ArticlePDF Available

Pelatihan Komunikasi S-BAR pada Perawat untuk Mencegah Kesalahan Pemberian Obat Guna Meningkatkan Keselamatan Pasien

Authors:

Abstract

Latar Belakang Salah satu upaya guna memperbaiki keselamatan pasien di rumah sakit (RS) adalah dengan menerapkan komunikasi efektif baik antarperawat maupun perawat-petugas kesehatan lain. Namun, di RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi belum pernah dilakukan pelatihan komunikasi efektif menggunakan teknik SBAR. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan mempraktikkan komunikasi efektif dengan teknik S-BAR pada perawat guna mencegah kesalahan pemberian obat sehingga keselamatan pasien dapat terwujud. Metode Pelatihan ini menggunakan metode ceramah, diskusi interaktif dan simulasi/role play pelaksanan komunikasi efektif dengan teknik S-BAR pada 58 perawat pelaksana di RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi, Lampung Utara pada 4 Juli 2022. Media yang digunakan berupa materi tentang komunikasi efektif menggunakan teknik S-BAR. Pengetahuan diukur dengan melakukan pre dan post-test sebelum dan setelah pelatihan. Penilaian praktik komunikasi S-BAR dilakukan setelah role play melalui contoh kasus. Hasil Rata-rata pengetahuan perawat meningkat 42.6% setelah dilakukan pelatihan. Perawat juga dapat mempraktikkan teknik komunikasi S-BAR dengan benar. Kesimpulan Pelatihan komunikasi S-BAR terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat untuk mencegah kesalahan pemberian obat. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi rutin terkait pelaksanaan komunikasi S-BAR pada perawat. Pihak manajemen RS disarankan untuk memberikan pelatihan komunikasi S-BAR pada tenaga kesehatan secara berkala.
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
103
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas
(Journal of Community Health Service)
e-ISSN 2797-1309
https://jurnal.htp.ac.id/index.php/jpkk
Pelatihan Komunikasi S-BAR pada Perawat untuk Mencegah Kesalahan Pemberian Obat Guna
Meningkatkan Keselamatan Pasien
S-BAR Communication Training for Nurses to Prevent Medication Mistakes to Improve Patient
Safety
Bayu Anggileo Pramesona1*, Asep Sukohar2, Suharmanto3
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung1,3
Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung2
e-mail : bayu.pramesona@fk.unila.ac.id1*, asep.sukohar@fk.unila.ac.id2, suharmanto@fk.unila.ac.id3
Histori artikel
Received:
01-09-2022
Accepted:
05-09-2022
Published:
07-09-2022
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
104
PENDAHULUAN
Keselamatan pasien menjadi tanggungjawab semua pihak di rumah sakit (RS), termasuk perawat
sebagai salah satu tenaga kesehatan pun ikut berperan dalam mencegah terjadinya insiden keselamatan
pasien (IKP) (Tristantia, 2018). IKP didefinisikan sebagai kejadian yang tidak disengaja, namun dapat
mengakibatkan atau berpotensi menyebabkan cidera pasien yang sebenarnya dapat dicegah (Ministry of
Health of Indonesia, 2017). Joint Commission International (JCI) dan World Health Organitation (WHO)
mencatat setidaknya 70% kejadian kesalahan dalam pengobatan terjadi di beberapa negara, dengan lebih
dari 25.000 kasus kecatatan permanen di Australia, sebanyak 11% diantaranya akibat komunikasi yang
buruk antarpetugas kesehatan (World Health Organization, 2017). Di Indonesia, pada 2019 setidaknya
tercatat 7.465 laporan IKP dengan rincian kejadian nyaris cedera (38%), kejadian tidak cedera (31%), dan
kejadian tidak diharapkan (31% ) (Daud AW, 2020).
Salah satu faktor penyebab IKP adalah kegagalan komunikasi. Komunikasi efektif menjadi hal krusial
dalam mewujudkan keselamatan pasien oleh semua staf di RS (Ministry of Health of Indonesia, 2017).
