ArticlePDF Available

The Effect of Religiosity and Self-Compassion on the Psychological Wellbeing in Parents of Children with Special Needs

Authors:

Abstract

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus merasakan beban secara fisik dan psikis yang berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh religiusitas dan welas asih diri (self-compassion) terhadap kesejahteraan psikologis orang tua yang memiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Responden dalam penelitian ini adalah 107 orang tua ABK yang berdomisili di Kota Makassar. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh religiusitas dan welas asih diri terhadap kesejahteraan psikologis pada orang tua ABK. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala religiusitas yang dikembangkan oleh Nashori (2012), skala kesejahteraan psikologis oleh Ryff dan Keyes (1995) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Azalia et al. (2018), skala Self-Compassion disusun oleh Neff (2003) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sugianto et al. (2020). Data dari hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan religiusitas dan welas asih diri terhadap kesejahteraan psikologis. Program untuk menunjang religiusitas dan welas asih diri diperlukan bagi orang tua dengan ABK.
147
E-ISSN: 2579-6518
P-ISSN: 1410-1289
Volume 27 Nomor 1, Januari 2022: 147-164
DOI:10.20885/psikologika.vol27.iss1.art10
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis
Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
Program Studi Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta
Abstrak. Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus merasakan beban secara fisik
dan psikis yang berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh religiusitas dan welas
asih diri (self-compassion) terhadap kesejahteraan psikologis orang tua yang memiliki Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK). Responden dalam penelitian ini adalah 107 orang tua ABK yang
berdomisili di Kota Makassar. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat
pengaruh religiusitas dan welas asih diri terhadap kesejahteraan psikologis pada orang tua ABK.
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan skala religiusitas yang dikembangkan oleh
Nashori (2012), skala kesejahteraan psikologis oleh Ryff dan Keyes (1995) yang telah diadaptasi
ke dalam Bahasa Indonesia oleh Azalia et al. (2018), skala Self-Compassion disusun oleh Neff
(2003) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Sugianto et al. (2020). Data dari
hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan religiusitas dan welas asih
diri terhadap kesejahteraan psikologis. Program untuk menunjang religiusitas dan welas asih
diri diperlukan bagi orang tua dengan ABK.
Kata Kunci : Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), kesejahteraan psikologis, religiusitas, welas
asih diri
The Effect of Religiosity and Self-Compassion on the Psychological Wellbeing in
Parents of Children with Special Needs
Abstract. Parents of child with special needs carried such heavy burden physically and
psychologically. This study aims to observe the effects of religiosity and self-compassion on the
psychological wellbeing of parents of child with special needs. There were 107 parents of child
with special need living in Makassar city as the respondents in this study. Hypothesis in this
study was that there are the effects of religiosity and self-compassion on the psychological
wellbeing on the parents of child with special need. The data were collected using the religiosity
scale developed by Nashori (2012), psychological wellbeing scale by Ryff and Keyes (1995)
that have been adapted into Indonesia Language by Azalia et al. (2018), and self-compassion
scale by Neff (2003) that has been adapted into Indonesia Language by Sugianto et al. (2020).
The data from the results of this research were analyzed using the Doubled Regression Analysis
technique. The results of the research showed that there was a significant and positive effect of
religiosity and self-compassion on psychological wellbeing. Implementation of program to
develop religiosity and self compassion for parents of children with special needs is necessary.
Keywords: child with special need, psychological well-being, religiosity, self-compassion
Korespondensi: Rizki Isnaeni. Email: rizkisnaeni22@gmail.com
148 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
Anak merupakan karunia dan rezeki bagi
setiap keluarga. Dalam al-Qur’an, anak
digambarkan sebagai bagian dari perhiasan
dalam kehidupan (QS. Al-Kahfi: 46). Kehadiran
seorang anak dalam keluarga menjadi pelengkap
kebahagiaan yang diharapkan dapat
memberikan kebaikan kepada keluarganya.
Karenanya, kehadiran seorang anak secara
sehat dan sempurna merupakan harapan bagi
setiap orang tua.
Pada kenyataannya, tidak semua anak
dapat terlahir dengan kondisi sempurna yang
sesuai dengan harapan. Kehadiran anak dapat
menjadi cobaan bagi orang tuanya.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-
lah pahala yang besar…(QS. At-Taghabun: 15).
Cobaan yang dimaksud di antaranya adalah
anak mengalami keterbatasan fisik maupun
psikis atau yang biasa disebut dengan anak
berkebutuhan khusus. Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) merupakan anak yang
mengalami gangguan dan keterbatasan secara
fisik, mental-intelektual, sosial, serta emosional
dalam proses pertumbuhan dan
perkembangannya sehingga membutuhkan
pelayanan yang khusus dalam hal pendidikan
maupun pengasuhan (Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, 2013).
Pada saat ini jumlah ABK di dunia dan di
Indonesia sangat besar. Data dari Unicef (2021)
menyebutkan bahwa terdapat sekitar 93 juta
anak berkebutuhan khusus di dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
diketahui bahwa jumlah anak berkebutuhan
khusus di Indonesia mencapai 1.6 juta atau
sekitar 16.5% dari total penduduk Indonesia
(Kemendikbud, 2019). Berdasarkan data
sebagaimana dimuat di antaranews.com
(2020) diketahui bahwa terdapat 4,446 jumlah
anak yang terdaftar dalam sekolah luar biasa di
Sulawesi Selatan. Hasil wawancara yang
dilakukan penulis dengan ketua Forum
Komunikasi Orang tua Anak Spesial Indonesia
(Forkasi) Kota Makassar menunjukkan bahwa
terdapat lebih kurang 200 orang tua yang telah
bergabung dalam forum tersebut. Akan tetapi,
jumlah tersebut belum mampu
merepresentasikan jumlah anak berkebutuhan
khusus di Kota Makassar.
Miranda (2013) mengemukakan bahwa
orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus menanggung beban yang berat, baik
secara fisik maupun psikis. Kondisi seperti ini
akan membuat orang tua mengalami kesedihan
dan ketidakmampuan untuk menerima
kenyataan karena memiliki anak yang terlahir
secara tidak sempurna. Hasil wawancara yang
dilakukan dengan salah seorang ibu berinisial
DR (26 tahun, ibu rumah tangga) yang memiliki
anak sindrom Do wn menyatakan bahwa
memiliki anak yang berbeda dengan anak pada
umumnya akan menghadirkan kesedihan,
kekecewaan, ketakutan, bahkan kebingungan
dalam mengasuh dan mendidik anak. Selain itu,
lingkungan sosial yang memberikan stigma
negatif terhadap keterbatasan yang dimiliki
149
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
oleh anak berkebutuhan khusus membuat
orang tua semakin mengalami kesedihan dan
kemarahan. Lai et al. (2015) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa orang tua
yang memiliki anak Autism Spectrum Disorder
(ASD) melaporkan secara signifikan terkait
gejala stres pengasuhan (pandangan diri orang
tua yang negatif, ket idakpuasan terkait
kelekatan antara anak dan orang tua, kesulitan
dalam menangani perilaku anak), gejala depresi,
dan lebih sering menggunakan koping masalah
dengan cara menghindar. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus memiliki risiko yang
lebih tinggi mengalami kesehatan mental dan
fisik yang buruk, tekanan psikologis, masalah
penyesuaian serta rendahnya kesejahteraan
psikologis (Hayat & Zafar, 2015).
Kesejahteraan psikologis merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam
menerima diri sendiri, menjalin hubungan
interpersonal yang baik, memiliki tujuan hidup,
kemampuan untuk hidup secara mandiri,
mampu mengendalikan lingkungan serta terus
melakukan pengembangan diri (Ryff, 1989).
Individu yang memili ki kesejahteraan
psikologis tinggi mampu menerima dirinya
secara positif dan mampu m elakukan
pengembangan diri secara maksimal, mampu
menjalin relasi yang baik dengan orang lain,
dapat melakukan segala hal dan mengatur
kebutuhan secara mandiri, mampu
memanfaatkan peluang dan menciptakan
kesempatan agar dapat tumbuh serta
mengembangkan dirinya, serta memiliki tujuan
hidup yang jelas sehingga dapat mencapai
kepuasan hidup (Langford & Badeau, 2013).
