ChapterPDF Available

Budaya Organisasi

Authors:
  • Universitas Muhammadiyah Surabaya, Indonesia

Abstract

Paper ini menjelaskan pelembagaan dan hubungannya dengan budaya organisasi, karakteristik-karakteristik umum yang membentuk budaya organisasi, budaya dominan, efek fungsional dari budaya organisasi pada orang lain organisasi, dan menjelaskan bagaimana cara mencocokkan karyawan dengan budaya organisasi.
BAHAN AJAR PERILAKU ORGANISASI 3
BUDAYA ORGANISASI
SENTOT IMAM WAHJONO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
APRIL 2022
Tujuan Pembelajaran,
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat:
1. Mendeskripsikan pelembagaan dan hubungannya dengan budaya organisasi.
2. Menetapkan karakteristik-karakteristik umum yang membentuk budaya organisasi.
3. Membandingkan budaya dominan.
4. Mengidentifikasikan efek fungsional dari budaya organisasi pada orang lain organisasi.
5. Menjelaskan bagaimana cara mencocokkan karyawan dengan budaya organisasi
Sumber: https://www.google.com/search?q=budaya+organisasi&tbm
Tampaknya ada kesepakatan yang luas bahwa budaya organisasi mengacu kepada
kesatuan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan
organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih
seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi itu.
Beberapa karakteristik pembentuk budaya organisasi, diantaranya adalah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif dan
mengambil resiko.
2. Perhatian kerincian. Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi
(kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi Hasil. Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada
orang-orang di dalam organisasi itu.
5. Orientasi Tim. Sejauh mana kegiatan kerja di organisasikan sekitar tim-tim, bukannya
individu-individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo
dari pada pertumbuhan.
1. Pelembagaan adalah awal Pembentukan Budaya.
Budaya organisasi mungkin diciptakan dan ditegakkan oleh pendiri. Namun
manakala budaya organisasi di tahap awal itu lemah maka kewajiban penerusnya untuk
memperkuat dan merubah budaya menjadi budaya organisasi baru yang kuat dan cocok.
Budaya organisasi yang baik adalah kebiasaan yang memungkinkan setiap anggota organisasi
mampu menjadi manusia yang produktif, kreatif, bekerja dengan antusias sesuai dengan
peminatan, dan mampu merubah produk usang menjadi produk yang mempunyai nilai
tambah tinggi dengan inovasi yang unik.
Kebiasaan untuk memperlakukan pelanggan dengan baik dan pada tempatnya,
kebiasaan untuk selalu memperhatikan keluhan konsumen dan kemudian
menindaklanjutinya dengan perubahan kea rah yang lebih baik, kebiasaan untuk selalu
menyempurnakan produk dan melakukan upaya pengkinian teknologi meski dilakukan
dengan biaya yang serendah mungkin dikarenakan adanya upaya inovasi diyakini merupakan
karakteristik kunci yang dimiliki pendiri sebagai talenta entrepreunership. Andai kebiasaan-
kebiasaan positif itu dibiasakan baik dengan jalan formalisasi maupun secara lembut (soft)
hanya dengan contoh dan pengingatan (reminder), maka pembiasaan yang berulang-ulang
itu akan menjadi melembaga.
Eksekutif yang bukan pendiri bisa melengkapi dengan kebiasaan yang bersifat
manajerial. Kalau pendiri lebih menekankan pada bagaimana mencipta, berinovasi,
menjawab tantangan, membuat ada dari tidak ada, maka eksekutif penerus haruslah
melengkapi dengan hal-hal yang memungkinkan organisasi tetap berdiri, berkembang dan
bertumbuh.
Kebiasaan manajerial yang bersifat positif diantaranya adalah kebiasaan melakukan
perencanaan sebelum dilakukan suatu aksi organisasi, melakukan upaya pengorganisasian
dengan tahapan-tahapan pengorganisasian sesuai ilmu manajemen, melakukan koordinasi
dengan beberapa elemen organisasi untuk menjamin segala sesuatu yang telah direncanakan
dan diorganisasikan berjalan dengan baik dan tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan,
tidak terjadi konflik yang meruncing yang berakibat pada perpecahan dan saling
mematikan. Kemudian melakukan upaya-upaya pengendalian yang cocok
sehingga seluruh upaya organisasi dapat lebih berdaya guna dan tidak terjebak
pada kesalahan yang sama yang tidak perlu.
