ArticlePDF Available

Berpikir Positif dan Rasa Bersyukur terhadap Resiliensi Diri (Studi Pada Karyawan yang terkena PHK di Masa Pandemi Covid-19)

Authors:

Abstract

ABSTRAK Masa pandemi Covid-19 menimbulkan beberapa akibat, yakni banyak perusahaan yang mengalami penurunan ekonomi, sehingga mereka memilih untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Tujuan untuk mengetahui hubungan berpikir positif dan rasa bersyukur dengan resiliensi pada karyawan yang terkena PHK, khususnya laki-laki yang bekerja dan untuk mengetahui cara mengembangkan resiliensi terhadap korban PHK. Metode menggunakan kuantitatif pendekatan korelasional. Data dikumpulkan melalui 3 macam kuesioner, yaitu berpikir positif, rasa beryukur, dan resiliensi diri. Responden berjumlah 99 orang yang berasal dari daerah Tambun Selatan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja di perusahaan yang disebabkan penurunan ekonomi di dalam perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara berpikir positif dan rasa bersyukur dengan resiliensi diri. Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa berpikir positif memiliki nilai korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan rasa bersyukur. Kata Kunci : berpikir positif, rasa bersyukur, resiliensi diri, ABSTRACT The Covid-19 pandemic period caused several consequences, namely many companies experienced an economic downturn, so they chose to terminate their employment (PHK). The purpose of this study was to determine the relationship between positive thinking and gratitude with resilience in employees affected by layoffs, especially working men and to find out how to develop resilience to victims of layoffs. The method uses a quantitative correlational approach. Data were collected through 3 kinds of questionnaires, namely positive thinking, gratitude, and self-resilience. Respondents were 99 people who came from the South Tambun area experienced termination of employment at the company due to the economic downturn in the company. The data were analyzed through the correlational method. The results showed that there was a positive and significant relationship between positive thinking and gratitude and self-resilience. Furthermore, the results of the study show that positive thinking has a greater correlation value than gratitude.
Jurnal Social Philantropic
2022, Vol.1, No.2, 31-39
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas
Bhayangkara Jakarta Raya
e-ISSN: xxxx xxxx; p-ISSN:
31
Berpikir Positif dan Rasa Bersyukur terhadap Resiliensi Diri
(Studi Pada Karyawan yang terkena PHK di Masa Pandemi Covid-19)
1Dela Aulia, 2Amira Nurul Rezeki, 3Nurul Syamsiyah,4Wustari, L Mangundjaya
1,2,3,4Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya
liadela452@gmail.com
ABSTRAK
Masa pandemi Covid-19 menimbulkan beberapa akibat, yakni banyak perusahaan yang
mengalami penurunan ekonomi, sehingga mereka memilih untuk melakukan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK). Tujuan untuk mengetahui hubungan berpikir positif dan rasa bersyukur dengan resiliensi
pada karyawan yang terkena PHK, khususnya laki-laki yang bekerja dan untuk mengetahui cara
mengembangkan resiliensi terhadap korban PHK. Metode menggunakan kuantitatif pendekatan
korelasional. Data dikumpulkan melalui 3 macam kuesioner, yaitu berpikir positif, rasa beryukur, dan
resiliensi diri. Responden berjumlah 99 orang yang berasal dari daerah Tambun Selatan yang
mengalami Pemutusan Hubungan Kerja di perusahaan yang disebabkan penurunan ekonomi di dalam
perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara
berpikir positif dan rasa bersyukur dengan resiliensi diri. Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan
bahwa berpikir positif memiliki nilai korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan rasa bersyukur.
Kata Kunci : berpikir positif, rasa bersyukur, resiliensi diri,
ABSTRACT
The Covid-19 pandemic period caused several consequences, namely many companies experienced an
economic downturn, so they chose to terminate their employment (PHK). The purpose of this study
was to determine the relationship between positive thinking and gratitude with resilience in employees
affected by layoffs, especially working men and to find out how to develop resilience to victims of
layoffs. The method uses a quantitative correlational approach. Data were collected through 3 kinds
of questionnaires, namely positive thinking, gratitude, and self-resilience. Respondents were 99 people
who came from the South Tambun area experienced termination of employment at the company due to
the economic downturn in the company. The data were analyzed through the correlational method.
The results showed that there was a positive and significant relationship between positive thinking and
gratitude and self-resilience. Furthermore, the results of the study show that positive thinking has a
greater correlation value than gratitude.
Keywords : positive thinking, gratitude, and resilience
DELA AULIA, A.N REZEKI, NURUL SYAMSIYAH, W.L MANGUNDJAYA
32
LATAR BELAKANG
Pandemi Covid-19 di Indonesia,
memiliki dampak tidak hanya pada faktor
kesehatan, tetapi juga memengaruhi faktor
ekonomi dan sosial. Hal ini mengakibatkan
terpengaruhnya keberlangsungan di dunia
usaha yang berujung pada terganggunya
hubungan kerja. Situasi ini mengakibatkan
sebagian perusahaan mengalami penurunan
pendapatan, kerugian, hingga penutupan
usaha, sehingga dengan adanya pandemi
Covid-19 banyak karyawan yang terkena
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) (Santi &
Pondalos, 2021).