Sedangkan individu yang memiliki
kesejahteraan psikologis rendah cenderung
memiliki masalah kesehatan mental, seperti
mudah stres, depresi, selalu merasa tidak puas,
kesulitan dalam menjalin hubungan secara
interpersonal yang baik, merasa terisolasi, selalu
membutuhkan orang lain dalam setiap
pengambilan keputusan, tidak mampu
menciptakan lingkungan yang efektif sehingga
tidak mampu mengembangkan dirinya secara
optimal, senderung terkurung pada masa lalu,
tidak memiliki arah dan tujuan hidup (Ryff,
1989).
Ryff (1989) mengemukakan bahwa
kesejahteraan psikologis terdiri atas enam
aspek: penerimaan diri (self acceptance),
hubungan positif dengan orang lain (positive
relation with others), otonomi (autonomy),
penguasaan lingkungan (environmental
mastery), tujuan dalam hidup (purpose in life),
dan pertumbuhan personal (personal growth).
Self acceptance mengacu pada penerimaan diri
individu, dalam hal ini kemampuannya dalam
menilai secara positif terhadap diri sendiri.
Positive relation with others berkaitan dengan
kemampuan individu dalam membina dan
membangun hubungan yang positif dengan
orang lain. Autonomy mengacu pada
kemampuan individu mengontrol
kehidupannya sendi ri dan mene ntukan
keputusan secara mandiri tanpa bergantung
150 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
pada orang lain. Environmental mastery
mengacu pada kemampuan individu untuk
memilih dan menciptakan lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan dirinya.
Purpose in life berkaitan dengan keyakinan
bahwa individu memiliki tujuan hidup sehingga
memudahkan untuk mencapai apa yang
diinginkan. Personal growth mengacu pada
kemampuan individu untuk mengeksplorasi
dan mengembangkan potensi yang dimiliki
sehingga mampu menjadi individu yang
memiliki kualitas baik.
Berbagai tekanan yang muncul dalam
kehidupan akan berdampak pada kesejahteraan
orang tua yang memiliki ABK. Penelitian yang
dilakukan oleh Asmarani dan Sugiasih (2020)
menunjukkan bahwa orang tua khususnya ibu
yang memiliki ABK akan memunculkan emosi
negatif, seperti kesedihan, kekecewaan dan
kemarahan. Bahkan ada yang merasa
mengalami kebingungan dalam mengasuh anak.
Bawalsah (2016) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa orang tua yang memiliki
ABK cenderung memiliki kesehatan mental
yang buruk dibandingkan dengan orang tua
yang memiliki anak normal. Adanya kondisi
tersebut diakibatkan karena orang tua dengan
ABK memiliki beban tersendiri baik secara
fisik, psikis dan sosialnya. Kondisi seperti ini
akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis
orang tua.
Kesejahteraan psikologis dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Di antara faktor-faktor
internal yang mempengaruhi kesejahteraan
psikologis adalah religiusitas dan welas asih diri.
Religiusitas memiliki kaitan yang erat dengan
kesejahteraan psikologis (Aghababaei et al.,
2016). Individu yang memiliki tingkat
religiusitas yang tinggi memiliki keimanan yang
kuat serta emosi yang positif sehingga hal ini
mampu menjadikan individu lebih sejahtera
secara psikologis. Religiusitas diyakini sebagai
sebuah pemahaman, kepercayaan,
pengaplikasian ibadah, serta penghayatan
terkait agama yang dianut. Bagi umat Islam,
religiusitas terkait pemahaman, keyakinan,
ibadah, dan penghayatan mengenai agama Islam
(Ancok & Suroso, 2018). Nashori (2016)
menyatakan bahwa religiusitas merupakan
seberapa banyak pengetahuan, keteguhan
terhadap keyakinan, pelaksanaan ibadah, dan
penghayatan terhadap agama yang dianut.
Rahmawati (2018) menyatakan bahwa
religiusitas dalam sudut pandang Islam mengacu
pada pelaksanaan ibadah serta ketaatan
terhadap perintah dan larangan Allah. Ancok dan
Suroso (2018) mengungkapkan adanya lima
dimensi religiusitas Islam. Pertama akidah, yaitu
ti ngkat keyakinan seseo rang terhadap
kebenaran ajaran agama Islam. Kedua ibadah,
yaitu kepatuhan seseorang dalam mengerjakan
kegiatan ritual yang diperintahkan dalam
agama. Ketiga akhlak, yaitu perilaku seseorang
berdasarkan ajaran agama Islam. Keempat ilmu,
yaitu pemahaman seseorang terhadap ajaran
agama Islam yang terkandung dalam al-Qur’an.
Kelima ihsan, yaitu kemampuan seseorang
151
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
untuk mencapai kesempurnaan dalam
beribadah.
Agama merupakan petunjuk yang
mampu membantu manusia dalam menjalani
kehidupan yang baik (Pargament, 2009).
Penghayatan terhadap agama yang baik akan
memberikan dampak terhadap indivi du
mengenai sikap dan penerimaan diri yang baik
karena mampu menumbuhkan kesadaran diri
dan kepasrahan diri kepada Tuhan. McCullough
et al. (2002) menyatakan bahwa religiusitas
memberikan pemahaman kepada setiap
individu bahwa segala sesuatu yang terjadi
dalam kehidupan merupakan suatu hal yang
telah dikaruniakan Tuhan kepadanya.
Religiusitas menjadikan tumbuhnya
penerimaan diri atas berbagai keadaan yang
terjadi. Merujuk pada pandangan di atas, orang
tua dengan ABK yang memiliki tingkat
religiusitas yang tinggi akan mampu menerima
segala kondisi dan keadaan yang terjadi dalam
hidupnya karena meyakini bahwa hal tersebut
merupakan bagian dari takdir Tuhan. Dengan
begitu, religiusitas memudahkan individu
mengalami peningkatan kes ejahteraan
psikologis.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
religiusitas mempengaruhi kesejahteraan
psikologis individu. Penelitian Ismail dan Soha
(2012) serta Atikasari (2021) mengungkap
bahwa terdapat hubungan positif antara
religiusitas dan kesejahteraan psikologis. Hal ini
sejalan dengan penelitian Sharma dan Singh
(2019) yang menunjukkan bahwa religiusitas
mampu mempengaruhi kesejahteraan
psikologis, dimana semakin tinggi tingkat
religiusitas individu maka individu tersebut
cenderung lebih memiliki kesejah tera an
psikologis yang tinggi pula. Hal ini didukung
hasil penelitian-penelitian lain yang relevan.
Fauziah (2019) mengungkapkan hasil
penelitian bahwa religiusitas memiliki
hubungan yang positif dengan kesejahteraan
psikologis, yang berarti bahwa semakin tinggi
religiusitas maka semakin tinggi kesejahteraan
psikologis individu. Individu yang memiliki
ketaatan kepada Allah, menjauhi setiap
larangan, serta menjalankan semua hal yang
baik karena keyakinan yang dianut akan
memberikan dampak positif bagi diri individu
seperti rasa aman, tentram dan lebih bijaksana
ketika menghadapi masalah. Penelitian Green
dan Elliott (2010) menunjukkan bahwa
individu yang ikut serta dalam kelompok
keagamaan cenderung akan memberikan
dampak yang positif terhadap anggotanya,
individu akan mendapatkan dukungan baik
secara sosial maupun emosional dari kelompok
keagamaan sehingga individu merasa diakui
dan dihargai dengan baik. Kondisi seperti ini
mampu membuat individu memiliki
kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Selain religiusitas, faktor lain yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis adalah
welas asih diri (Ramawidjaya & Sartika, 2016).
Welas asih diri mampu memberikan
pencegahan pada individu terhadap munculnya
gangguan psikologis seperti stres, cemas dan
152 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
depresi serta menyeimbangkannya dengan
emosi positif sehingga berpengaruh terhadap
peningkatan kesejahteraan psikologis (Neff &
Costigan, 2014). Adanya welas asih diri pada
orang tua yang memiliki ABK menjadikannya
individu yang mampu menenangkan diri,
memberikan perhatian, dan dukungan ketika
dihadapkan pada masalah dalam menjalani
kehidupan (Isfani & Paramita, 2021). Hal ini
mampu berperan dalam membantu orang tua
untuk mengatasi kesulitan selama mengasuh
ABK.