Hal-hal kecil yang berdampak besar bisa juga dilakukan oleh eksekutif
yang bukan pendiri, yaitu senantiasa meletakkan dasar-dasar disiplin dalam
bekerja dengan memberi teladan. Datang pagi bahkan sebelum jam kerja
dimulai dan baru pulang setelah semua pekerjaan diselesaikan dan setelah
karyawan merasa yakin tidak menjumpai kesulitan dalam menyelesaikan
pekerjaannya di hari itu. Menyapa dengan senyum dan kata-kata baik dan yang
memotivasi untuk membangkitkan antusiasme kerja di setiap hari. Mentaati
semua peraturan yang dibuat dan telah disepakati bersama. Meminta maaf
manakala terpaksa harus melanggar disiplin, melanggar peraturan yang
disepakati, dan menyalahi janji.
Apabila teladan eksekutif tersebut dilakukan dengan dawam (konsisten) maka
dalam jangka panjang akan memperkuat pembiasaan pendiri dan seterusnya secara simultan
pembiasaan itu akan menjadi sesuatu yang melembaga yang disepakati semua pihak yang
terlibat dalam kegiatan organisasi. Saat itulah budaya organisasi terbentuk.
2. Karakteristik Umum Pembentuk Budaya Organisasi
Meskipun pembentukan budaya organisasi itu dengan berbagai cara, namun secara
umum melibatkan langkah-langkah sebagai berikut:
Motorola. Paul V. Galvin memulai
usaha tahun 1928. Produk awalnya
adalah eliminator baterai, sudah
menjadi barang kuno bahkan pada
tahun pertama. Dia harus berinovasi
agar mempunyai produk baru agar
dapat bertahan. Anak dan cucunya
mewarisi sejarah kepeloporan dan
inovasi pendiri. Sampai saat ini kita
masih bisa menikmati produk
Motorola salah satunya telepon
genggam. Cucunya, Bob Galvin,
tahun 1988 menerima penghargaan
“Malcolm Baldrige National Quality”
karena budaya dalam kualitas dan
pelayanan pelanggan yang total. Bob
Galvin menyatakan: “Motorola
seribu kali lebih besar daripada saat
saya masih kecil… kita semua yang
membuatnya menjadi nyata. Saya
hanya sedikit membantu”.
1) Seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru.
2) Pendiri menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki
kesamaan visi.
3) Kelompok inti bergerak merealisasikan ide dan melengkapi segala sesuatu sehingga
organisasi bisa berjalan dengan baik dengan mencari dana, memperoleh hak paten,
badan hukum, menentukan tempat usaha, dan sebagainya.
4) Pendiri dan kelompok inti secar bersama membangun kebiasaan yang bertujuan untuk
membangun dan membesarkan organisasi dengan kebiasaan positif dan produktif.
5) Pembiasaan positif berjalan terus sehingga menjadi sesuatu yang inheren dengan gerak
dan tingkah laku seluruh organisasi sehingga tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan itu telah
melembaga menjadi budaya organisasi.
Hal yang tak kalah penting dalam memelihara budaya organisasi adalah
mempertahankannya. Upaya mempertahankan budaya organisasi yang baik selain dilakukan
oleh pendiri dan eksekutif penerus, maka usaha-usaha sosialisasi dalam dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut:
Seleksi karyawan baru, dengan upaya yang cermat maka dapat diharapkan organisasi
bisa mendapatkan sumber daya yang cocok dengan visi pendiri atau yang mempunyai
potensi pengembangan diri yang besar. Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah
mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan
sukses didalam organisasi itu. Praktek seleksi merupakan alat penting untuk
menyampaikan informasi organisasi, proses seleksi juga bermakna sebagai upaya
mempertahankan budaya organisasi dengan menyaring individu yang mungkin akan
menyerang atau menjalankan nilai-nilai intinya.
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi.
Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior
menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya,
apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya
diberikan oleh para manajer kepada para bawahan mereka, pakaian apakah yang
pantas, dan tindakan apakah yang akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan
ganjaran lain. Manajer sebaiknya mendistribusikan kekuasaan menurut kemampuan
masing-masing anggota guna melakukan tugas tidak menurut dugaan sebelumnya
atas superioritas kultural. Manajer abad 21 harus memahami factor bahasa, dan
hukum Negara dimana perusahaan beroperasi. Gejala yang berkembang dalam
globalisasi tidak akan menakutkan manajer karena ia yakin dapat belajar mengenai
orang lain melalui membaca, observasi dan mendiskusikan perbedaan individual
dengan manajer yang telah mempunyai pengalaman lebih. Dengan kerendahan hati
pendiri dan eksekutif, maka keterbukaan dan penerimaan terhadap budaya organisasi
oleh karyawan baru akan menjadi lebih mudah.