Data yang diperoleh dari
(PikiranRakyat.com) menunjukkan bahwa
sejumlah 1.651 buruh adalah karyawan yang
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Hasil tersebut menjadi yang terbesar di Jawa
Barat. Sedangkan, di Kabupaten Bekasi,
terdapat 6.206 pekerja terdampak yang
berasal dari 460 perusahaan. Dari data
tersebut, dampak dari pandemi Covid-19
pada PHK juga menyebabkan adanya
pengurangan kompensasi pesangon yang
diberikan perusahaan dengan alasan merugi
(force majeure). Hal ini mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja dan perusahaan. Terjadinya PHK
pada karyawan membuat mereka menjadi
frustrasi dan mengalami stres, sehingga
membutuhkan suatu usaha untuk bangkit
kembali. Usaha untuk bangkit kembali
tersebut disebut dengan resiliensi. Menurut
penelitian Fitriana (2021) resiliensi diri
berperan penting untuk kehidupan yang
dipenuhi dengan tantangan dengan cara
membantu mengurangi dari setiap masalah
yang sedang dialami oleh seseorang.
Resiliensi adalah karakteristik positif yang
mendorong adaptasi individu dan
memoderasi efek negatif dari stres (Wagnild
& Young, 1993). Hal ini yang
memungkinkan individu untuk berkembang
secara positif ketika dihadapkan pada situasi
kesulitan.
Penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Kawilarang dan Kadiyono (2021)
mengenai gambaran resiliensi karyawan
swasta yang terkena PHK akibat pandemi
Covid-19, menunjukkan bahwa resiliensi
atau kapasitas individu melakukan pemulihan
terhadap kesehatan mentalnya masih kurang
optimal. Meskipun mereka terlihat memiliki
motivasi untuk bangkit kembali, akan tetapi
motivasi tersebut masih kurang konsisten.
Oleh karena itu, bagi karyawan yang terkena
PHK, sebaiknya dapat mengembangkan
pemikiran yang positif agar karyawan
memiliki perasaan sehat dan produktif
kembali saat menghadapi kondisi dan situasi
yang ada. Hal ini diharapkan dapat membuat
mereka menjadi lebih resilien terhadap hidup
yang dihadapinya.
Penelitian terdahulu terdapat berbagai
variabel yang memengaruhi munculnya
resiliensi antara lain kemampuan berpikir
positif (Basith, Novikayati, dan Santi (2020).
Berpikir positif adalah suatu potensi dasar
yang telah mampu mendorong individu untuk
berbuat dan bekerja dengan
menginvestasikan semua kemampuan
kemanusiaanya.
Selain berpikir positif penelitian
lainnya menunjukkan rasa bersyukur
memengaruhi resiliensi. Pertanyaan yang
muncul adalah sejauh mana variabel berpikir
positif dan rasa bersyukur memengaruhi
resiliensi kepada mereka yang tekena PHK.
Terdapat penelitian mengenai rasa beryukur
terhadap korban PHK dari Pondalos dan
Santi (2021), yang memperoleh hasil bahwa
terdapat korelasi antara kebersyukuran
dengan resiliensi, sehingga menunjukan
bahwa semakin tinggi kebersyukuran yang
dirasakan karyawan korban PHK, maka akan
semakin tinggi pula resiliensi yang dimiliki
karyawan korban PHK pada masa pandemi
Covid-19.
Tujuan penelitian ini, yaitu untuk
mengetahui hubungan berfikir positif dan
rasa bersyukur dengan resiliensi pada
karyawan yang terkena PHK, khususnya
laki-laki yang bekerja dan untuk mengetahui
bagaimana cara mengembangkan resiliensi
diri terhadap laki-laki yang menjadi korban
BERPIKIR POSITIF DAN RASA BERSYUKUR TERHADAP RESILIENSI DIRI
33
PHK. Penelitian ini diharapkan memiliki
manfaat bagi karyawan yang terkena PHK
bahwa berpikir positif dan rasa bersyukur
akan dapat memunculkan resiliensi diri.
Resiliensi didefinisikan sebagai
karakteristik positif yang mendorong
adaptasi individu dan memoderasi efek
negatif dari stres (Wagnild & Young, 1993),
memungkinkan individu untuk berkembang
secara positif ketika dihadapkan pada situasi
kesulitan. Resiliensi adalah proses
beradaptasi, baik dalam kondisi tragedi,
trauma, maupun kejadian lainnya yang
mungkin dapat menyebabkan stres
(Mahmood & Ghaffar, 2014). Resiliensi
dapat membantu individu dalam menghadapi
kesulitan dan membantu individu melakukan
penyesuaian diri secara lebih baik (Hou dkk.,
2016). Lebih lanjut, Utami dan Helmi (2017)
menjelaskan bahwa dengan mempunyai
resiliensi, dianggap akan lebih mampu
meningkatkan keterampilan-keterampilan
dalam hidup yang membantu individu untuk
menentukan langkah atau keputusan atas
kehidupan yang dijalani. Di masa pandemi
Covid-19, individu harus mampu untuk
menumbuhkan perasaan resiliensi dalam diri
individu tersebut agar tidak terlalu larut
dalam kondisi buruk yang sedang dihadapi
dan akan lebih mampu untuk memberikan
perhatian yang tepat pada diri sendiri ketika
sedang berada dikondisi yang kurang baik.