Menurut Neff (2003), welas asih diri
merupakan sikap yang memunculkan perilaku
positif kepada diri sendiri ketika dihadapkan
pada sebuah masalah maupun pada kekurangan
yang dimiliki, serta memiliki kesadaran bahwa
penderitaan, kegagalan, dan kekurangan
merupakan sebuah bagian yang dimiliki pada
diri seseorang. Neff dan Germer (2018)
menyatakan welas asih diri terdiri atas tiga
aspek, yaitu: self-kindness yang mengacu pada
kecenderungan untuk menjadi suportif, simpati
dan bersikap baik kepada diri sendiri ketika
dihadapkan pada kekurangan atau kelemahan
yang dimiliki; common humanity yang
mengacu pada pandangan bahwa segala
kegagalan, masalah, dan tantangan hidup
merupakan bagian dari kehidupan manusia
yang harus dijalani; dan mindfulness yang
merupakan kesadaran akan pengalaman,
membiarkan pikiran, emosi, dan sensasi apa pun
memasuki kesadaran tanpa penilaian,
penghindaran, ataupun represi.
Welas asih diri berperanan dalam
meningkatkan kesejah tera an psikologis
individu. Welas asih diri secara khusus menjadi
suatu langkah untuk membantu meningkatkan
emosi positif dengan cara menemukan
kebaikan dan potensi dari diri individu (Akin,
2010). Welas asih diri dibutuhkan oleh orang
tua yang memiliki ABK karena dapat membantu
individu dalam menyikapi segala kekurangan,
permasalahan dan situasi sulit yang ada dalam
kehidupan. Menurut Neff (2003), individu yang
memiliki welas asih diri akan menunjukkan
karakteristik seperti kepedulian dan kasih
sayang kepada diri sendiri, tidak menghakimi
diri sendiri, menerima segala kelemahan dan
memandangnya secara luas, mengutamakan
kesehatan dan kesejah teraan diri, serta
memiliki kesadaran terhadap pikiran dan emosi
negatif. Individu yang memiliki welas asih diri
yang tinggi mampu bersikap baik kepada
dirinya meskipun individu tersebut memiliki
banyak kelemahan dan kekurangan, bahkan
sedang dihadapkan pada sebuah masalah.
Demikian juga Neff dan Faso (2015) dalam
penelitiannya yang menunjukkan bahwa
bahwa semakin tinggi tingkat welas asih diri
orang tua yang memiliki anak autis, maka
semakin tinggi pula kesejahteraannya. Welas
asih diri me nunjukkan hubunga n yang
signifikan dan positif dengan kepuasan hidup,
harapan, dan tujuan hidup, serta berkorelasi
negatif dengan depresi, tekanan, disfungsi
hubungan, dan kesulitan dalam mengasuh anak.
Dengan demikian, welas asih diri dapat
153
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
membuat inidividu menghasilkan respon positif
saat hidup berjalan tidak sesuai dengan harapa
(Leary et al., 2007).
Dibandingkan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya, ada sesuatu yang baru
pada penelitian ini. Pertama adalah belum ada
penelitian yang menelaah hubungan dua
variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu
religiusitas dan welas asih diri, secara bersama-
sama dengan kesejahteraan psikologis. Kedua
adalah responden penelitian. Dalam penelitian-
penelitian sebelumnya, belum ada kajian yang
menghubungkan variabel religiusitas dan
kesejahteraan psikiologs serta hubungan welas
asih diri dan kesejahteraan psikologis dengan
menggunakan orangtua dari ABK. Dalam
penelitian sebelumnya subjek yang digunakan
adalah remaja (Fauziah, 2019; Sun et al., 2016),
dewasa awal (Neff & McGehee, 2010), dewasa
(Sharma & Singh, 2019), orangtua dari anak-
anak autisme (Neff & Faso, 2015), narapidana
(Ahadiyanto, 2020), siswa dan guru (Ismail &
Desmukh, 2012), mahasiswa S1 (Leary et al.,
2007).
Berdasarkan uraian di atas, terdapat
fenomena bahwa religiusitas dan welas asih diri
mampu mempengaruhi kesejahteraan psikologis
pada orang tua yang memiliki ABK. Tujuan
penelitian yang ditetapkan adalah mengetahui
pengaruh religiusitas dan dan welas asih diri
terhadap kesejahteraan psikologis orangtua ABK.
Hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh
religiusitas dan welas asih diri terhadap
kesejahteraan psikologis orangtua ABK.
Metode
Desain penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif. Desain dalam penelitian ini adalah
korelasional tiga variabel, yaitu variabel
kesejahteraan psikologis, religiusitas, dan welas
asih diri. Variabel kesejahteraan psikologis
sebagai variabel dependen, sedangkan variabel
religiusitas dan welas asih diri sebagai variabel
independen.
Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 107
orang tua yang memenuhi kriteria tertentu,
yaitu memiliki ABK, merawat atau
mendampingi ABK secara langsung, beragama
Islam, dan berdomisili di Kota Makassar. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan purposive sampling. Purposive
sampling merupakan teknik pengambilan
sampel berdasarkan ciri atau kriteria tertentu
yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2017).
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari
orang tua ABK pada gangguan perilaku sebanyak
79 orang, kesulitan belajar sebanyak 8 orang,
gangguan kesehatan sebanyak 7 orang, kesulitan
bersosialisasi sebanyak 3 orang, tuna grahita
sebanyak 2 orang, dan lainnya sebanyak 8 orang.
Selain itu, diperoleh pula rentang usia subjek
penelitian yang berusia 24 sampai 40 tahun
sebanyak 68 orang dengan persentase 63.47%,
usia 41 sampai 57 tahun sebanyak 38 orang
dengan persentase 35.45%, dan usia 79 tahun
sebanyak 1 orang dengan persentase 0.93%.
154 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan secara daring
menggunakan media Google form. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan alat ukur dalam bentuk
skala psikologi, yaitu skala kesejahteraan
psikologis, skala welas asih diri, dan skala
religiusitas. Kesejahteraan psikologis dalam
penelitian diukur menggunakan skala
kesejahteraan psikologis oleh Ryff dan Keyes
(1995) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa
Indonesia oleh Azalia et al. (2018). Skala ini
berjumlah 18 aitem yang mengacu pada aspek-
aspek kesejahteraan psikologis. Skala ini
memiliki nilai Alpha Cronbach sebesar .628.
Menurut Hair et al. (2016), nilai alpha .60 hingga
.80 masuk dalam kategori andal, sementara nilai
alpha di atas .80 termasuk sangat andal.
Religiusitas dalam penelitian ini diukur
menggunakan skala religiusitas yang
dikembangkan oleh Nashori (2012) yang
merujuk pada lima dimensi religiusitas, yaitu
akidah, ibadah, akhlak, ihsan, dan ilmu agama
(Ancok & Suroso, 2018). Skala tersebut terdiri
atas dua skala, skala pertama mengukur empat
dimensi, yakni akidah, ibadah, akhlak, dan ihsan.
Skala kedua mengukur dimensi pengetahuan.
Skala pertama terdiri atas 32 butir dan skala
kedua 15 butir, sehingga total keseluruhan
adalah 47 butir. Skala pertama memiliki nilai
Alpha Cronbach sebesar .950 dan skala kedua
sebesar .870.
Welas asih diri dalam penelitian diukur
menggunakan skala welas asih diri oleh Neff
(2003) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa
Indonesia oleh Sugianto et al. (2020). Skala ini
memiliki nilai Alpha Cronbach sebesar .810.
Skala ini terdiri atas 26 butir yang mengukur
keenam komponen welas asih diri.
Pada skala kesejahteraan psikologis dan
welas asih diri dilakukan uji coba terpakai
karena pada penelitian sebelumnya, kriteria
subjek penelitian tidak sesuai dengan penelitian
ini. Sedangkan untuk skala religiusitas tidak
dilakukan pengujian kembali karena pada
penelitian sebelumnya, skala ini telah
diujicobakan kepada beberapa suku di
Indonesia termasuk suku Bugis-Makassar yang
menjadi mayoritas subjek penelitian ini.