Penempatan kerja, yang didahului dengan pelatihan mendalam maka diharapkan
sumber daya manusia yang baru masuk mempunyai sikap disiplin yang tinggi sehingga
pada saat ditempatkan dalam unit kerja dalam kondisi siap untuk mendukung
kebiasaan positif yang sudah berjalan.
Penguasaan kerja, akan didapatkan setelah memasuki masa kerja yang cukup dan
pada saat itu diharapkan kebiasaan positif telah berubah dan bertransformasi melalui
internalisasi sehingga membentuk budaya individual yang sesuai dengan budaya
organisasi.
Gambar 3.1.
Siklus Pemeliharaan Budaya Organisasi.
Mengukur dan memberi penghargaan, bila dilakukan dengan cermat dan sesuai
dengan tata-nilai yang telah disepakati, maka akan membuka peluang untuk
mencintai dan menyayangi organisasi dan menciptakan rasa memiliki (sense of
belonging) organisasi yang tinggi.
Ketaatan pada nilai-nilai yang penting, akan timbul dengan sendiri seiring dengan
tumbuhnya rasa memiliki organisasi, sehingga ketaatan pada nilai-nilai penting
organisasi itu juga merupakan pengejawantahan rasa cinta terhadap organisasi.
Hikmat terhadap sejarah organisasi, akan muncul dari ketaatan, rasa cinta, rasa
memiliki organisasi dengan cara tidak mencederai nama baik para pendiri, tidak
berusaha merusak organisasi baik dari dalam maupun dari luar.
Model peran dawam (konsisten) sangat diperlukan untuk proses sirkuler berikutnya,
karena karyawan lama akan melakukan kegiatan yang sama dengan melakukan
Ketaatan pada nilai
memungkinkan
rekonsiliasi dari
pengorbanan personal.
Kerendahan hati menimbulkan
pengalaman untuk meningkatkan
keterbukaan terhadap
penerimaan norma dan nilai
organisasi
Seleksi calon karyawan
baru secara cermat
Model peran
dawam
Hikmat terhadap
sejarah organisasi
perekrutan anggota organisasi baru dan bertanggung jawab mengantarkannya sesuai
dengan siklus pemeliharaan budaya organisasi seperti yang terlihat dalam gambar 3.1.
di atas.
3. Budaya Organisasi yang Dominan
Suatu budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh
mayoritas anggota organisasi itu. Sub budaya cenderung berkembang dalam organisasi besar
untuk mencerminkan masalah, situasi, atau pengalaman bersama yang dihadapi para
anggotanya. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi dimodifikasi untuk
mencerminkan situasi yang jelas terbedakan dari unit yang terpisah itu.
a. Budaya Kuat Melawan Budaya Lemah
Suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-
anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas menciptakan suatu
iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi. Kebulatan maksud semacam itu membina
kekohesifan, kesetiaan, dan komitmen organisasi. Selanjutnya kualitas ini mengurangi
kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi itu. Budaya yang kuat dicirikan
oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, di atur dengan baik dan dirasakan
bersama secara luas.
b. Budaya Vs Formalisasi
Suatu budaya yang kuat mencapai tujuan akhir yang sama tanpa perlu dokumentasi
tertulis. Oleh karena itu, seharusnya kita memandang formalisasi dan budaya sebagai
dua jalan yang berlainan ke tujuan yang sama. Makin kuat budaya organisasi makin
kurang manajemen itu perlu memperhatikan pengembangan aturan dan pengaturan
formal untuk memandu perilaku karyawan. Panduan tersebut akan diinternalkan dalam
diri para karyawan ketika mereka menerima budaya organisasi itu. Realisasi kultur
organisasi merupakan sebab penting efektifitas organisasi yang menyebar dalam praktik
manajemen. Budaya dapat menjadi sarana yang kuat untuk mengontrol dan dapat
bertindak sebagai sebuah substitute bagi formalisasi.
c. Budaya Organisasi Lawan Budaya Nasional
Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat
mengenai perilaku organisasi dalam negara-negara yang berlainan. Riset menunjukkan
bahwa budaya nasional mempunyai dampak yang lebih besar pada para karyawan dari
pada organisasi mereka.