Berpikir positif adalah cara berpikir
positif individu mempunyai pandangan
bahwa setiap permasalahan pasti ada jalan
pemecahannya dan suatu pemecahan yang
tepat diperoleh melalui proses intelektual
yang sehat (Caprara & Steca 2006). Berpikir
Positif merupakan keterampilan yang
dimiliki individu dalam menerima situasi dan
kondisi yang tengah dihadapi secara positif,
sehingga individu tersebut memiliki
kepuasan dalam hidupnya, meyakini
kemampuan yang dimilikinya sehingga harga
diri menjadi meningkat, serta berpikir secara
optimis dalam meraih harapan kesuksesan
akan masa depannya. Berpikir positif adalah
cara memandang segala persoalan yang
muncul dari sudut pandang yang positif,
karena dengan berpikir positif individu
mempunyai pandangan bahwa setiap
permasalahan pasti ada jalan pemecahannya
dan suatu pemecahan yang tepat diperoleh
dari melalui proses intelektual yang sehat.
Menurut Seligman (2006) optimisme
adalah kebiasaan berpikir positif yang dilihat
melalui gaya penjelasan individu terhadap
peristiwa yang dialami atau yang belum
dialami. Orang yang optimis juga percaya
bahwa lingkungannya akan memberikan
secara adil dan rata atas peristiwa yang
dialaminya. Kebiasaan berpikir optimis bisa
dipelajari oleh semua orang.
Lebih lanjut, Hill dan Riff (2014)
menyatakan bahwa berpikir positif dapat
membuat individu mampu membangun
harapan dan mengatasi keputusasaan serta
ketidakberanian. Melalui cara dengan
mengembangkan berpikir positif, maka
individu diharapkan akan dapat memiliki
perasaan yang sehat dan produktif saat
menanggapi orang lain dan saat memilih
suatu tindakan tertentu. Melalui perkataan
lain, berpikir positif dapat membantu
individu yang terkena PHK untuk mampu
melalui ujian kehidupan dengan baik.
Individu yang berpikir positif cenderung
lebih percaya diri dalam menjalani
kehidupan.
Penelitian terdahulu mengenai
hubungan antara Berpikir Positif dan
Resiliensi dengan stres pada petugas
kesehatan dalam menghadapi virus Covid-19
menunjukkan bahwa berpikir positif
memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan dengan stres, artinya semakin
seseorang mampu berpikir positif, maka akan
dapat menurunkan tingkat stres orang
tersebut dalam menghadapi wabah Covid-19
(Basith, 2020). Berdasarkan diskusi tersebut
di atas, maka didirikan hipotesa sebagai
berikut:
Hipotesa 1: Terdapat Hubungan Positif
antara Berpikir Positif dengan Resiliensi
Rasa bersyukur
DELA AULIA, A.N REZEKI, NURUL SYAMSIYAH, W.L MANGUNDJAYA
34
Kebersyukuran memiliki hubungan
negatif yang signifikan dengan perasaan
depresif, dengan kata lain bila seseorang
merasa bersyukur maka hal ini akan
membuatnya tidak mengalami depresi. Saat
individu merasa bersyukur, maka akan
mengalami hubungan yang lebih kuat dengan
Tuhan, sehingga akan mendapatkan perasaan
yang penuh kedamaian dan kepuasan. Dalam
hal ini, rasa bersyukur membuat individu
tidak cepat mengeluh, menghargai yang
terjadi di dalam kehidupan, dan mampu untuk
meningkatkan kesabaran dari setiap kejadian
yang dialami.
Berbagai penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh McCullough, Tsang, &
Emmons (2004) dan Hoffman (2015) serta
penelitian mengenai rasa beryukur terhadap
korban PHK dari Pondalos dan Santi (2021),
yang memperoleh hasil bahwa terdapat
korelasi antara kebersyukuran dengan
resiliensi, sehingga menunjukan bahwa
semakin tinggi kebersyukuran yang
dirasakan karyawan korban PHK, maka akan
semakin tinggi pula resiliensi yang dimiliki
karyawan korban PHK pada masa pandemi
Covid-19. Berdasarkan hasil diskusi dan hasil
penelitian tersebut diatas, maka hipotesa
kedua sebagai berikut:
Hipotesa 2: Terdapat hubungan positif
antara rasa bersyukur dengan resiliensi
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian menggunakan metode
kuantitatif. Menurut Arikunto (2013)
menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif
adalah suatu pendekatan penelitian yang
menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data
tersebut, serta penampilan hasilnya. Peneliti
menggunakan pendekatan korelasional.
Menurut Soesilo (2018), penelitian
korelasional adalah suatu penelitian untuk
membuktikan sejauh mana keterlibatan
hubungan antara suatu variabel dengan
variabel satu atau lebih variabel lainnya.
Pada penelitian ini, akan dilakukan
pembuktian apakah ada hubungan antara
berfikir positif dan rasa bersyukur terhadap
resiliensi diri bagi pegawai yang terkena
PHK di masa Pandemi Covid-19.