Metode analisis data
Sebelum melakukan pengujian hipotesis,
dilakukan terlebih dahulu uji asumsi. Uji asumsi
merupakan syarat yang harus dipenuhi
sebelum melakukan analisis regresi berganda.
Uji normalitas digunakan untuk menguji asumsi
bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis
membentuk distribusi normal. Uji normalitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Kolmogrov Smirnov dengan bantuan SPSS 25.0
for windows. Pengujian hipotesis pada
penelitian ini menggunakan analisis regresi
berganda. Sugiyono (2017) mengemukakan
bahwa analisis regresi berganda adalah suatu
analisis asosiasi yang digunakan secara
bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau
155
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
lebih variabel bebas terhadap satu variabel
tergantung dengan skala interval.
Hasil
Deskripsi data penelitian
Data empirik merupakan data yang
sebenarnya pada setiap skala penelitian yang
diisi oleh subjek. Hasil analisis deskriptif
menunjukkan angka terbesar pada
kesejahteraan psikologis berada pada kategori
sedang sebesar 75.7%, religiusitas berada pada
kategori sedang sebesar 70.1%, dan welas asih
diri berada pada kategori sedang sebesar 79.4%.
Tabel 1
Deskripsi Data Empirik Variabel Penelitian
Kategori
Kesejahteraan
Psikologis Religiusitas Welas asih diri
n % n % n %
Rendah 14 13.1 17 15.9 13 12.1
Sedang 81 75.7 75 70.1 85 79.4
Tinggi 12 11.2 15 14.0 9 8.4
Catatan. N = 107
Hasil uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik merupakan suatu
analisis yang harus dilakukan sebelum
pengujian hipotesis menggunakan analisis
regresi berganda agar kesimpulan dari regresi
tidak bias. Ada beberapa pengujian yang
dilakukan, yaitu uji normalitas, uji
multikolinieritas, uji autokore lasi, uji
heteroskodesitas, dan uji linieritas (Ghozali,
2018). Uji normalitas dalam penelitian ini
menggunakan uji Kolomogorov-Smirnov. Jika
nilai signifikansi lebih besar dari .05 maka data
berdistribusi secara normal, sebaliknya jika nilai
signifikansi lebih kecil dari .05 maka data
berdistribusi secara tidak normal. Hasil analisis
menunjukkan bahwa nilai residual dalam
penelitian ini berdistribusi normal karena nilai
signifikansi sebesar .059 (p > .05). Hasil analisis
uji multikolinearitas menunjukkan bahwa tidak
terdapat gejala multikolinearitas karena nilai
toleransi sebesar .881 dan nilai VIF sebesar
1.135. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian
ini menggunakan Scatterplot. Berdasarkan hasil
analisis data diketahui bahwa tidak ada gejala
heteroskedastisitas karena titik-titik menyebar
di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hasil analisis data nilai du diperoleh pada
distribusi nilai tabel Durbin Watson
berdasarkan k (2), n (107), du (1.7231) <
Durbin Watson (1.883) < 4-du (2.2769). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada gejala
autokorelasi yang terjadi pada data penelitian
ini. Hasil uji liniearitas data variabel religiusitas
dan kesejahteraan psikologis pada nilai
signifikan linearitas tabel ANOVA sebesar .000
yang berarti bahwa hubungan va riabel
156 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
religiusitas dan kesejahteraan psikologis
bersifat liniear. Hasil analisis data variabel welas
asih diri dan kesejahteraan psikologis diperoleh
nilai signifikan linearitas sebesar .000. Hal ini
berarti bahwa hubungan variabel welas asih
diri dan kesejahteraan psikologis bersifat liniear.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa semua
syarat regresi linier telah terpenuhi.
Hasil uji hipotesis
Pengujian hipotesis pada penelitian ini
menggunakan korelasi analisis regresi
berganda. Hasil analisis data yang dilakukan
pada penelitian ini menghasilkan R2 = .33, F(2,
104) = 26.41, p = .000. Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima,
yang artinya terdapat pengaruh religiusitas dan
welas asih diri terhadap kesejahteraan
psikologis pada orang tua yang memiliki ABK
di kota Makassar. Selain itu, dilakukan pula uji t
parsial untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh variabel independen secara parsial
(sendiri-sendiri) terhadap variabel dependen.
Tabel 2
Hasil Uji Parsial
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Correlations
B SE β t p Zero-
order
Partial Part
47.343 5.704 8.299 .000
.113
.035
.273
3.213
.002
*
.420
.301
.257
.274 .055 .426 5.003 .000
*
.520 .440 .400
Catatan.
Vairabel Dependen = Kesejahteraan Psikologis Orangtua ABK, RLG = Religiositas, SC =
Self Compassion
< .05
Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa: 1) ada pengaruh secara
parsial variabel religiusitas terhadap variabel
kesejahteraan psikologis (p = .002); 2) ada
pengaruh variabel welas asih diri terhadap
variabel kesejahteraan psikologis (p = .000)
Sumbangan efektif
Pengaruh semua variabel independent di
dalam model regresi terhadap nilai variabel
dependent dapat diketahui dengan analisis
varians. Alat statistik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analysis of variance
(ANOVA). Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh hasil sumbangan efektif sebesar .337.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel
religiusitas dan welas asih diri bersama-sama
menyumbang sebesa r 33.7% terhadap
kesejahteraan psikologis, yang artinya terdapat
66.3% faktor lain yang dapat dikorelasikan
dengan kesejahteraan psikologis.
Selain itu diperoleh pula hasil pengaruh
masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis
157
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Tabel 3
Analisis Dimensi Religiusitas
data, diketahui bahwa pengaruh religiusitas
terhadap kesejahteraan psikologis sebesar
11.46%, sedangkan pengaruh welas asih diri
terhadap kesejahteraan psikologis sebesar
22.14%. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa welas asih diri memiliki pengaruh yang
lebih besar terhadap kesejahteraan psikologis.
Variabel
RLG (X1)
Akidah
Ibadah
Akhlak
Pengalaman
Pengetahuan
KPO (Y)
r
.268
.261
.184
-
.083
.232
p .005
*
.007
*
.058 .394 .016
*
Catatan. r = Korelasi Pearson, RLG = Religiusitas, KPO = Kesejahteraan Psikologis
Orangtua ABK
*
p < .05
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa
dimensi religiusitas yang memiliki pengaruh
terhadap kesejahteraan psikologis yaitu dimensi
akidah (p = .005), ibadah (p = .007), dan
pengetahuan (p = .016). Ketiga dimensi ini
memiliki arah korelasi yang positif terhadap
kesejahteraan psikologis. Artinya, semakin
besar nilai dimensi tersebut maka semakin
besar pula nilai kesejahteraan psikologis. Urutan
kekuatan korelasi yang tertinggi yaitu dimensi
akidah (r = .268), kemudian urutan kedua yaitu
ibadah (r = .261) dan urutan ketiga yaitu ilmu
agama (r = .232).
Tabel 4
Analisis Aspek Welas Asih Diri
Variabel
SC (X2)
Self
Kindness
Self
Judgment
Common
Humanity Isolation Mindful
ness
Overidentif
ication
KPO (Y)
r .278 .412 .353 .311 .364 .410
p
.004
.000
.000
.001
.000
.000
Catatan. r = Korelasi Pearson, SC = Self Compassion, KPO = Kesejahteraan Psikologis
Orangtua ABK
*
p < .05
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa
semu a aspek wela s a sih dir i memi liki
pen gar u h ter hada p ke sej ah ter a an
psikologis. Keenam aspek ini memiliki arah
kore lasi yan g pos it i f te rh adap
kesejahteraan psikologis. Artinya, semakin
besar nilai aspek tersebut maka semakin
besar pula ni lai vari ab e l kesejahteraan
psikologis. Urutan kekuatan korelasi yang
terti nggi yaitu self judgment (r = .412),
158 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
overidentificat ion (r = .410), mindfulness
(r = .364), isolat io n (r = .311), dan self
kindness (r = .278).
