aspek biologi dan dinamika populasi ikan tenggiri
(Scomberomorus commerson Lacepede 1800) di Perairan Arafura. Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan
Perikanan, 9(1): 68-82.
Pauly, D. (1984). Fish Population Dynamics in Tropical Waters: A Manual For Use With Programmable Calculators.
Manila. Philippines: International Center For Living Aquatic Resources Management.
Richter, T.J. (2007). Development and evaluation of standard weight equations for bridgelip sucker and largescale sucker.
North American Journal of Fisheries Management, 27: 936-939.
Sari, W.A.P. Subandiyono, & S. Hastuti. (2013). Pemberian Enzim Papain untuk Meningkatkan Pemanfaatan Protein Pakan
dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Larasati (Oreochromis niloticus Var.). Universitas Diponegoro. Journal of
Aquaculture Management and Technology 2(1):1-12
Sparre, P., & Venema, S.C. (1999). Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I: Manual. Food and Agriculture
Organisation. UNO. 438 pp.
Tarigan, A., Bakti, D., & Desrita. (2017) Tangkapan dan tingkat kematangan gonad Ikan selar kuning (Selariodes leptolepis)
di Perairan Selat Malaka. Acta Aquatica, 4(2): 44-52.
Widodo, J. (1989). Sistematika, biologi dan perikanan tenggiri (Scomberomorus, Scombridae) di Indonesia. Oseana, 14(4):
145-150.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
The Arafura waters are rich in fishery resources such as shrimp, demersal fish, pelagic fish, and crustaceans. The Tenggiri fish (Scomberomorus commerson) is the mainstay of pelagic fisheries and is dominant landed in 2 (two) locations in Poumako (Mimika) and Dobo (Aru Islands). The number of samples measured during the study was 2,645 species derived from the waters of Arafura. The production of fisheries increased to be an indication that it is necessary to manage the intensive utilization of fish resources to keep the population. Management requires basic scientific study of biological aspects and population dynamics of Narrow-bareed mackerel. The study was conducted from March to December 2017 in Poumako and Dobo. The 35-130 cmFL fish size structure is dominant at a size of 95 cmFL with negative allometric growth. The length at the first catch is 78 cmFL with a growth rate of (K) = 0.86 per year and an infinitive length (L∞) = 136.5 cmFL. Fish were first to catch at the age of 10 months, and the age reached infinitive (L∞) is 9.5 years old. The recruitment of the fish from August (11.82%) up to October (18.13%) with a peak of September at 23.75%. The fishing mortality (F) is higher than that of natural mortality (M) so that the exploitation rate (F) = 0.67, which indicates that overfishing has occurred in this area. One form of fisheries management that can be done is to limit the fishing season to provide the opportunity of fish to reproduce and recruitment to restore the population. Keywords: Biological aspects, dynamic population, Scomberomorus commerson, Arafura, Poumako, Dobo Abstrak. Perairan Arafura kaya akan sumberdaya perikanan baik udang, ikan demersal, ikan pelagis dan krustasea. Ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) menjadi andalan perikanan pelagis dari perairan ini dan dominan didaratkan pada dua lokasi yaitu di Poumako (Mimika) dan Dobo (Kepulauan Aru). Jumlah sampel yang diukur selama penelitian adalah 2.645 ekor ikan tenggiri. Adapun tujuan dari kajian ini untuk perencanaan pengelolaan terhadap pemanfaatan ikan tenggiri yang semakin pasif dieksploitasi sehingga populasinya tetap terjaga. Oleh karena itu pengelolaan ini memerlukan dasar kajian ilmiah berupa aspek biologi dan dinamika populasi ikan tersebut. Penelitian ini dilakukan dari Maret hingga Desember 2017 di Poumako dan Dobo. Hasil analisis distribusi panjang ikan menunjukkan nilai antara 35-130 cmFL, dimana dominan yang tertangkap pada