Beberapa dampak buruk sebagai akibat dari komunikasi yang tidak efektif antarpetugas kesehatan seperti
terjadinya malpraktik, penambahan biaya operasional RS, serta membengkaknya biaya perawatan dan
pengobatan pasien (Cahyono, 2018). Komunikasi yang buruk dapat berdampak mengancam keselamatan
jiwa pasien (Tiwary, Rimal, Paudyal, Sigdel, & Basnyat, 2019), dan menjadi salah satu faktor utama
terjadinya medication errors (Daker WG et al., 2015). Penelitian menunjukkan pengaruh positif pelatihan
komunikasi dengan metode S-BAR terhadap implementasi keselamatan pasien khususnya terkait pemberian
obat (Dewi, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan Kepala Bidang Keperawatan dan Ketua Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP), pelatihan komunikasi S-BAR belum pernah dilakukan
di RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi. Oleh sebab itu, upaya untuk mencegah IKP kesalahan pemberian
obat melalui pelatihan komunikasi efektif S-BAR pada perawat perlu dilaksanakan dengan harapan terjadi
peningkatan pengetahuan dan pemahaman perawat dalam penggunaan komunikasi S-BAR.
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
105
TUJUAN
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat sehingga dapat
mempraktikkan teknik komunikasi S-BAR guna mencegah IKP kesalahan pemberian obat di RSD Mayjend
HM Ryacudu Kotabumi.
METODE
A. Tahap Persiapan
1. Melakukan diskusi lanjutan dengan kepala bidang keperawatan, kepala seksi asuhan dan mutu
pelayanan keperawatan dan ketua komite peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP) RSD
Mayjend HM Ryacudu Kotabumi tentang permasalahan utama yaitu belum pernah dilaksanakannya
pelatihan komunikasi teknik S-BAR pada perawat di RS.
2. Menyusun rencana acuan pelaksanaan kegiatan serta materi pelatihan tentang komunikasi efektif
menggunakan teknik S-BAR pada perawat di RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi.
3. Menyiapkan materi dan fotokopi materi pelatihan komunikasi efektif menggunakan teknik S-BAR pada
perawat di RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi (Gambar 1).
4. Menyusun soal pretest dan posttest sebanyak 10 soal untuk menilai tingkat pengetahuan perawat
tentang komunikasi efektif menggunakan teknik SBAR.
5. Melakukan koordinasi dengan kepala bidang keperawatan, kepala seksi asuhan dan mutu pelayanan
keperawatan, ketua dan anggota komite PMKP untuk teknis pelaksanaan implementasi kegiatan.
6. Menyiapkan administrasi persuratan, mengidentifikasi peserta dan tempat pelaksanaan kegiatan.
Gambar 1. Contoh materi tentang teknik komunikasi S-BAR
B. Tahap pelaksanaan
Kegiatan pelatihan komunikasi efektif dengan teknik S-BAR dilakukan secara offline. Sebanyak 58
perawat pelaksana perwakilan dari masing-masing unit yaitu unit rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat
terlibat aktif selama jalannya pelatihan. Evaluasi awal, proses dan akhir dilakukan untuk menilai keberhasilan
pelatihan ini. Pre-test sebagai evaluasi awal diberikan kepada para peserta latih dengan meminta perawat
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
106
untuk menjawab pertanyaan terkait materi yang akan disampaikan saat pelatihan. Hasil evaluasi berupa nilai
skor jawaban benar dari tiap peserta latih dibagi jumlah total pertanyaan dikali 100.
Evaluasi proses dinilai dengan melihat feedback yang ditunjukkan peserta pelatihan selama jalannya
diskusi. Selain itu, evaluasi proses juga dinilai melalui simulasi/role play pelaksanaan komunikasi efektif
dengan teknik S-BAR melalui contoh kasus yang diberikan oleh narasumber. Di akhir pelatihan, peserta
diberikan soal post-test berisi pertanyaan yang sama ketika saat pre-test. Skor nilai rata-rata post-test
dibandingkan dengan skor nilai rata-rata saat pre-test. Apabila nilai rata-rata post-test lebih tinggi
dibandingkan pre-test maka kegiatan pelatihan diangap berhasil dalam meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman perawat terkait komunikasi efektif dengan teknik S-BAR.
Pelaksanaan pelatihan ini dilaksanakan pada hari Senin, 4 Juli 2021 pukul 09.00 sampai 12.00 WIB
dengan rincian berikut:
1. Pretest
Semua peserta diberikan pre-test sebelum kegiatan pelatihan dimulai guna mengukur pengetahuan
dan pemahaman peserta latih sebelum pelatihan diberikan (Tabel 1).