4. Efek Fungsional Budaya
Dalam bagian ini, kita tinjau dengan lebih seksama fungsi-fungsi yang dilakukan oleh
budaya dan menilai apakah budaya dapat merupakan suatu kewajiban (liabilitas) untuk suatu
organisasi.
a. Fungsi Budaya
Pertama, budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas ; artinya, budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lan. Dimensi kultural
yang membedakan satu kultur dengan kultur lain termasuk hubungan antar manusia
secara alamiah, individualis lawan kolektivisme orientasi waktu, orientasi aktivitas,
informalitas bahasa dan agama. Kedua, budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggotanya organisasi. Ketiga, budaya mempermudah timbulnya komitmen
pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi seseorang. Keempat, budaya
itu meningkatkan kemantapan system social. Budaya merupakan perekat social yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-dtandar yang
tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya,
budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan. Karyawan tetap professional ketika
organisasi mengejar tujuannya tanpa dilakukan dengan tindakan-tindakan yang
melanggar norma bahkan menjurus illegal.
b. Budaya Sebagai Suatu Kewajiban
Dari titik pandang seorang karyawan, budaya bernilai karena mengurangi
kemenduaan (ambiguitas). Budaya memberi tahu para karyawan bagaimana segala
sesuatu dilakulan dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh mengabaikan aspek
budaya yang secara potensial bersifat disfungsional, teristimewa budaya yang kuat, pada
keefektifan suatu organisasi.
i. Hambatan Terhadap Perubahan
Budaya merupakan suatu beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok
dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu. Ini paling mungkin
terjadi bila lingkungan organisasi itu dinamis. Bila lingkungan itu mengalami
perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar dari organisasi itu mungkin tidak
lagi tepat. Jadi konsistensi perilaku merupakan suatu asset bagi suatu organisasi bila
organisasi itu menghadapi suatu lingkungan yang mantap. Tetapi konsistensi itu dapat
membebani organisasi itu dan membuatnya kesulitan dalam menggapai perubahan-
perubahannya. Manajer harus menerapkan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian yang konsisten dengan kepercayaan dan nilai-nilai dari
kultur yang diinginkan. Semua empat fungsi bisa memberikan kontribusi pada
perubahan kultur, tetapi biasanya pengarahan adalah sangat penting.
ii. Hambatan terhadap Keanekaragaman
Mempekerjakan karyawan-karyawan baru yang karena ras, kelamin, etnis, atau
perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi, menciptakan suatu
paradok. Manajemen menginginkan karyawan baru itu menerima nilai budaya inti
dari organisasi itu. Bila tidak, karyawan ini kecil kemungkinan cocok atau tidak
diterima. Tetapi sekaligus manajemen ingin mengumumkan secara terbuka dan
menunjukkan dukungan akan perbedaan-perbedaan yang dibawah karyawan ini
ditempat kerja. Efek dalam penyerapan, komunikasi, konflik, dan moral yang berbeda
merupakan unsur afeksi yang perlu dibentuk menjadi suatu penyatuan persepsi agar
dapat mengatisipasi perbedaan-perbedaan dari segi ras, etnik dan kebangsaan.
Kepeduliaan atas keragaman dapat membuat kesuksesan perencanaan dan beberapa
usaha dari bagian sumber daya manusia (SDM).
iii. Hambatan Terhadap Merger dan Akuisisi
Secara historis faktor-faktor utama yang diperhatikan manajemen dalam
mengambil keputusan merger atau akuisisi dikaitkan dengan keuntungan financial
atau sinergi produk. Akhir-akhir ini, kecocokan budaya telah menjadi kepedulian yang
mendasar. Walaupun suatu laporan keuangan atau suatu produk yang mendukung
mungkin merupakan tarikan awal dari suatu calon akuisisi, apakah akuisisi benar-
benar berhasil tampaknya lebih mempertimbangkan factor kecocokan budaya kedua
organisasi itu.
5. Mencocokkan Karyawan dengan Budaya Organisasi
Sumber paling akhir dari budaya organisasi adalah pendirinya. Proses penciptaan
budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendirinya mempekerjakan dan menjaga
karyawan yang berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka
mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berfikir dan
merasa mereka. Dan akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran
yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh
karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi
berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai suatu penentu utama keberhasilan. Pada titik
ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
Budaya diteruskan kepada para karyawan dalam sejumlah ragam, yang paling ampuh
adalah cerita, ritual, lambing-lambang yang bersifat kebendaan dan bahasa.
a. Cerita
Cerita ini khususnya berisi dongeng dari peristiwa mengenai pendiri organisasi,
pelanggaran aturan, sukses dari si miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi
karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatasi masalah organisasi.