Responden Penelitian
Penentuan responden (sampling)
dilakukan dengan cara purposive random
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
dengan pertimbangan tertentu Sugiyono
(2019). Responden diambil daerah Tambun
Selatan karena Bekasi merupakan salah satu
kota industri dengan terdapatnya yang
memiliki cukup banyak perusahaan padat
karya. Selain itu, berdasarkan pengamatan
peneliti banyak perusahaan di lokasi ini yang
melakukan PHK.
Untuk itu, karakteristik responden
adalah pernah mengalami PHK dan domisili
di Kabupaten Tambun Selatan, sehingga
pengambilan sampel berdasarkan purposive
random sampling. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Sudjana (1988)
bahwa “tidak ada ketentuan yang baku atau
rumus yang pasti. Sebab keabsahan sampel
terletak pada sifat dan karakteristiknya
mendekati populasi atau tidak, bukan pada
besar atau banyaknya. Sudjana (1988),
McMillan & Schumacher (1984) berpendapat
bahwa untuk penelitian korelasional paling
tidak memiliki minimal 30 responden dalam
sebuah penelitian. Sehingga pada penelitian
ini telah diperoleh 101 responden, tetapi yang
bisa digunakan hanya 99 responden karena
terdapat 2 responden yang tidak lengkap saat
pengisian kuesioner.
Alat Ukur Penelitian
Berpikir Positif
Berpikir Positif merupakan
keterampilan yang dimiliki individu dalam
menerima situasi dan kondisi yang tengah
dihadapi secara positif, sehingga individu
tersebut memiliki kepuasan dalam hidupnya,
meyakini kemampuan yang dimilikinya
sehingga harga diri menjadi meningkat, serta
BERPIKIR POSITIF DAN RASA BERSYUKUR TERHADAP RESILIENSI DIRI
35
berpikir secara optimis dalam meraih harapan
kesuksesan akan masa depannya. Dapat
dikatakan bahwa berfikir positif berhubungan
dengan optimism untuk dapat meraih dari
harapan untuk kesuksesan di masa depan.
Menurut Seligman (2006) optimisme adalah
kebiasaan berpikir positif yang dilihat
melalui gaya penjelasan individu terhadap
peristiwa yang dialami atau yang belum
dialami. Menurut Seligman ada dimensi
berpikir positif, diantaranya: dimensi
permanence, pervasiveness, examples, dan
personalization.
Pada penelitian ini menggunakan
kuesioner yang berjumlah 15 aitem.
Kuesioner berpikir positif ini menggunakan
skala Likert dengan rentang 1-6, yaitu (1)
sangat tidak setuju (2) tidak setuju, (3) kurang
setuju, (4) cukup setuju, (5) setuju, dan (6)
sangat setuju. Kuesioner telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia dan dimodifikasi
oleh Mangundjaya, Aulia, Rezeki, dan
Syamsiyah (2022). Berkaitan dengan contoh
itemnya adalah sebagai berikut: 1), Saya
dengan penuh semangat berusaha mencapai
tujuan saya. 2) Tidak ada tugas yang terlalu
sulit bagi saya. 3) Saya selalu optimis tentang
masa depan saya.
Rasa Bersyukur
Rasa bersyukur adalah komponen
pengalaman emosional dan suasana hati
seseorang dalam kehidupan sehari-hari (lihat
McCullough, Tsang, & Emmons, 2004).
Pada penelitian menggunakan kuesioner
yang berjumlah 8 aitem. Kuesioner rasa
beryukur ini menggunakan skala Likert
dengan rentang 1-6, yaitu (1) sangat tidak
setuju (2) tidak setuju, (3) kurang setuju, (4)
cukup setuju, (5) setuju, dan (6) sangat setuju.
Kuesioner telah diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia dan dimodifikasi oleh
Mangundjaya, Aulia, Rezeki, dan Syamsiyah
(2022).
Contoh item adalah sebagai berikut:
1) Saya memiliki banyak hal dalam hidup
untuk dapat disyukuri. 2) Jika saya harus
membuat daftar semua yang dapat saya
syukuri, itu akan menjadi daftar yang sangat
panjang. 3) Saya memiliki banyak hal dalam
hidup untuk dapat disyukuri.
Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, pengujian
reliabilitas dilakukan dengan teknik
Cronbach’s Alpha (α). Hasil dari uji statistik
Cronbach’s Alpha (α) akan menentukan
instrument yang digunakan dalam penelitian
ini reliabel atau tidak. Azwar (2007)
berpendapat bahwa untuk menguji
reliabilitas dengan teknik Cronbach’s Alpha,
skala dikatakan reliable apabila korelasi
minimal α > 0.60.
Table 1 Cronbach’s Alpha
Angka
Status
0,90 ≤ r11<1,00
Reliabilitas Sangat
Tinggi
0,70 ≤ r11<0,90
Reliabilitas Tinggi
0,40 ≤ r11<0,70
Reliabilitas Sedang
0,20 ≤ r11<0,40
Reliabilitas Rendah
r11<0,20
Reliabilitas Sangat
Rendah
Tabel 2 Reliabilitas
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada
masing-masing variabel, maka diperoleh
nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,963 pada
Resiliensi Diri dan Berpikir Positif, sehingga
menunjukkan bahwa kedua skala tersebut
memiliki tingkat reliabilitas yang sangat
tinggi berdasarkan tabel 3. Rasa bersyukur
Cronbach's
Alpha
Jumlah
Aitem
Resiliensi Diri
.963
23
Berpikir Positif
.963
15
Rasa Bersyukur
.807
7
DELA AULIA, A.N REZEKI, NURUL SYAMSIYAH, W.L MANGUNDJAYA
36
memperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar
0,807, sehingga menunjukkan bahwa skala
tersebut memiliki tingkat reliabilitas tinggi
berdasarkan tabel 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
a. Statistik Deskriptif
Tabel 3 Statistik Deskriptif
N
Mini
mum
Maximu
m
Mean
Std.