2. Pemberian materi
Materi pelatihan yang diberikan mencakup tentang pengertian, komponen, alasan penggunaan S-BAR,
jenis komunikasi, manfaat, tahapan guideline, contoh komunikasi, serta cara penulisan hasil komunikasi S-
BAR dalam lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) pada berkas rekam medik pasien
(Gambar 2).
3. Diskusi dan Tanya Jawab
Setelah pemberian materi oleh narasumber, kemudian dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab.
Pada tahap ini peserta latih dapat memberikan pertanyaan terkait hal-hal yang belum dipahami tentang teknik
komunikasi S-BAR.
4. Simulasi/role play
Role play dilakukan dengan menunjuk tiga orang peserta latih secara random untuk mempraktikkan
pelaksanaan teknik komunikasi S-BAR dengan memberikan contoh kasus yang telah disiapkan oleh
narasumber. Setelah role play dilakukan, narasumber beserta peserta memberikan evaluasi secara
bersama-sama.
5. Post-test
Di akhir pelatihan, post-test diberikan guna mengukur pengetahuan dan pemahaman peserta latih
pasca pemberian materi pelatihan. Seluruh pertanyaan yang diberikan pada saat post-test sama dengan
pertanyaan yang diberikan pada saat pre-test kepada peserta latih (Tabel 1).
Rangkaian kegiatan pelatihan secara detail dapat dilihat pada susunan acara berikut:
Tabel 1. Susunan acara pelatihan teknik komunikasi S-BAR
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
107
No
Waktu pelaksanaan
Rangkaian acara
1
09.00-09.15 WIB
Pembukaan, perkenalan, dan pemaparan tujuan
serta manfaat kegiatan
2
09.15-09.25 WIB
Pre-test
3
09.25-10.25 WIB
Penyampaian materi
4
10.25-11.00 WIB
Diskusi dan tanya jawab
5
11.00-11.40 WIB
Simulasi/Role play
6
11.40-11.55 WIB
Post-test
7
11.55-12.00 WIB
Penutup
HASIL
Kegiatan pelatihan komunikasi efektif dengan teknik S-BAR ini diikuti oleh 58 perawat pelaksana
dengan karakteristik peserta latih mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 42 orang (72.4%),
berusia antara 30-39 tahun (50%), bekerja di unit rawat inap (62.1%), dan telah bekerja di RS antara 5-10
tahun (46.6%) (Tabel 2).
Tabel 2. Data distribusi karakteristik peserta latih (n=58)
No
Karakteristik
Frekuensi (n)
Persentase (%)
1
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
42
16
72.4
27.6
2
Usia
20-29 tahun
30-39 tahun
>40 tahun
21
29
8
36.2
50
13.8
3
Unit Kerja
Rawat inap
Rawat jalan
Gawat darurat
36
17
5
62.1
29.3
8.6
4
Lama Kerja
<5 tahun
5-10 tahun
18
27
31
46.6
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
108
>10 tahun
13
22.4
Hasil evaluasi proses menunjukkan selama diskusi dan tanya jawab, peserta tampak sangat antusias
untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan narasumber. Narasumber juga memberikan
doorprize bagi peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar. Hasil evaluasi proses berupa role
play pelaksanaan teknik komunikasi S-BAR menunjukkan hasil memuaskan. Hal ini dinilai dari kemampuan
tiga peserta latih yang berhasil melakukan simulasi pelaksanaan teknik komunikasi S-BAR dengan benar.
Adapun hasil evaluasi awal dan akhir yang diukur dengan memberikan pre-test dan post-test ditampilkan
pada tabel 3.