ukuran 95 cmFL dengan pola pertumbuhan allometrik negatif. Ukuran pertama kali ikan tertangkap adalah 78 cmFL dengan laju pertumbuhan (K) = 0,86 per tahun dan panjang infinitif (L∞) = 136,5 cmFL. Ikan pertama kali tertangkap diestimasikan pada usia 10 bulan dan umur saat mencapai panjang infinitif (L∞) adalah 9,5 tahun. Rekruitmen ikan ini diestimasikan berlangsung pada Agustus (11,82%) hingga Oktober (18,13%) dengan puncak rekruitmen terjadi pada bulan September sebesar 23,75%. Nilai kematian akibat penangkapan (F) lebih tinggi dibandingkan dengan kematian alamiah (M) sehingga tingkat pemanfaatannya (F) = 0,67 yang artinya ikan sudah mengalami overfishing. Salah satu bentuk pengelolaan perikanan ikan tenggiri yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi musim penangkapan agar memberikan kesempatan ikan melakukan reproduksi dan rekruitmen di perairan sehingga dapat memulihkan populasi. Kata kunci: Aspek biologi, dinamika populasi, Scomberomorus commerson, Arafura, Poumako, Dobo
Article
Full-text available
Sumberdaya ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di Selat Malaka telah dieksploitasi sejak lama dengan alat tangkap pukat tarik, terutama sebelum adanya moratorium pelarangan alat tangkap trawl dan sejenisnya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - November 2014 di Perairan Selat Malaka. Pengukuran panjang cagak ikan kuniran diambil secara acak terhadap 2.694 sampel yang dilakukan di PPS Belawan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis beberapa parameter pertumbuhan populasi ikan kuniran (Upeneus sulphureus) di Selat Malaka. Analisis data parameter populasi dianalisis menggunakan FAO-ICLARM Stock Assessement Tools (FISAT). Hasil analisis diperoleh beberapa parameter populasi ikan kuniran dengan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0,80 per tahun, (L∞) 21,0 cm, (M) 1,73 per tahun (F) 2,51 per tahun, dan E 0,59 per tahun. Penambahan baru individu ke dalam populasi berlangsung sepanjang tahun dan mencapai puncaknya terjadi pada akhir musim timur (Juni – Agustus) sampai musim peralihan II (September – Nopember). Pemanfaatan ikan kuniran di perairan Selat Malaka sebelum moratorium pelarangan pukat tarik dalam kondisi jenuh (Fully exploited).
Article
Full-text available
Biologi reproduksi meliputi distribusi frekuensi panjang, hubungan berat-panjang tubuh, rasio jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks somatic gonad (IKG), diameter telur. Data primer yang digunakan adalah panjang dan berat tubuh, bobot dan gonad Ikan yang diperoleh dari 360 ekor sampel. Data sekunder dikumpulkan dari Laporan Statistik Perikanan PPS Belawan berupa jumlah produksi, dan jumlah tangkapan ikan tahun 2011-2016. Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekuensi panjang ikan berkisar antara 110 mm - 163 mm. pola pertumbuhan ikan adalah alometrik negatif dengan koefisien korelasi jantan dan betina mendekati 1 yaitu 0,812 dan 0,733. Indeks kematangan gonad untuk ikan betina adalah lebih besar dibanding ikan jantan. Tingkat kematangan gonad diperoleh dari tingkat I, II, III, dan IV. Reproductive biology including length frequency distribution, long weight relationship, sex ratio, gonadal maturity level, gonadal somatic index and egg diameters. Primary data used is lenght and body weight. Weighting obtained as many as 360 samples. Secondary data was collected from Fishing Statistical Report of PPS Belawan, which were the amount of production, and fishing effort of the year 2011-2016. The results showed the frequency distribution of fish length of 110 mm – 163 mm. Character growth negative allometric with a correlation coefficient males and females approximate to 1 whereas 0.812 and 0.733. Gonadal maturity index for females fish than large from males fish. Gonadal maturity index obtained by the I, II, III, and IV.
