Experiment FindingsPDF Available

Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial

Authors:

Abstract

Persoalan kebutuhan rumah bagi generasi milenial-orang yang lahir antara tahun 1980 sampai 2000-terus menjadi perdebatan seru. Dalam kondisi ekonomi sekarang, milenial diperkirakan tidak akan pernah mampu membeli rumah sendiri. Padahal, memiliki tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi oleh pemerintah, tak terkecuali para milenial yang tidak semua memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli rumah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah generasi milenial mencapai 64 juta orang, dan hampir setengahnya bekerja di sektor informal. Laporan lain menyebutkan 43% hanya lulusan sekolah menengah atas (SMA) dengan gaji rata-rata Rp2,1 juta per bulan. Padahal, untuk harga rumah Rp300 juta, pendapatan yang harus dimiliki untuk bisa mencicil rumah adalah Rp8,7 juta per bulan. Hanya generasi milenial yang bergaji tinggi yang mampu membeli rumah.
3/3/2020 Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial
https://theconversation.com/harga-tanah-melangit-ini-solusi-rumah-murah-bagi-kaum-milenial-130604 1/6
Penulis
Dwiyanti Kusumaningrum
Researcher, Indonesian Institute of
Sciences (LIPI)
Disiplin ilmiah, gaya jurnalistik
Persoalan kebutuhan rumah bagi generasi milenial–orang yang lahir antara
tahun 1980 sampai 2000–terus menjadi perdebatan seru.
Dalam kondisi ekonomi sekarang, milenial diperkirakan tidak akan pernah
mampu membeli rumah sendiri.
Padahal, memiliki tempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat adalah hak setiap warga negara yang wajib dipenuhi oleh
pemerintah, tak terkecuali para milenial yang tidak semua memiliki
kemampuan ekonomi untuk membeli rumah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah generasi milenial mencapai 64 juta orang, dan
hampir setengahnya bekerja di sektor informal. Laporan lain menyebutkan 43% hanya lulusan
sekolah menengah atas (SMA) dengan gaji rata-rata Rp2,1 juta per bulan.
Padahal, untuk harga rumah Rp300 juta, pendapatan yang harus dimiliki untuk bisa mencicil rumah
adalah Rp8,7 juta per bulan.
Hanya generasi milenial yang bergaji tinggi yang mampu membeli rumah. www.shutterstock.com
Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi
kaum milenial
Februari 5, 2020 2.34pm WIB
3/3/2020 Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial
https://theconversation.com/harga-tanah-melangit-ini-solusi-rumah-murah-bagi-kaum-milenial-130604 2/6
Salah satu cara yang bisa dilakukan pemerintah adalah membuat kebijakan pembangunan rumah
dengan harga terjangkau sehingga masyarakat kurang mampu, termasuk milenial yang ekonominya
lemah, bisa memiliki rumah.
Kebijakan berpihak pada masyarakat tidak mampu
Selama ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam mendukung program rumah murah
bagi masyarakat tidak mampu.
Beberapa di antaranya adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan FLPP yang dilakukan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tabungan perumahan untuk
Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera,
dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan.
Dengan program-program tersebut, konsumen bisa mendapatkan beberapa kemudahan dalam hal
pembiayaan seperti suku bunga rendah, uang muka ringan, angsuran terjangkau, dan jangka waktu
kredit yang panjang.
Namun, kemudahan dan keringanan dalam pembiayaan rumah belum cukup untuk bisa
menyediakan rumah yang terjangkau.
Intervensi kebijakan pemerintah dalam penyediaan rumah rumah juga mutlak diperlukan untuk
membantu masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk kaum milenial.
Perumahan rakyat yang dibangun oleh pemerintah di Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Tim Peneliti Prioritas
Nasional Papua LIPI
3/3/2020 Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial
https://theconversation.com/harga-tanah-melangit-ini-solusi-rumah-murah-bagi-kaum-milenial-130604 3/6
Setidaknya ada dua bentuk intervensi kebijakan yang bisa dilakukan:
1. Tekan harga tanah
Pemerintah perlu menciptakan program bank tanah untuk menjamin penyediaan tanah dengan harga
terjangkau untuk pembangunan rumah murah.
Program bank tanah ini pernah sukses dilakukan oleh pemerintah kota Eugene, Oregon, Amerika
Serikat.
Laporan Harvard Kennedy School di Amerika Serikat menjelaskan bahwa pemerintah kota Eugene
telah menciptakan bank tanah sejak 1970-an yang kemudian mereka gunakan untuk membangun
kawasan perumahan murah yang terjangkau bagi warganya.
Untuk kasus Indonesia, pemerintah dapat mengelola bank tanah bersama Kementerian Agraria dan
Tata Ruang (ATR/BPN).
Belajar dari kota Eugene, pemerintah juga dapat menggunakan tanah negara untuk membangun
perumahan terjangkau seperti yang telah dilakukan Perumnas pada 1970 hingga 1980-an di kawasan
Jakarta dan sekitarnya. Dengan penyediaan tanah yang cukup, harga tanah yang tinggi dapat ditekan
sehingga harga rumah pun dapat ditekan menjadi lebih terjangkau.
2. Inovasi hunian dan penyesuaian aturan
Rumah murah dapat diwujudkan dengan menekan biaya konstruksi. Salah satu strategi yang bisa
dilakukan untuk mengurangi biaya pembangunan adalah dengan melakukan bentuk inovasi hunian.
Perusahaan Umum Perumahan Nasional (Perumnas) mencoba menawarkan konsep “Kampung