Deviati
on
Berfikir
Positif
9
9
1
6
4.70
0.91
Rasa
Beryukur
9
9
0.88
5.25
4.22
0.69
Resiliens
i Diri
9
9
1
6
4.73
0.81
Valid N
(listwise)
9
9
Berdasarkan hasil tersebut di atas
tampak bahwa skor rata-rata Resiliensi Diri
menunjukkan skor yang lebih tinggi daripada
Rasa Bersyukur dan Berfikir Positif. Data
untuk mengukur Resiliensi, Berpikir Positif,
dan Rasa Bersyukur dikumpulkan
menggunakan skala Likert. Skala tersebut
terdiri dari Berpikir Positif 15, Rasa
Bersyukur 8, dan Resiliensi Diri 25 item
pernyataan. Berdasarkan dari tabel diatas,
nilai rata-rata skor Resiliensi adalah 4,73,
Berpikir Positif 4,70, dan Rasa Beryukur
4,22. Resiliensi Diri dengan skor minimum 1
dan maksimum 6, berpikir Positif dengan
skor minimum 1 dan maximum 6, dan Rasa
Bersyukur dengan skor minimum 0,88 dan
maximum 5,25. Sedangkan untuk
mengetahui sebaran skor Resiliensi Diri,
Berpikir Positif, dan Rasa Beryukur, dapat
dilihat dari skor standar deviasinya, yaitu
Resiliensi Diri sebesar 0,81, Berpikir Positif
sebesar 0,91, dan Rasa Bersyukur sebesar
0,69.
Hasil Perhitungan Korelasi
I. Uji Korelasi
Tabel 4 Uji Korelasi
Be
rpi
kir
Po
siti
f
Rasa
Bersy
ukur
Resi
liens
i
Diri
Berpik
ir
Positif
Pearso
n
Correl
ation
1
.828**
Sig.
(2-
tailed)
.000
N
99
99
Rasa
Bersyu
kur
Pearso
n
Correl
ation
1
.817**
Sig.
(2-
tailed)
.000
N
99
99
Resilie
nsi Diri
Pearso
n
Correl
ation
.828**
.817**
1
Sig.
(2-
tailed)
.000
.000
N
99
99
99
** Los, p<0.01
BERPIKIR POSITIF DAN RASA BERSYUKUR TERHADAP RESILIENSI DIRI
37
Berdasarkan hasil uji korelasi pada
tabel-tabel diatas, maka dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan positif (koefisien
korelasi bertanda positif 0,828) yang
signifikan (nilai signifikansi sebesar 0,000 <
0,05) antara berpikir positif dengan resiliensi
diri dan juga terdapatnya hubungan positif
(koefisien korelasi bertanda positif 0,817)
yang signifikan (nilai signifikansi sebesar
0,000 < 0,05) antara rasa bersyukur dengan
resiliensi diri.
1. Terdapat hubungan positif yang
signifikan antara berpikir positif
dengan resiliensi diri (koefisien
korelasi bertanda positif 0,828) yang
signifikan (nilai signifikansi sebesar
0,000 < 0,05), sehingga hipotesa 1
(satu) terbukti.
2. Terdapat hubungan positif
(koefisien korelasi bertanda positif
0,817 yang signifikan (nilai
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05)
antara rasa bersyukur dengan
resiliensi diri dan berpikir positif.
3. Dari hasil data yang diperoleh terlihat
bahwa berpikir positif dan rasa
beryukur memiliki hubungan positif
dan signifikan dengan resiliensi, di
mana berpikir positif memiliki nilai
yang lebih besar daripada rasa
bersyukur.
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, artinya hipotesa 1 dan 2 dapat
diterima dan mendukung karena terdapat
hubungan positif yang signifikan.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Dari hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara kemampuan berpikir
positif, serta rasa bersyukur dan resiliensi
diri) pada korban yang terkena PHK di daerah
Kabupaten Tambun. Semakin baik
kemampuan berpikir positif, dan rasa
bersyukur seseorang yang terkena PHK,
maka akan semakin tinggi pula resiliensinya.
Hasil ini selaras dengan penelitian terdahulu
tentang rasa bersyukur dengan resiliensi
karyawan korban PHK pada masa Pandemi
Covid-19 di Manado (Pondalos & Santi,
2021) yang menunjukan adanya hubungan
yang positif dan signifikan antara rasa
bersyukur dengan resiliensi artinya ada
hubungan yang kuat, positif, dan signifikan
antara kebersyukuran dengan Resiliensi.
Resiliensi dapat muncul dan berkembang
ketika karyawan yang mengalami Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) mempunyai rasa
kebersyukuran. Dengan perkataan lain,
semakin tinggi kebersyukuran yang
dirasakan karyawan korban PHK, maka
semakin tinggi juga resiliensi yang dimiliki
karyawan korban PHK pada masa pandemi
Covid-19.