Tabel 3. Evaluasi Skor Pre dan Post Test Pelatihan Teknik Komunikasi S-BAR (n=58)
No
Topik pertanyaan
terkait teknik
komunikasi SBAR
Responden
menjawab benar
(Pre) (n, %)
Responden
menjawab benar
(Post) (n, %)
Peningkatan
(n, %)
1
Pengertian
32 (55.1)
56 (96.6)
24 (41.4)
2
Komponen
45 (77.6)
58 (100)
13 (22.4)
3
Alasan penggunaan
29 (50)
54 (93.1)
25 (43.1)
4
Jenis komunikasi
26 (44.8)
53 (91.4)
27 (46.5)
5
Manfaat
38 (65.5)
58 (100)
20 (34.5)
6
Tahapan guideline
25 (43.1)
54 (93.1)
29 (50)
7
8
Contoh komunikasi
Cara penulisan pada
lembar CPPT
22 (37.9)
26 (44.8)
55 (94.8)
53 (91.4)
33 (56.9)
Skor rata-rata
30.4 (52.4)
55.1 (95)
21.7 (42.6)
Sumber: Data Primer
Tabel 3 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan sebesar 42.6% setelah
diberikan pelatihan teknik komunikasi S-BAR pada perawat. Persentase peningkatan tertinggi terkait cara
penulisan komunikasi S-BAR pada lembar CPPT (56.9%), tahapan guideline komunikasi S-BAR (50%), dan
jenis komunikasi pada teknik komunikasi S-BAR (46.5%).
Gambar 2. Pelaksanaan pelatihan komunikasi S-BAR pada perawat
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
109
Peningkatan rata-rata pengetahuan pada perawat pelaksana ini menunjukkan bahwa pelatihan teknik
komunikasi S-BAR bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman perawat tentang teknik
komunikasi S-BAR. Melalui peningkatan pengetahuan dan pemahaman perawat tersebut diharapkan dapat
mencegah kesalahan dalam pemberian obat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan keselamatan pasien
di RS.
PEMBAHASAN
Meningkatkan komunikasi yang efektif adalah salah satu dari enam poin sasaran keselamatan pasien.
Tujuan dilakukannya komunikasi efektif adalah untuk memberikan perawatan menyeluruh pada pasien
sehingga keselamatan pasien dapat terwujud (Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), 2019). Penerapan
komunikasi yang efektif terbukti dapat meningkatkan keselamatan pasien RS (Tiwary et al., 2019). Melalui
komunikasi yang efektif, IKP yang dapat memberikan dampak buruk kepada pasien baik langsung maupun
tidak langsung akan dapat dicegah.
Komunikasi S-BAR menjadi kerangka kerja antaranggota tim kesehatan dalam berkomunikasi tentang
perkembangan kondisi pasien terkini. Komunikasi teknik ini memungkinkan dokter-perawat, perawat-
perawat, atau perawat dengan tenaga kesehatan lain mendapatkan komunikasi yang jelas, efisien dan aman
(Leonard & Lyndon, 2014). Teknik komunikasi S-BAR ini menjadi sarana yang mudah dan terfokus pada hal-
hal yang ingin dikomunikasikan oleh tim kesehatan, khususnya terhadap hal kritis pada pasien yang
memerlukan tindakan segera. Sehingga Kerjasama tim yang solid sangat dibutuhkan agar budaya
keselamatan pasien dapat meningkat (Muay LG et al., 2012).
Hasil pelatihan ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebesar 42.6% dalam hal
pengetahuan dan pemahaman perawat pelaksana terhadap teknik komunikasi S-BAR setelah diberikan
pelatihan. Hasil pelatihan ini sejalan dengan riset di beberapa daerah di Indonesia yang menunjukkan adanya
perbedaan signifikan pada pengetahuan dan penerapan handover perawat ketika dilakukan dengan teknik
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
110
komunikasi SBAR di instalasi rawat inap RSUP Dr. M. Djamil Padang (Rikandi, 2021). Teknik komunikasi
SBAR ini juga tidak hanya efektif pada perawat, namun juga pada profesi kesehatan lain seperti bidan
(Diniyah, 2017). Selain itu, pelatihan komunikasi SBAR juga berpengaruh signifikan dalam memperbaiki
sikap dan perilaku perawat (Sukesih & Faridah, 2018), serta meningkatkan interprofessional kolaborasi
dokter dan perawat yang akhirnya berdampak pada keselamatan pasien (Astuti A, Suza D, & Nasution M,
2019).
Komunikasi yang buruk dapat meningkatkan risiko terjadinya kesalahan saat pemberian asuhan
keperawatan (Supinganto, Mulianingsih, & Suharmanto, 2015), mengancam keselamatan jiwa pasien
(Tiwary et al., 2019), serta menjadi salah satu faktor utama terjadinya medication errors (Daker WG et al.,
2015). Komunikasi yang efektif dan berkesinambungan dapat menurunkan risiko terjadinya kesalahan baik
yang disebabkan oleh perawat maupun tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2017). Melalui penerapan
komunikasi yang efektif yaitu tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan mudah dipahami oleh penerima pesan
akan mengurangi terjadinya kesalahan pengobatan (Supinganto et al., 2015). Sebagai unsur krusial dari
sasaran keselamatan pasien, penerapan komunikasi efektif oleh perawat menjadi poin penting sebagai
upaya meningkatkan keselamatan pasien di RS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), 2019).