Urban”, yakni sebuah desain setiap bangunan tempat tinggalnya terdiri dari dua lantai beda
kepemilikan, sehingga dalam satu bangunan rumah, terdapat dua pemilik. Dengan bentuknya yang
seperti ini, harapannya harganya bisa lebih murah karena akan ditanggung oleh dua orang.
Sayangnya, aturan kepemilikan rumah di Indonesia masih kaku. Selama ini, pengakuan kepemilikan
tanah dan bangunan hanya diberikan kepada pemilik rumah tapak saja. Sedangkan untuk warga yang
tinggal di rumah susun atau apartemen, sertifikat kepemilikan hanya berupa Hak Guna Bangunan
(HGB) dan hanya dalam waktu tertentu. Hal ini yang menyebabkan orang Indonesia lebih memilih
membeli rumah tapak.
Kakunya aturan kepemilikan rumah di Indonesia bisa menjadi penghalang bagi banyak pengembang
properti untuk berinovasi dalam menciptakan beragam hunian terjangkau seperti yang dicoba oleh
Perumnas.
3/3/2020 Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial
https://theconversation.com/harga-tanah-melangit-ini-solusi-rumah-murah-bagi-kaum-milenial-130604 4/6
Mengapa perlu intervensi
Data terakhir dari Kementerian PUPR menunjukkan backlog atau indikator jumlah kebutuhan
rumah pada 2019 mencapai 7,6 juta unit. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan tanah dan
melambungnya harga rumah khususnya di kota besar.
Sementara itu permintaan rumah dari penduduk cukup tinggi. Statistik Perumahan dan Permukiman
2016 menunjukkan sebesar 63,73% dari 300.000 rumah tangga sampel di seluruh Indonesia
menempati rumah bukan milik sendiri.
Selain kebutuhan rumah yang masih tinggi, masalah lain yang semakin membuat harga rumah
semakin tidak terjangkau adalah harga tanah yang tidak terkontrol.
Laporan terbaru tahun 2019 menunjukkan bahwa harga tanah rata-rata untuk permukiman di
wilayah Jakarta mencapai Rp14,5 juta per meter diikuti dengan wilayah Tangerang yang mencapai
Rp13,5 juta per meter. Semakin tinggi harga tanah otomatis membuat harga rumah di kawasan
tersebut meroket.
Seorang ekonom mengatakan kisaran harga rumah yang cocok untuk generasi milenial adalah harga
ratusan juta hingga Rp1 miliar.
Perumahan seperti Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang; Bintaro, Tangerang Selatan; dan Kelapa
Gading, Jakarta Utara dianggap menjadi salah satu pilihan milenial dalam memenuhi kebutuhan
rumah.
Desain Kampung Urban yang dikembangkan oleh Perumnas untuk mengatasi keterbatasan tanah dan mewujudkan
perumahan terjangkau. Hafidz Al Mubarok, arsitek Perum Perumnas
3/3/2020 Harga tanah melangit, ini solusi rumah murah bagi kaum milenial
https://theconversation.com/harga-tanah-melangit-ini-solusi-rumah-murah-bagi-kaum-milenial-130604 5/6
Ekonomi Milenial
Namun, hanya generasi milenial yang bergaji tinggi yang mampu membeli rumah di kawasan-
kawasan tersebut.
Riset yang dilakukan oleh Perumnas menunjukkan kemampuan rata-rata daya angsur masyarakat
untuk membeli rumah hanya Rp500.000–800.000 per bulan. Dengan kata lain, harga rumah yang
terjangkau bagi mereka adalah berkisar Rp90 juta-144 juta.
Maka dari itu, intervensi pemerintah dalam penyediaan tanah, inovasi hunian, serta penyesuaian
regulasi sangat diperlukan agar warga kurang mampu, termasuk para milenial, bisa memiliki rumah
sesuai dengan daya angsurnya.
Ahdi Ahmad Fajri yang bekerja sebagai peneliti di Departemen Riset Perusahaan Umum
Perumahan Nasional (Perumnas) berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Mungkin Anda juga suka
Ekspansi perumahan real estate skala besar di wilayah Serpong dan sekitarnya. Sumber data: Badan Informasi
Geospasial
Ketakutan menyebar luas dan cepat: dampak ekonomi dari coronavirus Wuhan
... Persoalan kebutuhan hunian bagi generasi milenial terus menjadi perdebatan yang tidak kunjung usai. Hal ini dikarenakan beberapa temuan yang menyebutkan bahwa milenial mengalami kesulitan akses rumah, khususnya menyangkut soal tingginya harga rumah dan gaji yang relatif minim (Kusumaningrum 2020). Lebih lanjut, perdebatan soal pemenuhan hak terhadap akses hunian seringkali dilihat sebagai sektor yang berada pada kategori yang terpisah; antara publik atau swasta, formal atau informal, individual atau kolektif. ...
Article
Full-text available
This study aims to explore gentrification in the city of Yogyakarta through the production and commercial- ization process of tourism space, explore the impact of gentrification felt by local communities in a cross-gen- erational context, and formulate strategies that millennials can do to support housing access in the city of Yogyakarta. Through the research process in Sosrokusuman Village located in the Malioboro area, this study finds that the transformation of settlements in Sosrokusuman cannot be separated from its territory within the Malioboro area as a tourism space. In addition, the exploration on the impact of gentrification for local com- munities shows that the scarcity of housing due to land conversion (commercialization) and high land prices have caused millennials with salaries equivalent to the regional minimum wage to have difficulty accessing housing in Sosrokusuman and have the potential for voluntary eviction. Meanwhile, the exploration of strat- egies that can be done to support housing access for millennials is through cross-sector collaboration with the concept of collaborative implementation program (CIP).
ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.