Pembahasan
Riset ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh dari religiusitas dan welas asih diri
terhadap kesejahteraan psikologis. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian
ini diterima, yang artinya terdapat pengaruh
religiusitas dan welas asih diri terhadap
kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi
tingkat religiusitas dan welas asih diri seseorang
maka orang tersebut memiliki kesejahteraan
psikologis yang tinggi. Sebaliknya, jika
seseorang memiliki tingkat religiusitas dan
welas asih diri yang rendah maka orang tersebut
memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah
pula.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2019)
menyatakan bahwa religiusitas dan welas asih
diri me rupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis.
Religiusitas merupakan sekumpulan nilai yang
diyakini dan diaplikasikan dalam bentuk
perilaku sehingga membuat diri menjadi lebih
positif. Dalam hal ini, orang tua yang memiliki
ABK akan menerima segala sesuatu yang terjadi
dalam kehidupan sebagai bentuk takdir dari
Allah yang harus dijalani. Selain itu, individu
yang memiliki welas asih diri mampu
menerima, menyayangi, dan menghargai
dirinya sendiri tanpa ada kritikan serta
penolakan. Dengan dmikian, religiusitas dan
welas asih diri merupakan hal yang penting bagi
orang tua yang memiliki ABK agar mampu
mencapai kesejahteraan psikologis.
Hasil analisis data korelasi parsial
menunjukkan terdapat pengaruh religiusitas
terhadap kesejahteraan psikologis. Hasil ini
sejalan dengan pendapat Ancok dan Suroso
(2018) yang menyatakan bahwa religiusitas
memiliki hubungan dengan kesehatan mental.
Pada kesehatan mental, religiusitas memiliki
hubungan yang bermanfaat dengan
kesejahteraan psikologis. Bukti yang
mendukung juga terdapat pada penelitian Ryan
et al. (1993) menyatakan bahwa keyakinan atau
praktik keagamaan dapat berdampak secara
si gnifikan pada peri laku, sikap, dan
kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian ini
mendukung hasil penelitian Sharma dan Singh
(2019) yang menunjukkan bahwa religiusitas
mampu mempengaruhi kesejahteraan
psikologis, dalam hal ini semakin tinggi tingkat
religiusitas individu maka individu tersebut
cenderung lebih memiliki kesejah tera an
psikologis yang tinggi pula. Penelitian lain
dilakukan oleh Lesatari dan Indrawati (2019)
serta Subhiyah dan Nashori (2021) menyatakan
hal serupa, yaitu terdapat korelasi positif dan
signifikan antara religiusitas dan penerimaan
diri yang merupakan salah satu indikator
kesejahteraan psikologis. Semakin tinggi
religiusitas, maka semakin tinggi tingkat
penyesuaian diri. Sebaliknya semakin rendah
religiusitas, maka semakin rendah tingkat
159
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
penyesuaian diri individu. Hal ini
mengindikasikan bahwa religiusitas dapat
menjadi salah satu strategi untuk meningkatkan
penyesuaian diri.
Dimensi religiusitas yang paling
berpengaruh dalam penelitian ini adalah
dimensi akidah (r = .268). Hal ini sejalan dengan
penelitian Mayasari (2014) yang menyatakan
bahwa akidah atau keyakinan berkaitan dengan
transendensi, yaitu kepercayaan individu
kepada Tuhan sehingga menyerahkan segala
sesuatu yang terjadi dalam kehidupan hanya
kepada-Nya. Tingkat religiusitas yang tinggi
pada orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus mampu memberikan
pemahaman terhadap segala sesuatu yang
terjadi dikehidupan secara positif, sehingga
membuat hidupnya lebih bermakna.
Selain itu, hasil analisis data korelasi
parsial yang kedua menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh welas asih diri terhadap
kesejahteraan psikologis. Bluth dan Blanton
(2015) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa welas asih diri berkorelasi secara positif
dengan emosi positif yang mampu
meningkatkan kesejahteraan psikologis serta
berkorelasi negatif dengan emosi negatif.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Zessin
et al. (2015) menyatakan bahwa welas asih diri
merupakan hal yang terpenting dalam
kesejahteraan psikologis. Individu yang
memiliki welas asih diri yang lebih tinggi, maka
akan lebih baik pula kes ejahteraan
psikologisnya. Penelitian Atikasari (2021)
menunjukkan adanya hubungan positif welas
asih diri terhadap kesejahteraan psikologis
siswa.
Pada penelitian ini, semua aspek pada
welas asih diri memiliki pengaruh terhadap
kesejahteraan psikologis. Aspek yang memiliki
pengaruh yang paling besar adalah self
judgment (r = .412). Self judgment berkaitan
dengan sikap menghakimi dan mengkritik diri
secara berlebihan terhadap diri sendiri,
kegagalan, maupun kekurangan yang dimiliki.
Orang tua yang memiliki ABK dapat merasakan
keterpurukan ketika dihadapkan pada situasi
yang tidak diharapkan. Hal ini menjadikan orang
tua merasa cemas, gagal, dan merasa tidak pantas
(Neff & McGehee, 2010). Namun, hal tersebut
dapat teratasi ketika individu memiliki respon
positif terhadap dirinya. Neff dan Costigan
(2014) menyatakan bahwa memberikan
kebaikan, kasih sayang, dan kepedulian kepada
diri sendiri ketika dihadapkan pada sebuah
permasalahan mampu meningkatkan
kesejahteraan psikologis pada individu. Respon
positif yang dihasilkan ketika dihadapi pada
segala bentuk permasalahan mampu
memberikan pemahaman dalam menilai segala
sesuatu yang terjadi secara jelas.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah
pengaruh masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen. Pengaruh
religiusitas terhadap kesejahteraan psikologis
sebesar 11.46%, sedangkan pengaruh welas
asih diri terhadap kesejahteraan psikologis
sebesar 22.14%. Dengan demikian dapat
160 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
disimpulkan bahwa welas asih diri maupun
religiusitas memiliki pengaruh yang besar
terhadap kesejahteraan psikologis. Selain itu,
religiusitas dan welas asih diri bersama-sama
menyumbang sebesa r 33.7% terhadap
kesejahteraan psikologis, yang artinya terdapat
66.3% faktor lain yang dapat dikorelasikan
dengan kesejahteraan psikologis. Adapun faktor
lain yang mampu mempengaruhi kesejahteraan
psikologis adalah dukungan sosial, latar belakang
budaya, faktor demografis, pengalaman hidup
(Ryff & Keyes, 1995), kepribadian (Anglim &
Horwood, 2021; Ahadianto, 2020), harga diri
(Azad et al., 2018) dan sebagainya.
Kelemahan dari penelitian ini adalah
pertama penelitian ini merupakan penelitian
kuanti tatif sehingga kurang mampu
menjelaskan secara mendalam terkait variabel
yang diteliti. Subjek masing-masing memiliki
pengalaman dan bentuk gangguan yang berbeda
pada anak sehingga hal terse but dapat
memberikan interpretasi kualitati f yang
berbeda antar subjek. Peneliti an ini
memerlukan tambahan berupa data kualitatif
sebagai data tambahan agar mampu
menjelaskan hasil penelitian secara mendalam.
Kedua, terbatasnya jumlah subjek penelitian
sehingga penelitian i ni belum mampu
merepresentasikan seluruh populasi dari orang
tua yang memiliki ABK di kota Makassar.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, dapat
disimpulkan bahwa religiusitas dan welas asih
diri memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis pada orang tua yang memiliki ABK.
Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat religiusitas dan welas asih diri, maka
semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis
pada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan
khusus. Sebaliknya, semakin rendah religiusitas
dan welas asih diri, maka semakin rendah pula
kesejahteraan psikologis pada orang tua yang
memiliki ABK. Selain itu, ditemukan pula bahwa
welas asih diri memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap kesejahteraan psikologis
dibandingkan dengan religiusitas.