SIMPULAN
Pelatihan komunikasi S-BAR terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
perawat untuk mencegah kesalahan pemberian obat. Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi rutin terkait
pelaksanaan komunikasi S-BAR pada perawat. Pihak manajemen RS disarankan untuk memberikan
pelatihan komunikasi S-BAR pada tenaga kesehatan secara berkala.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pengabdi mengucapkan terima kasih atas hibah dana pengabdian kepada masyarakat yang diberikan
oleh Universitas Lampung. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Direktur RSD Mayjend HM Ryacudu
Kotabumi untuk pemberian izin kegiatan pelatihan ini. Selain itu apresiasi juga disampaikan bagi para
perawat yang telah berpartisipasi aktif dalam kegiatan pelatihan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti A, Suza D, & Nasution M. (2019). Analisis Implementasi Komunikasi SBAR dalam Interprofesional
Kolaborasi Dokter dan Perawat terhadap Keselamatan Pasien Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 9(4), 359-366. doi:https://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM/article/view/578
Cahyono. (2018). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktek kedokteran. Yogyakarta:
Kanisius.
DOI : https://doi.org/10.25311/jpkk.Vol2.Iss1.1327 Volume 02, Nomor 02 Tahun 2022
Jurnal Pengabdian Kesehatan Komunitas (Journal of Community Health Services) Vol 2 No 2 Tahun 2022
111
Daker WG, Hays R, J, M. S., Giles S, Cheraghi-Sohi S, Rhodes P, & al., e. (2015). Blame the patient, blame
the doctor or blame the system? A meta-synthesis of qualitative studies of patient safety in primary
care. PLoS One, 10:e0128329. doi:doi:10. 1371/journal.pone.0128329
Daud AW. (2020). Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien nasional (SP2KPN). Retrieved
from Jakarta: https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/event5-04.pdf
Dewi, M. (2012). Pengaruh pelatihan timbang terima pasien terhadap penerapan keselamatan pasien oleh
perawat pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal Health & Sport, 5(3).
Diniyah, K. (2017). Pengaruh Pelatihan SBAR Role-Play terhadap Skill Komunikasi Handover Mahasiswa
Kebidanan. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit, 6(1), 35-44.
doi:10.18196/jmmr.6125
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). (2019). Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.1. Jakarta:
KARS.
Leonard, & Lyndon, A. (2014). SBAR: Structured Communication and Psychological Safety in Health Care:
WIHI.
Ministry of Health of Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Muay LG, Annellee C, Pong HW, Rico CL, Kit CP, Lielane RA, & al., e. (2012). Improving Clinical Handover
Through Effective Communication for Patient ’ s Safety. 85.
Nursalam. (2017). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta:
Salemba Medika.
Rikandi, M. (2021). Pengaruh Pelatihan Teknik Komunikasi SBAR Perawat terhadap Penerapan dalam
Timbang Terima di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. M. Djamil Padang Menara Ilmu, 15(2), 132-142.
Sukesih, & Faridah, U. (2018). Komunikasi SBAR terhadap Sikap dan Perilaku Perawat dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien. (Sarjana). STIKES Muhammadiyah Kudus, Kudus.
Supinganto, A., Mulianingsih, M., & Suharmanto. (2015). Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation,
Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram.
Tiwary, A., Rimal, A., Paudyal, B., Sigdel, K. R., & Basnyat, B. (2019). Poor communication by health care
professionals may lead to life-threatening complications: examples from two case reports. Wellcome
Open Research, 4(7), 1-8. doi:https://doi.org/10.12688/wellcomeopenres.15042.1
Tristantia, A. D. (2018). The Evaluation of Patient Safety Incident Reporting System at a Hospital. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia 6(2), 83-94.