Sementara itu, Jatmika (2016)
menyatakan bahwa berpikir positif adalah
pendekatan yang melihat tantangan dan
masalah yang ada dari sudut pandang yang
positif. Individu yang berpikir positif akan
memaknai situasi yang tidak menyenangkan
dengan cara pandang yang lebih positif dan
berusaha menghadapinya dengan cara yang
baik, belajar untuk melihat sisi baik dari
orang lain, memandang diri dan
kemampuannya secara lebih positif. Dalam
hal ini, rasa bersyukur pada korban PHK
menurut Emmons and Mishra (2012) adalah
konsep syukur pada implementasinya akan
mengarahkan kondisi yang positif bagi
individu salah satunya terkait dengan proses
menikmati hidup. Korban PHK yang
memiliki resiliensi byang kuat memiliki
kemampuan resiliensi akan lebih tahan dalam
menghadapi berbagai tekanan, dengan cepat
bangkit dari kondisi yang tidak
menyenangkan dan mampu mencari solusi
terbaik untuk mengubah keadaan yang tidak
menyenangkan menjadi menyenangkan
(Muniroh, 2012). Resiliensi disini membantu
untuk individu dalam beradaptasi dan
bertahan pada masalah yang sedang
dialaminya.
Selain itu, hasil penelitian ini senada
dengan hasil penelitian dari Basith (2020),
yang menunjukkan bahwa petugas kesehatan
(perawat) cukup mampu untuk berpikir
positif dan mempunyai resiliensi yang cukup
DELA AULIA, A.N REZEKI, NURUL SYAMSIYAH, W.L MANGUNDJAYA
38
baik, sehingga bisa mengatasi stres yang
dihadapinya. Lebih lanjut, hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian terdahulu mengenai
resiliensi dan rasa bersyukur dari Pondalos
dan Santi (2021), yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara rasa bersyukur dengan resiliensi.
Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif
yang signifikan antara kemampuan berpikir
positif dan rasa bersyukur dengan
kemampuan resiliensi diri (pada korban yang
terkena PHK di daerah Kabupaten Tambun).
Semakin baik kemampuan berpikir positif
pada korban yang terkena PHK, maka akan
semakin tinggi pula resiliensinya. Dari kedua
variabel tersebut, terlihat bahwa berpikir
positif memiliki hubungan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rasa bersyukur.
Sebaliknya, semakin seseorang memiliki cara
berpikir yang positif maka akan dapat
meningkatkan resiliensinya.
Masa Pandemi Covid-19 melonjak
naik dalam pemutusan hubungan kerja (PHK)
yang dilakukan di perusahaan, khususnya di
Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa
Barat. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
tersebut disebabkan karena adanya
penurunan ekonomi dan sosial, serta dampak
dari PHK yang menyebabkan munculnya
perbedaan mengenai kompensasi pesangon
yang diberikan perusahaan dengan asalan
merugi (force majeure).
Pada penelitan ini menunjukkan
bahwa individu yang menjadi korban PHK
yang mampu untuk berpikir positif dan
memiliki rasa bersyukur yang baik, akan
dapat mengembangkan resiliensi pada
dirinya sehingga pada waktu mengalami
kesulitan dan keterpurukan akan tetap dapat
menciptakan perasaan yang aman dan damai
dapat menjaga kesehatannya, baik psikis
maupun fisiknya.
Berdasarkan berbagai keterbatasan
yang ada, peneliti menyarankan sebagai
berikut: 1) Melakukan penelitian yang serupa
pada responden yang berbeda, di lokasi yang
berbeda, 2) Melakukan penelitian dengan
variabel yang berbeda misalnya, hubungan
antara pusat pengendalian internal dan efikasi
diri maupun variabel lainnya yang dapat saja
memunculkan resiliensi pada individu.
Saran lain yang merupakan saran
praktis adalah pemerintah alam hal ini
Kementerian Ketenagakerjaan dan atau
lembaga yang bergerak dibidang pelatihan
dapat memberikan pelatihan mengenai
berpikir positif dan rasa bersyukur kepada
para individu yang menjadi korban PHK
untuk dapat meningkatkan resiliensi mereka.
Ucapan Terima Kasih
Peneliti mengucapkan terima kasih
kepada Direktorat Jenderal Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik
Indonesia pada Program Kreativitas
Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-
RSH) yang telah memberikan dukungan dana
untuk melakukan penelitian ini dan
Universitas Bhayagkara Jakarta Raya, yang
telah memberikan pendampingan dalam
melakukan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Afwun, N. 2015. Resiliensi Pada Karyawan yang
Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
PHK. Undergraduate thesis. UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Ahmad Tanzeh. 2009. Pengantar Metode
Penelitian. Yogyakarta: Teras.
Andryandy, T. 2020. 6.206 Buruh di Kabupaten
Bekasi terdampak Covid-19, 1.651 di
antaranya Di-PHK. URL:
https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-
barat/pr-01367352/6206-buruh-di-
kabupaten-bekasi-terdampak-covid-19-
1651-di-antaranya-di-phk. Diakses pada 30
Maret 2022 pukul 17.50.