Saran
Selanjutnya, perlu diberikan saran untuk
pihak- pihak terkait. Saran untuk subjek
penelitian ini mampu memberikan informasi
bahwa perlunya pengkajian terkait orang tua
yang memiliki ABK agar memiliki tingkat
religiusitas dan welas asih diri untuk
meningkatkan kesejahteraan secara psikologis
pada dirinya. Saran untuk peneliti selanjutnya
dapat melakukan penelitian dengan setting yang
berbeda, terutama yang terkait dengan wilayah
dan budaya. Selain itu, peneliti selanjutnya
disarankan melakukan penelitian dengan
menggunakan metode eksperimen berupa
intervensi religiusitas atau intervensi welas asih
diri agar mampu meningkatkan kesejahteraan
psikologis pada orang tua yang memiliki ABK.
Referensi
Aghababaei, N., achnio, A., Arji, A.,
Chiniforoushan, M., Tekke, M., & Fazeli
161
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Mehrabadi, A. (2016). Honesty–humility
and the HEXACO structure of religiosity
and well-being. Current Psychology,
35(3), 421426. https://doi.org/
10.1007/s12144-015-9310-5
Ahadiyanto, N. (2020). Hubungan dimensi
kepribadian the Big Five Personality
dengan tingkat kesejahteraan psikologis
narapidana. Jurnal Al-Hikmah, 18(1),
117–130. https://doi.org/10.35719/
alhikmah.v18i1.26
Akin, A. (2010). Self-compassi on and
loneliness. International Online Journal
of Educational Sciences, 2(3), 702–718.
Ancok, D., & Suroso, F. N. (2018). Psikologi
islami: Solusi Islam atas problem-problem
psikologi. Pustaka Pelajar.
Antaranews.com. (2020). PKK Sulsel gandeng
Unicef bentuk komunikasi walk Anak
Berkebutuhan Khusus. https://
makassar.antaranews .com/berita/
164346/pkk-sulsel-gandeng-unicef-
b e n tu k - k o m u n i k a s i - w a l i - a n a k -
berkebutuhan-khusus. (Diakses pada 20
November 2020).
Asmarani, F. F., & Sugiasih, I. (2020).
Kesejahteraan psikologis pada ibu yang
memiliki anak tunagrahita ditinjau dari
rasa syukur dan dukungan sosial suami.
Psisula: Prosiding Berkala Psikologi, 1,
4558. https://doi.org/10.30659/
psisula.v1i0.7688
Atikasari, F. (2021). Religiusitas dan
kesejahteraan psikologis dimediasi oleh
kebahagiaan siswa. Jurnal Ilmiah
Psikomuda Connectedness, 1(1), 15–27.
h t tp s : / / u n i m u da . e - j o u r n a l . i d /
jurnalpsikologiunimuda/article/view/
1060/612
Azad, M. A., Shariat, S., Farhadi, T., & Shahidi, L.
(2018). The prediction of psychological
well-being based on self-compassion and
self-esteem in caregivers of people with
physical, mental, and multiple disabilities
in the welfare organization. Ssu-Sbrh,
2(1), 164–173. http://sbrh.ssu.ac.ir/
article-1-49-en.html
Azalia, L., Muna, L. N., & Rusdi, A. (2018).
Kesejahteraan psikologis pada jemaah
pengajian ditinjau dari religiusitas dan
hubbud dunya. Psikis/ : Jurnal Psikologi
Islami, 4(1), 35–44. https://doi.org/
10.19109/psikis.v4i1.2159
Bawalsah, J. A. (2016). Stress and coping
strategies in parents of children with
physical, mental, and hearing disabilities
in Jordan. International Journal of
Educat ion, 8(1), 1. https://doi.org/
10.5296/ije.v8i1.8811
Bluth, K., & Blanton, P. W. (2015). The influence
of self-compassion on emotional well-
being among early and older adolescent
males and females. The Journal of
Positive Psychology, 10(3), 219–230.
h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 0 8 0 /
17439760.2014.936967
Fauziah, L. H. (2019). Pengaruh self compassion
terhadap kesejahteraan psikologis
dimediasi oleh religiiusitas pada remaja
panti asuhan. University of
Muhammadiyah Malang.
Ghozali, I. (2018). Aplikasi analisis
Multivariate. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Green, M., & Elliott, M. (2010). Religion, health,
and psychological well-being. Journal of
Religion and Health, 49(2), 149–163.
https://doi.org/10.1007/s10943-009-
9242-1
Hackney, C. H., & Sanders, G. S. (2003).
Religiosity and mental health: A meta-
analysis of recent studies. Journal for the
Scientific Study of Religion, 42(1), 43–55.
h tt p s : / / do i . or g / 1 0 . 1 1 1 1 / 1 4 68 -
5906.t01-1-00160
Hair, J. F., Celsi, M., Money, A., Samouel, P., & Page,
M. (2016). The essentials of business
research method (3rd Edition).
Routledge.
Hayat, I., & Zafar, M. (2015). Relationship
between psychological well-being and
coping strategies among parents with
down syndrome children. International
162 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
Journal of Humanities and Social Science,
5(71), 109–117. http://
w w w. i j h s s n e t . c o m / j o u r n al s /
Vol_5_No_7_1_July_2015/12.pdf
Isfani, R. S., & Paramita, P. P. (2021). Pengaruh
self-compassion terhadap resiliensi orang
tua dari anak dengan Autism Spectrum
Disorder (ASD). Buletin Riset Psikologi
Dan Kesehatan Mental (BRPKM), 1(2),
1331. https://doi.org/10.20473/
brpkm.v1i2.28659
Ismail, Zeenat, S. D. (2012). Religiosity and
psychological well-being. International
Journal of Bussiness and Social Science,
3(11), 2028. h ttp://
c i te s e e r x . i s t. p s u . e du / v i e w do c /
download?doi=10.1.1.1091.7249&rep=rep1&type=pdf
Ismail, Z., & Desmukh, S. (2012). Religiosity and
psychological well-being. International
Journal of Business and Social Science,
3(11), 20–28. https://ijbssnet.com
Juniarly, A. (2012). Di Polres Kebumen.
Psikologika, 17(1), 5–16. https://doi.org/
10.20885/psikologika.vol17.iss1.art1.
Kemendikbud. (2019). Sekolah inklusi dan
pembangunan SLB dukung pendidikan
inklusi. https://www.kemdikbud.go.id/
main/blog/2017/02/sekolah-inklusi-
da n - p e m b a n g u n a n - s l b - du k u n g -
pendidikan-inklusi.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. (2013). Panduan
penanganan anak berkebutuhan khusus
bagi pendamping (orang tua, keluarga,
dan masyarakat). Kementrian
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia.
Keyes, C. L. M., Shmotkin, D., & Ryff, C. D. (2002).
Optimizing well-being: The empirical
encounter of two traditions. Journal of
Personality and Social Psychology, 82(6),
1007–1022. https://doi.org/10.1037/
0022-3514.82.6.1007
Lai, W. W., Goh, T. J., Oei, T. P. S., & Sung, M.
(2015). Coping and well-being in parents
of children with Autism Spectrum
Disorders (ASD). Journal of Autism and
Developmental Disorders, 45(8), 2582–
2593. https://doi.org/10.1007/s10803-
015-2430-9
Langford, B. H., & Badeau, S. (2013). A plan for
investing in the social, emotional, and
physical well-being of older youth in
foster care: Connected by 25. http://
os te rca re w or k gro up .o rg/ med ia /
r e s o u r c e s / F C W G _ We l l B e i n g
_Investment_Agenda.pdf.
Leary, M. R., Tate, E. B., Adams, C. E., Batts Allen,
A., & Hancock, J. (2007). Self-compassion
and reactions to unpleasant self-relevant
events: The implications of treating
oneself kindly. Journal of Personality and
Social Psychology, 92(5), 887904.
h tt p s : / / do i . or g / 1 0 . 1 0 3 7 / 0 0 22 -
3514.92.5.887
Leary, M., Tate, E. B., Adams, C. E., Allen, A., &
Hancock, J. (2007). Self-compassion and
reactions to unpleasant self-relevant
events: the implications of treating
oneself kindly. https://doi.org/10.1037/
0022-3514.92.5.887
Mayasari, R. (2014). Religiusitas Islam dan
kebahagiaan (Sebuah telaah dengan
perspektif psikologi). Al-Munzir, 7(2),
81100. https://doi.org/http://
dx.doi.org/10.31332/am.v7i2.281
McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A.