World Health Organization. (2017). Communication during patient hand-overs. Retrieved from
http://www.who.int/patientsafety/solutions/patientsafety/PS-Solution3.pdf.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
We report two cases which highlight the fact how poor communication leads to dangerously poor health outcome. We present the case of a 50-year-old woman recently diagnosed with rheumatoid arthritis from Southern Nepal presented to Patan hospital with multiple episodes of vomiting and oral ulcers following the intake of methotrexate every day for 11 days, who was managed in the intensive care unit. Similarly, we present a 40-year-old man with ileo-caecal tuberculosis who was prescribed with anti-tubercular therapy (ATT) and prednisolone, who failed to take ATT due to poor communication and presented to Patan Hospital with features of disseminated tuberculosis following intake of 2 weeks of prednisolone alone. These were events that could have been easily prevented with proper communication skills. Improvement of communication between doctors and patients is paramount so that life-threatening events like these could be avoided.
Article
Full-text available
Effective communication is a component in patient safety standards, one of which is implemented in the handover activity. One of the widely used standard is the SBAR (Situation Background Assessment Recommendation). This study uses a quasi experiment research design with a one-group pre-post test design. Respondents in this study are 29 students from 2nd and 3rd year students of midwifery who are conducting obstetrics clinical practice. The data collection is done by observation, and analyzed using the Wilcoxon Match Pairs Test. This study indicates that effective communication role play using the SBAR method can improve effective communication skills at the time of handover and will give better results if done using real cases. So SBAR communication methods can be used as an effective communication standard that can be applied at the time of handover.
Article
Full-text available
Objective: Studies of patient safety in health care have traditionally focused on hospital medicine. However, recent years have seen more research located in primary care settings which have different features compared to secondary care. This study set out to synthesize published qualitative research concerning patient safety in primary care in order to build a conceptual model. Method: Meta-ethnography, an interpretive synthesis method whereby third order interpretations are produced that best describe the groups of findings contained in the reports of primary studies. Results: Forty-eight studies were included as 5 discrete subsets where the findings were translated into one another: patients’ perspectives of safety, staff perspectives of safety, medication safety, systems or organisational issues and the primary/secondary care interface. The studies were focused predominantly on issues seen to either improve or compromise patient safety. These issues related to the characteristics or behaviour of patients, staff or clinical systems and interactions between staff, patients and staff, or people and systems. Electronic health records, protocols and guidelines could be seen to both degrade and improve patient safety in different circumstances. A conceptual reading of the studies pointed to patient safety as a subjective feeling or judgement grounded in moral views and with potentially hidden psychological consequences affecting care processes and relationships. The main threats to safety appeared to derive from ‘grand’ systems issues, for example involving service accessibility, resources or working hours which may not be amenable to effective intervention by individual practices or health workers, especially in the context of a public health system. Conclusion: Overall, the findings underline the human elements in patient safety primary health care. The key to patient safety lies in effective face-to-face communication between patients and health care staff or between the different staff involved in the care of an individual patient. Electronic systems can compromise safety when they override the opportunities for face-to-face communication. The circumstances under which guidelines or protocols are seen to either compromise or improve patient safety needs further investigation.
Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien nasional (SP2KPN)
  • A W Daud
Daud AW. (2020). Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien nasional (SP2KPN). Retrieved from Jakarta: https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/event5-04.pdf
Pengaruh pelatihan timbang terima pasien terhadap penerapan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi
  • M Dewi
Dewi, M. (2012). Pengaruh pelatihan timbang terima pasien terhadap penerapan keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi. Jurnal Health & Sport, 5(3).
SBAR: Structured Communication and Psychological Safety in Health Care: WIHI
  • Leonard
  • A Lyndon
Leonard, & Lyndon, A. (2014). SBAR: Structured Communication and Psychological Safety in Health Care: WIHI.
Improving Clinical Handover Through Effective Communication for Patient ' s Safety
  • L G Muay
  • C Annellee
  • H W Pong
  • C L Rico
  • C P Kit
  • R A Lielane
Muay LG, Annellee C, Pong HW, Rico CL, Kit CP, Lielane RA, & al., e. (2012). Improving Clinical Handover Through Effective Communication for Patient ' s Safety. 85.
The Evaluation of Patient Safety Incident Reporting System at a Hospital
  • A D Tristantia
Tristantia, A. D. (2018). The Evaluation of Patient Safety Incident Reporting System at a Hospital. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia 6(2), 83-94.