Article
Full-text available
Fisheries assessment tools originally created for use with game fish populations are now helping to assess individual nongame species and to evaluate fish communities. Length and weight measurements of individuals within a species can be summarized into condition indices that give insight into the health and condition of the individual and the aquatic community. Such data (weight (g) and total length (TL, mm)) were obtained for 105 populations of bridgelip suckers Catostomus columbianus and 135 populations of largescale suckers C. macrocheilus from three northwestern states. These data were used to develop standard weight (Ws) equations via the regression-line percentile (RLP) and empirical percentile (EmP) methods. Length constraints were 130–460 mm TL for bridgelip suckers and 170–640 mm TL for largescale suckers. The data set was limited by TL constraints and split into development and validation sets. The RLP method yielded the following Ws equations: log10Ws = −5.01699 + 3.02648·log10TL for bridgelip suckers and log10Ws = −4.94684 + 2.99720·log10TL for largescale suckers. Equations based on the EmP method were log10Ws = −5.09721 + 3.04947·log10TL for bridgelip suckers and log10Ws = −5.2586 + 3.12136·log10TL for largescale suckers. For both species, the relative weights produced from RLP and EmP equations differed by less than 10%. However, differences were inconsistent over the length range, indicating a length-related bias. Based on this assessment, use of EmP Ws equations for bridgelip suckers and largescale suckers is recommended. Further, the EmP method should be used to establish new Ws equations.
Article
Full-text available
Condition assessment is commonly practiced by fisheries personnel as one tool for evaluating fish populations and communities. Several noninvasive condition measures are available for use, including Fulton's condition factor (K), relative condition factor (Kn), and relative weight (Wr). The use of Wr as a condition measure has increased within several peer-reviewed journals. In 1995 to 1996, survey responses from agency personnel in 48 states indicated that 22 states used Wr as a standard technique, 18 states identified Wr use as occasional, whereas only eight states indicated no Wr use. The regression-line-percentile technique is recommended for developing standard weight (Ws) equations. There are currently Ws equations available for 52 species and three purposeful hybrids. Length-related trends in condition need to be evaluated prior to calculating a population mean Wr. Relative weight target ranges should be adjusted to meet specific management objectives. Relative weight values are influenced by seasonal dynamics. The uses of Wr may go beyond just a measure of fish “plumpness.” Relative weight can serve as a surrogate for estimating fish body composition, as a measure of fish health, and to assess prey abundance, fish stockings, and management actions.
Article
The reproductive biology of male skipjack tuna Katsuwonus pelamis was examined from May 2005 to December 2007 in the tropical western and central Pacific Ocean. Testis maturity was classified into five stages (i.e., immature, early maturation, mid maturation, late maturation, and regression) on the basis of morphological changes in the germinal epithelium. The testis duct system (TS), which was characterized by lobules that lack spermatocysts, store only sperm, and form an anastomosing network, was located under the main sperm duct. The TS was observed at all stages of maturity except the immature stage, and first appeared in individuals with a fork length (FL) of 38–40cm. The estimated minimum size at first maturity was 35.5cm FL and the size at 0.5 maturity was 40.7cm in FL. It was difficult to clearly differentiate the testis maturity stage based solely on the gonad index (GI) class because each GI class contained mature fish. Monthly changes in testis height index and GI did not follow a seasonal cycle. Mature individuals dominated throughout the year. These results imply that male skipjack tuna in this area showed evidence of spawning activity throughout the year without a clear seasonal pattern. KeywordsGerminal epithelium-Maturity-Reproduction-Spawning-Sperm-Testis
Variabilitas Spasial dan Temporal Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selat Malaka Melalui Citra Satelit Aqua Modis
  • R Azani
  • T E Y Sari
  • Usman
Azani, R., Sari, T.E.Y., & Usman. (2012). Variabilitas Spasial dan Temporal Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selat Malaka Melalui Citra Satelit Aqua Modis. Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan. 1(1):23-43.
Gejala Tangkap Lebih Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia
  • M Boer
  • K A Aziz
Boer, M., Aziz, K.A. (2007). Gejala Tangkap Lebih Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14(2): 167-172.
Scombrids of the world. FAO spesies catalogue
  • B B Collete
  • C E Nauen
Collete, B.B., C.E. Nauen. (1983). Scombrids of the world. FAO spesies catalogue. Roma. Italy. 136p.
Efisiensi Penangkapan Jaring Insang Lingkar dengan
  • D P M Delly
Delly, D.P.M. (2011). Efisiensi Penangkapan Jaring Insang Lingkar dengan Ukuran Mata Jaring dan Nilai Pengerutan yang Berbeda di Perairan Pesisir Negeri Waai. Jurnal Pengembangan Pulau-Pulau Kecil.