(2002). The grateful disposition: A
conceptual and empirical topography.
Journal of Personality and Social
Psychology, 82(1), 112–127. https://
doi.org/10.1037/0022-3514.82.1.112
Mi randa, D. (201 3). Strategi coping dan
kelelahan emosi o nal (emot ional
exhaustion) pada ibu yang memiliki
ABK (Studi kasus di Rumah Sakit Jiwa
Daerah Atma H usada Maha kam
Samarinda, Kalimantan T i mur).
EJo urnal Psikologi, 1(2), 123135.
h t tp s : / / d x . do i . o r g / 10 . 3 0 8 7 2 /
psikoborneo.v1i2.3283
Nashori, F. (2012). Pemaafan pada etnis Jawa.
Universitas Padjadjaran.
163
Pengaruh Religiusitas dan Welas Asih Diri terhadap Kesejahteraan Psikologis Orang Tua Anak Berkebutuhan...
PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Nashori, F. (2016). Psikologi pemaafan. Insania
Cita.
Neff, K. D. (2003). Development and validation
of a Self-Compassion Scale. Self and
Identity, 2(October 2012), 223–250.
h t t p s : / / d o i . o r g / 1 0 . 1 0 8 0 /
15298860390209035
Neff, K. D., & Costigan, A. P. (2014). Self-
compassion, wellbeing, and happiness.
Psychologie in Osterreich, 2(3), 114–119.
https :// s elf- c om pas s io n .or g/wp -
c o n te n t / u p lo a ds / p u b l i c a t i o n s /
Neff&Costigan.pdf
Neff, K. D., & Faso, D. J. (2015). Self-compassion
and well-being in parents of children with
autism. Mindfulness, 6(4), 938–947.
https://doi.org/10.1007/s12671-014-
0359-2
Neff, K. D., & McGehee, P. (2010). Self-
compassion and psychological resilience
among adolescents and young adults. Self
and Ident ity, 9(3), 225–240. https://
doi.org/10.1080/15298860902979307
Neff, K. (2003). Self-compassion: An
alternative conceptualizat ion of a
healthy attitude toward oneself. https://
doi.org/10.1080/15298860309032
Neff, Kristin, & Germer, C. (2018). The mindful
self-compassion workbook: A proven
way to accept yourself, build inner
strength, and thrive. Guilford Press.
https://www.guilford.com/books/The-
Mindful-Self-Compassion-Workbook/
Neff-Germer/9781462526789
Pargament, K. I. (2009). Psychological inquiry/
: An international journal for the
advancement of psychological theory
Target Article: The Bitter and the Sweet/
: An evaluation of the costs and benefits
of religiousness the Bitter and the Sweet/
: An evaluation of the Costs and Ben.
Psychological Inquiry, February 2012,
3741. https://doi.org/10.1207/
S15327965PLI1303
Rahmawati, S. (2018). Pengaruh Religiusitas
Terhadap Penerimaan diri Orangtua Anak
Autis di Sekolah Luar Biasa XYZ. Jurnal
Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora,
4(1), 17-24. https://doi.org/10.36722/
sh.v4i1.248
Ramawidjaya, N. M., & Sartika, D. (2016).
Hubungan antara self-compassion
dengan psychological well-being pada
atlet tuna daksa (studi pada atlet national
paralympic committee indonesia di Kota
Bandung). Prosiding Psikologi, 2(2),
602607. https://doi.org/http://
dx.doi.org/10.29313/.v0i0.3829
Ryan, R. M., Rigby, S., & King, K. (1993). Two
types of religious internalization and
their relations to religious orientations
and mental health. Journal of Personality
and Social Psychology, 65(3), 586–596.
h tt p s : / / do i . or g / 1 0 . 1 0 3 7 / 0 0 22 -
3514.65.3.586
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or
is it? Explorations on the meaning of
psychological well-being. Journal of
Personality and Social Psychology, 57(6),
1069–1081. https://doi.org/10.1037/
0022-3514.57.6.1069
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. M. (1995). The structure
of psychological well-being revisited.
Journal of Personality and Social
Psychology, 69(4), 719–727. https://
doi.org/10.1037/0022-3514.69.4.719
Sharma, S., & Singh, K. (2019). Religion and well-
being: The mediating role of positive
virtues. Journal of Religion and Health,
58(1), 119131. https://doi.org/
10.1007/s10943-018-0559-5
Subhiyah, M., & Nashori, F. (2021). Peran
penyesuaian diri sebagai mediator pada
pengaruh religiusitas terhadap
kebahagiaan santri. Psychosophia:
Journal of Psychology, Religion, and
Humanity, 3(1), 1–12. https://doi.org/
10.32923/psc.v3i1.1622
Sugianto, D., Suwartono, C., & Sutanto, S. H.
(2020). Reliabilitas dan validitas self-
compassion scale versi Bahasa Indonesia.
Jurnal Psikologi Ulayat, 7(2), 177–191.
https://doi.org/10.24854/jpu107
164 PSIKOLOGIKA Volume 27 Nomor 1 Januari 2022
Rizki Isnaeni, H. Fuad Nashori
Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif
untuk penelit ian yang bersifat
eksploratif, enterpretif, interaktif dan
konstruksi. Alfabeta.
Sun, X., Chan, D. W., & Chan, L. (2016).
Self-c ompassion and psychological
wel l-b ein g am on g adole s ce nts in
Ho ng Ko ng : E x plo ri ng ge nde r
di ff ere nce s. Pe rs on al it y a nd
Ind ivi dua l D iffe rence s , 101 , 288
29 2. h ttp s: //do i.o rg /1 0.1 016 /
j.paid.2016.06.011
Unicef. (2021). Introduction disabilities. https:/
/sites.unicef.org/disabilities
Zessin, U., Dickhäuser, O., & Garbade, S. (2015). The
relationship between self-compassion and
well-being: A meta-analysis. Applied
Psychology: Health and Well-Being, 7(3), 340–
364. https://doi.org/10.1111/aphw.12051
Received 31 January 2021
Revised 12 December 2021
Accepted 18 January 2022
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
Orang tua dari anak dengan ASD menghadapi tantangan yang signifikan, yang dapat menimbulkan stres, depresi, dan efek buruk pada perkembangan anak. Di sisi lain, terdapat orang tua yang mampu bangkit dari situasi sulit, memiliki kesejahteraan psikologis yang baik, dan penerimaan terhadap kondisi anak. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh self-compassion terhadap resiliensi orang tua dari anak dengan ASD dan mengetahui perbedaan rata-rata self-compassion dan resiliensi berdasarkan faktor demografis. Pengumpulan data dilakukan menggunakan alat ukur Self-compassion Scale dan Brief Resilience Scale. Analisis data dilakukan dengan uji regresi linear sederhana, independent sample t-test, dan ANOVA menggunakan SPSS versi 22 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-compassion berpengaruh signifikan dan positif terhadap resiliensi. Terdapat perbedaan rata-rata self-compassion berdasarkan usia, jenis kelamin, dan keikutsertaan orang tua dalam komunitas. Terdapat perbedaan rata-rata resiliensi berdasarkan tingkat pendidikan orang tua dan tingkat keparahan gejala ASD.
Article
Full-text available
This study aimed to observe to what extent the self-adaptation has a role as mediator in the correlation of religiosity and happiness. It involved 204 new santri in Islamic Boarding School X in Bekasi. This study used the scale of Oxford Happiness Questionnaire (OHQ) as developed by Hills and Argyle, Indonesian Psychological Measurement of Islamic Religiousness (I-PMIR) developed by Abu-Raiya, et al. adapted into Indonesia Language by Salsabila, et al. and student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) by Baker and Siryk. Data were analized using exploratory factor analysis by means of software SPSS 20 and PROCESS macro analysis through SPSS 20 software. The results of this study showed that religiosity positively affecting self-adaptation and happiness, and self-adaptation mediated the effects of religiosity on happiness. Thus, the hypothesis in this study was accepted.