Cerita-cerita ini menautkan masa kini pada masa lampau dan memberikan penjelasan dan
pengesahan untuk praktek-praktek dewasa ini.
b. Ritual
Ritual merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan
memperkuat nilai-nilai utama organisasi, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang
manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan.
c. Lambang Materi
Tata letak dari markas besar perusahaan, tipe mobil yang diberikan kepada eksekutif
puncak, dan ada tidaknya pesawat terbang korporasi merupakan beberapa contoh dari
lambing materi. Contoh lain adalah ukuran dan tata letak kantor, keanggunan perabot,
penghasilan tambahan eksekutif, dan pakaian. Lambing materi ini menyampaikan kepada
para karyawan siapa yang penting, sejauh mana egalitarianisme yang diinginkan oleh
eksekutif puncak, dan jenis perilaku (misalnya, pengambilan resiko, konservatif, otoriter,
partisipatif, individualistis, social) yang tepat.
d. Bahasa
Banyak organisasi dan unit didalam organisasi menggunakan bahasa sebagai suatu
cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau sub budaya. Dengan mempelajari
bahasa ini, anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan, dengan
berbuat seperti itu, membantu melestarikan. Di Negara dengan beragam bahasa, maka
satu bahasa biasanya akan dipakai sebagai focus komunikasi untuk lintas cultural. Melalui
bahasa orang dapat memperoleh empati dan simpati orang lain.
Sekarang ada suatu kumpulan bukti yang substantif untuk menunjukkan bahwa
organisasi-organisasi mencoba menyeleksi anggota-anggota baru yang cocok dengan budaya
organisasi. Yang pertama mereka sebut sosiabilitas. Inilah suatu ukuran persahabatan.
Sosiabilitas yang tertinggi berarti orang melakukan hal-hal yang baik satu terhadap yang lain
tanpa mengharapkan untuk mendapatkan imbalan dan berhubungan satu sama lain dengan
cara ramah dan bersahabat. Sosiabilitas itu konsisten dengan satu orientasi orang yang tinggi,
orientasi tim yang tinggi, dan focus pada proses dan bukannya hasil. Kedua adalah solidaritas.
Itu adalah ukuran dari orientasi tugas. Solidaritas tinggi berarti orang dapat mengabaikan bias
pribadi dan berkumpul di balik kepentingan bersama dan tujuan bersama. Lagi, merujuk
kembali pada definisi solidaritas itu konsistensi dengan perhatian yang tinggi terhadap
keagresipan yang rinci dan tinggi.
Mereka menciptakan empat budaya yang mencolok :
1. Budaya Jaringan (Tinggi pada sosiabilitas, rendah pada solidaritas)
2. Budaya Upahan (Rendah pada sosiabilitas, tinggi pada solidaritas)
3. Budaya Fragmen (Rendah pada sosiabilitas, rendah pada solidaritas)
4. Budaya Komunal (Tinggi pada sosiabilitas, tinggi pada solidaritas)
DAFTAR PUSTAKA
Colquitt, Jason A. Lepine, Jeffery A. Wesson, Michael J. 2013. Organizational Behavior. McGraw-
Hill. New York.
Griffin, Ricky W. & Moorhead, Gregory. 2016. Organizational Behavior. Boston: Houghtton
Muhlin Company.
Harahap, Sofyan Safri, 2016, Manajemen Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jones, Gareth R. George, Jennifer M.. 2014. Contemporary Management. Global Edition. McGrall
Hill.
Lipshitz R, & Strauss O., 2017, Copy with Uncertainty: A Naturalistic Decision Making Analysis,
Journal of Organization Behavior and Human Decision Process (69).2.p.149-164.
Luthans, Fred. 2001. Organizational Behavior. McGraw-Hill. Twelfth Edition. Singapore.
Mohr, Lawrence B. 2012. Explaining Organiztion Behavior. San Fransisco: Jossey Bass Publishers
Palazzeschi, Letizia. Bucci, Ornella, and Di Fabio, Annamaria. 2018. Re-thinking Innovation in
Organizations in the Industry 4.0 Scenario: New Challenges in a Primary Prevention
Perspective. Frontiers in Psychology Journal. January. doi: 10.3389/fpsyg.2018.00030
Radel, Juergen. 2017. Organizational Change and industry 4.0 (id4). A perspective on possible
future challenges for Human Resources Management. Industrie von Morgen. November.