Basith, A. 2020. Hubungan Antara Berpikir Positif
dan Resiliensi dengan Stres Pada Petugas
Kesehatan dalam Menghadapi Virus Corona
(Covid 19). Tesis.
Narbuko, C., & Abu, A. H. 1999. Metodologi
penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
BERPIKIR POSITIF DAN RASA BERSYUKUR TERHADAP RESILIENSI DIRI
39
Emmons , R., McCullough, M. E., & Tsang, J.
2002. The Grateful Disposition: A
Conceptual and Empirical Topography.
Journal of Personality and Social
Psychology.
Emmons , R., McCullough, M. E., & Tsang, J.
2002. The Gratitude Questionnaire Six Item
Form (GQ-6).
Emmons, R. A., & McCullough, M. E. 2003.
Counting Blessings Versus Burdens: An
Experimental Investigation of Gratitude and
Subjective Well-Being in Daily Life. Journal
of Personality and Social Psychology, 84(2),
377389. https://doi.org/10.1037/0022-
3514.84.2.377
Fernandes, G., Amaral, A., & Varajão, J. 2018.
Wagnild And Youngs’s Resilience Scale
Validation For IS Students. Procedia
Computer Science, 138, 815822.
https://doi.org/10.1016/j.procs.2018.10.106
Fitriani, S., & Purwandari, E. 2022. Resilience of
Workers Who Have Been Laid Off Due to The
Covid-19 Pandemic. 19(1).
Gay, L., Mills, G., & Airasian, P. 2012. Educational
Research: Competencies for Analysis and
Applications. 10th Edition, Pearson, Toronto.
Hill, N, dan Ritt, M, J, H. 2014. Keys to Positive
Thinking. Virginia: Published By
Arrangement With The Napoleon Hill
Foundation 1 College Avenue, Wise.
Hou, X-L, Wang, H-Z, Guo, C, Gaskin, J, Rost, D,
& Wang, J.-L, H. 2016. Psychological
Resilience Can Help Combat The Effect Of
Stress On Problematic Social Networking
Site Usage. Journal Personality and
Individual Differences, hh. 61-65.
Jatmika, D. 2016. Berpikir Positif: Memaknai
Tantangan Hidup Secara Positif. Buletin
KPIN, 2(13)
Kawilarang, G. W., & Kadiyono, A. L. 2021.
Gambaran Resiliensi Karyawan Swasta yang
Terkena PHK Akibat Pandemi COVID-19.
PSIKODIMENSIA, 20(2), 219228.
https://doi.org/10.24167/PSIDIM.V20I2.358
1
Mahmood, K, & Ghaffar, A, H. 2014. The
Relathionship Between Resilience,
Psychological Distress and Subjective Well-
Being Among Dengue Fever Survivors.
Global Journal of Human-Social Science: A
Arts & Human-Psychology, vol. 14. no. 10.
Muniroh, S. M. 2012. Dinamika Resiliensi Orang
Tua Anak Autis, Jurnal Penelitian, 7(2). doi:
10.28918/jupe.v7i2.112.
Pandolos, T., & Santi, D. E. 2021. Kebersyukuran
dengan Resiliensi Karyawan Korban PHK
Pada Masa Pandemi Covid-19 di Manado.
ESENSI: Jurnal
Manajemen Bisnis, 23(3), 357370.
https://www.worldometers.info/coronavirus
Seligman, M E. P. 2006. Learned Optimism.
Sydney: Random House.
Soesilo, T. D. 2018. BAB IV Penelitian Inferensial
dalam Bidang Pendidikan. Penelitian
Inferensial dalam Bidang Pendidikan, 8388.
https://repository.uksw.edu/bitstream/12345
6789/19731/15/BOOK_Danny
Tritjahjo_Penelitian Inferensial dalam
Bidang Pendidikan_Bab 4.pdf
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Utami, C & Helmi, A. 2017. Self-Efficacy dan
Resiliensi: Sebuah Tinjauan Meta-Analisis.