Robbins, Stephen P. 2014. Organizational Behavior. Pearson: Boston.
Anis Rahmawati Ningrum, Sentot Imam Wahjono*, Andi Wardhana, Noer Choidah 2021.
Pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan PT. Siantar
Top, Tbk di Sidoarjo. Isoquant: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi. DOI
(PDF): http://dx.doi.org/10.24269/iso.v5i2.791.g548. Journal homepage:
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/isoquant/article/view/791/548 e-ISSN: 2599-
0578. ISSN: 2599-7496. Vol. 5, No.2, Oktober 2021, Pp.255-264. Publisher: Universitas
Muhammadiyah Ponorogo.
Wahjono, Sentot Imam. Marina, Anna. Rahim, Abdul Rahman. Rasulong, Ismail. Indrayani, Tri Irfa.
2020. Perilaku Organisasi, di era revolusi industri 4.0. Penerbit RajaGrafindo Perkasa,
Depok, Jakarta, Indonesia. ISBN No. 978-623-231-440-5. pp: 274 + xviii. Similarity Check by
Turnitin: 10% (13/09/2020). http://www.rajagrafindo.co.id/produk/perilaku-organisasi-di-
erarevolusi-industry-4-0-sentot-wahono-dkk/
Wahjono, Sentot Imam. 2009. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu Publisher, Yogyakarta, ISBN No. 978-979-
756-594-7, pp: 321+ xvii. Link: https://www.grahailmu.com/ perilaku-organisasi-sentot-imam-
wahjono
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
In organizations, innovation is considered a relevant aspect of success and long-term survival. Organizations recognize that innovation contributes to creating competitive advantages in a more competitive, challenging and changing labor market. The present contribution addresses innovation in organizations in the scenario of Industry 4.0, including technological innovation and psychological innovation. Innovation is a core concept in this framework to face the challenge of globalized and fluid labor market in the 21st century. Reviewing the definition of innovation, the article focuses on innovative work behaviors and the relative measures. This perspective article also suggests new directions in a primary prevention perspective for future research and intervention relative to innovation and innovative work behaviors in the organizational context.
Article
Full-text available
Even if information technology (IT) is considered to be the key driver for the full implementation of cyber-physical systems that characterize the next industrial revolution, the importance of human resources is constantly highlighted. [1] Human resources management (HRM) might be able to support the transition to ID4 and help organizations as well as individuals to cope with the change. Within this paper Activity Theory will be used as a framework to briefly describe the impact on HRM and to draw focussed conclusions for further research and organizational activities.
Book
This European edition of Contemporary Management offers a comprehensive coverage of introductory management topics, addressing both new and classic theory and research within a contemporary framework. The book begins by examining what it means to be a manager, before moving on to analyse this in relation to various aspects of strategy, leadership and the organization. The authors take a practical approach, applying concepts to real-life situations in order to equip students to deal with the issues and opportunities posed by today's dynamic business environment.
Tinggi pada sosiabilitas, tinggi pada solidaritas)
  • Budaya Komunal
Budaya Komunal (Tinggi pada sosiabilitas, tinggi pada solidaritas)
Organizational Behavior. McGraw-Hill
  • Jason A Colquitt
  • Jeffery A Lepine
  • Wesson
  • J Michael
Colquitt, Jason A. Lepine, Jeffery A. Wesson, Michael J. 2013. Organizational Behavior. McGraw-Hill. New York.
  • Ricky W Griffin
  • Gregory Moorhead
Griffin, Ricky W. & Moorhead, Gregory. 2016. Organizational Behavior. Boston: Houghtton Muhlin Company.
Manajemen Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada
  • Sofyan Harahap
  • Safri
Harahap, Sofyan Safri, 2016, Manajemen Kontemporer, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Copy with Uncertainty: A Naturalistic Decision Making Analysis, Journal of Organization Behavior and Human Decision Process (69).2
  • R Lipshitz
  • O Strauss
Lipshitz R, & Strauss O., 2017, Copy with Uncertainty: A Naturalistic Decision Making Analysis, Journal of Organization Behavior and Human Decision Process (69).2.p.149-164.
Organizational Behavior. McGraw-Hill. Twelfth Edition
  • Fred Luthans
Luthans, Fred. 2001. Organizational Behavior. McGraw-Hill. Twelfth Edition. Singapore.