Jurnal UGM Buletin Psikologi, vol. 25, no. 1,
hh. 54-65
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Abstrak: Pandemi COVID-19 telah menimbulkan dampak multi sektor, termasuk banyak perusahaan yang bangkrut karena tidak mampu bangkit kembali, sehingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawannya. Namun, pada situasi ini karyawan tersebut harus tetap berjuang dan berusaha untuk bisa tetap bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan usaha-usaha karyawan swasta, untuk tetap berusaha di tengah situasi PHK yang terjadi pada masa pandemi COVID- 19 atau yang lebih dikenal dengan resiliensi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif menggunakan alat ukur The Resilience Scale (RS) yang diadaptasi ke Bahasa Indonesia. Peneliti menyebarkan kuesioner daring di seluruh Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 124 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat resiliensi pegawai swasta yang terkena PHK berada pada tingkat sedang dengan persentase 64,5%, dan menjelaskan bahwa mereka memiliki usaha untuk mengatasi masalah, namun cenderung bersikap kurang stabil, serta memiliki emosi dan semangat tidak stabil. Aspek dimensi resiliensi yang tinggi adalah aspek personal competence yang meliputi ketekunan dan kemandirian. Kata kunci: Resiliensi, Karyawan Swasta, Pemutusan Hubungan Kerja, COVID-19, Pandemi Abstract: The COVID-19 pandemic has had multi-sectoral impacts, including many companies that went bankrupt because they were not able to get back up, so they did layoffs (PHK) to their employees. Employees who experience layoffs must continue to struggle and try to be able to continue working and fulfill their needs. This research aims to know and to describe the efforts of private sector employees to keep trying in the midst of the layoff situation that occurred during the COVID-19 pandemic or better known as resilience. This study uses a quantitative descriptive approach and used The Resilience Scale (RS) which was adapted to Indonesian. Data were obtained from 124 respondents, by distributing online questionnaires throughout Indonesia. The results of this study indicate that the level of resilience of private employees affected by layoffs is at a moderate level with a percentage of 64.5%, explaining that they have an effort to overcome problems but tend to be less stable, have emotions that are not organized and have ups and downs, and aspects of on the dimension of high resilience is the aspect of personal competence which includes perseverance and independence. Keywords: Resilience, Private Employees, Layoffs, COVID-19, Pandemic
Article
Full-text available
This paper describes a quantitative study for the validation of the Wagnild and Young’s Resilience Scale® to Information Systems Students. Individual resilience can be described as the person's ability to deal with problems, overcome obstacles, or resist the pressure caused by adverse situations, without entering into rupture. Therefore, resilience can have a significant role in students’ education. However, little is known about the determinants that might undermine the resilience level of students, as well as which could affect their mental status and wellbeing, thus requiring new research efforts. This paper shows that Wagnild and Young’s Resilience Scale® is suitable for Information Systems Students: Perseverance, Self-Reliance, Equanimity, Meaningfulness and Existential Aloneness, emerged as main themes from the principal components analysis, as in the original study by Wagnild and Young suggested. Additionally, it is demonstrated that health have influence in the individual resilience.
Article
Full-text available
In four studies, the authors examined the correlates of the disposition toward gratitude. Study 1 revealed that self-ratings and observer ratings of the grateful disposition are associated with positive affect and well-being prosocial behaviors and traits, and religiousness/spirituality. Study 2 replicated these findings in a large nonstudent sample. Study 3 yielded similar results to Studies 1 and 2 and provided evidence that gratitude is negatively associated with envy and materialistic attitudes. Study 4 yielded evidence that these associations persist after controlling for Extraversion/positive affectivity, Neuroticism/negative affectivity, and Agreeableness. The development of the Gratitude Questionnaire, a unidimensional measure with good psychometric properties, is also described.
Article
Full-text available
This article examined the correlation between self-efficacy and resilience with meta-analytic technique. The quanitative review includes 20 correlations from 15 studies. Two artifacts allow for correction in these study are sampling error and measurement error. Summary analysis provided support for the hypothesis that self-efficacy has a positive correlation to resilience. The result shows that the correlation of self-efficacy and resilience is 0.591, with the confidence level is 95%.
Article
The effect of a grateful outlook on psychological and physical well-being was examined. In Studies 1 and 2, participants were randomly assigned to 1 of 3 experimental conditions (hassles, gratitude listing, and either neutral life events or social comparison); they then kept weekly (Study 1) or daily (Study 2) records of their moods, coping behaviors, health behaviors, physical symptoms, and overall life appraisals. In a 3rd study, persons with neuromuscular disease were randomly assigned to either the gratitude condition or to a control condition. The gratitude-outlook groups exhibited heightened well-being across several, though not all, of the outcome measures across the 3 studies, relative to the comparison groups. The effect on positive affect appeared to be the most robust finding. Results suggest that a conscious focus on blessings may have emotional and interpersonal benefits.
Article
This study was aimed to test the association between perceived stress and problematic social networking site (SNS) usage, and to figure out whether psychological resilience moderated this relationship. The Perceived Stress Scale, Connor-Davidson Resilience Scale, and Facebook Intrusion Questionnaire were administered to N = 499 Chinese college students. The results showed that (1) perceived stress was positively associated with problematic SNS usage; 2) psychological resilience was negatively related with problematic SNS usage; and (3) psychological resilience moderated the relationship between perceived stress and problematic SNS usage. Specifically, the relationship between perceived stress and problematic SNS usage was statistically significant for students with a lower level of psychological resilience, while no significant association was found for those with a higher level of psychological resilience. The findings emphasize the importance of enhancing psychological resilience to decrease the likelihood of college students who experience higher level of stress from using SNS problematically.
Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja PHK. Undergraduate thesis
  • N Afwun
Afwun, N. 2015. Resiliensi Pada Karyawan yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja PHK. Undergraduate thesis. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Pengantar Metode Penelitian
  • Ahmad Tanzeh
Ahmad Tanzeh. 2009. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras.
Hubungan Antara Berpikir Positif dan Resiliensi dengan Stres Pada Petugas Kesehatan dalam Menghadapi Virus Corona
  • A Basith
Basith, A. 2020. Hubungan Antara Berpikir Positif dan Resiliensi dengan Stres Pada Petugas Kesehatan dalam Menghadapi Virus Corona (Covid 19). Tesis.
The Gratitude Questionnaire -Six Item Form (GQ-6)
  • R Emmons
  • M E Mccullough
  • J Tsang
Emmons, R., McCullough, M. E., & Tsang, J. 2002. The Gratitude Questionnaire -Six Item Form (GQ-6).