Article
Full-text available
Welas diri (self-compassion) merupakan sebuah sikap yang sehat terhadap diri dan berkaitan dengan kesehatan mental.Self-Compassion Scale (SCS) merupakan instrumen yang umum digunakan untuk mengukur welas diri, tetapi belum ada penelitian yang melihat kualitas psikometrik dari adaptasi SCS Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan adaptasi dan uji psikometrik SCS Bahasa Indonesia. Partisipan dalam penelitian ini adalah 329 mahasiswa aktif di salah satu universitas di Jakarta dan sekitarnya yang direkrut dengan convenience sampling. Instrumen yang digunakan adalah SCS yang diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan diberi nama Skala Welas Diri (SWD). Berdasarkan hasil uji psikometrik menggunakan confirmatory factor analysis (CFA), uji validitas konstruk, dan koefisien Cronbach’s Alpha, ditemukan bahwa SWD memiliki validitas dan reliabilitas yang baik, serta memiliki model teoretik yang sama dengan SCS. Disimpulkan bahwa SWD dapat digunakan sebagai skala yang mumpuni untuk mengukur welas diri.
Article
Full-text available
We present a series of studies on the development and validation of the Self-Compassion Scale - Youth version (SCS-Y), which is intended for use with early adolescents in middle school. Study 1 (N = 279, Mage = 12.17) describes the selection of 17 items out of a pool of 36 potential items, with three items each representing the subscales of self-kindness, mindfulness, common humanity, self-judgment, isolation, and two items representing over-identification. Using state-of-the-art psychometric analyses ideal for examining multidimensional constructs like self-compassion - bifactor exploratory structural equation modeling (bifactor-ESEM) - findings supported the use of a general self-compassion score and six subscale scores. Study 2 cross-validated the factor structure of the SCS-Y with a second sample of youths (N = 402, Mage = 12.43). Study 3 found support for the test-retest reliability of the SCS-Y (N = 102, Mage = 12.52). Study 4 (N = 212, Mage = 12.18) established construct validity for the SCS-Y by demonstrating that SCS-Y scores were significantly associated with mindfulness, happiness, life-satisfaction, depression, resilience, and achievement goal orientation in expected directions. Overall, findings suggest that the SCS-Y is a reliable and valid measure of self-compassion for use with youths.
Article
Full-text available
In four studies, the authors examined the correlates of the disposition toward gratitude. Study 1 revealed that self-ratings and observer ratings of the grateful disposition are associated with positive affect and well-being prosocial behaviors and traits, and religiousness/spirituality. Study 2 replicated these findings in a large nonstudent sample. Study 3 yielded similar results to Studies 1 and 2 and provided evidence that gratitude is negatively associated with envy and materialistic attitudes. Study 4 yielded evidence that these associations persist after controlling for Extraversion/positive affectivity, Neuroticism/negative affectivity, and Agreeableness. The development of the Gratitude Questionnaire, a unidimensional measure with good psychometric properties, is also described.
Article
Full-text available
Psychological well-being is an important psychological element that supports individual total functioning. Psychological well-being is influenced by various factors including religiosity, and inversely proportional to psychological illness such as depression, anxiety, and materialism. This study aims to test the hypothesis of the relationship between hubbud dunya and religiosity with psychological well-being in the congregation of pengajian. The sample in this study is the congregation of pengajian by sampling method using purposive sampling. Methods of data collection using 4 scales of research. The psychological well-being scale of Ryff (1995), the scale of religiosity 1 and 2 of Nashori & Wijaya (2016), and the scale of hubbud dunya compiled by researchers based on Imam al-ghazali thought in ihya 'ulumuddin. Data analysis using spearman correlation coefficient test. The results showed there was a positive relationship between religiosity and psychological well-being. The aspects of religiosity that has a positive relationship with psychological well-being is the aspect of worship, morals, and experience. The hypothesis test between hubbud dunya and psychological well-being showed that there was no significant relationship between the two.
Article
This study aims to determine the role of religious coping and subjective well-being to stress on the non-commissioned members of the police at the police resort Kebumen. Research subjects were the non-commissioned members of the Sabhara police force at police resort Kebumen and muslims. Data collection methods used scale. The results were analyzed using partial correlation analysis. Coefficient correlation between stress and religious coping of - 0.517 with p = 0.000 (p 0.01). This suggests that there was a significant negative correlation between religious coping, subjective well-being and stress. The higher religious coping and subjective well-being levels, the lower the stress levels. In other words, stress can be predicted based on religious coping and subjective well-being. Thus, the hypothesis accepted. Keywords: Religious Coping, Subjective Well-Being, Stress
Article
The Big Five Personality is one of the theories of personality that consists of five personality dimensions, namely: Agreeableness, Openness to New Experience, Extraversion, Neuroticism and Conscienstiousness. Thirty-five prisoners of cases of narcotics and drug trafficking into subjects in this study. In testing the assumptions of normality of data, showed that the data were normally distributed. This is indicated by the value of significance (p-value) greater than 0.05. As for the correlation test, showed that Openness to Experience significantly positively correlated with Psychological Wellbeing (r = 0.504; p = 0.002). Extraversion significantly positively correlated with Psychological Wellbeing (r = 0.420; p = 0.012). Agreeableness positively correlated significantly with Psychological Wellbeing (r = 0.620; p = 0.000). Constinousness significantly positively correlated with Psychological Wellbeing (r = 0.473; p = 0.004). Neuroticism is negatively correlated significantly with Psychological Wellbeing (r = - 0.479; p = 0.004). The purpose of quantitative research with correlational approach is to know the relationship between the Big Five personality dimensions with Psychological Wellbeing on inmates in Prisons Women Class II A Malang. Further research is expected to contribute to the Women's Prison Class II A Malang in order to carry out the task of coaching the inmates. Conclusions from the analysis of the data is that the four dimensions of personality Big Five Personality significantly positively associated with psychological well-being. Except for Neuroticism personality dimensions are significantly negatively associated with psychological well-being.
Article
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan kesejahteraan psikologis pada ibu yang memiliki anak tunagrahita ditinjau dari �rasa syukur dan dukungan sosial suami. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah� ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB-C �X� Semarang. Sampel penelitian ini berjumlah 120� ibu yang memiliki anak tunagrahita. Metode pengambilan sampel menggunakan quota sampling.Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga skala. Skala kesejahteraan psikologis berisi 48 aitem memiliki koefisien reliabilitas = 0,882, skala rasa syukur terdiri dari 28 aitem memiliki koefisien reliabilitas = 0,901, serta skala dukungan sosial suami dengan 20 aitem� memiliki koefisien reliabilitas = 0,953 Analisis data menggunakan analisis regresi ganda . Hasil penelitian menunjukkan diperoleh �R = 0,441 dengan Fhitung=10,522, p = 0,000 (p <0,05), yang berarti terdapat hubungan� antara rasa syukur dan dukungan sosial suami terhadap kesejahteraan psikologis pada ibu yang memiliki anak tunagrahita.Untuk total koefisien determinasi sebesar 0,195 yang berarti bahwa sumbangan efektif dari� rasa syukur dan dukungan sosial suami terhadap kesejahteraan psikologis pada ibu sebesar 19,5 % sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.�Kata Kunci : Kesejahteraan Psikologis, Rasa Syukur, Dukungan sosial suami, tunagrahitaKesejahteraan Psikologis pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahita Ditinjau dari Rasa Syukur dan Dukungan Sosial Suami
Article
p> Abstrak - Riset ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh religisitas dan penerimaan diri orang tua dari anak autis di SLB XYZ di Bekasi. Setiap orang tua menginginkan anaknya dapat lahir dan tumbuh secara sempurna, namun ketika kenyataan yang harus dihadapi tidak sesuai dengan harapan, seringkali orang tua menyalahkan Tuhan dan tidak mau menerima keadaan anaknya. Penerimaan diri ( self acceptance ) adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan milik sendiri, kualitas dan bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan diri sendiri, sikap yang menunjukkan rasa puas terhadap dirinya, baik kekurangan maupun kelebihannya, sehingga dapat membentuk harapan yang realistic terhadap dirinya dan menghargai dirinya sendiri. Religiusitas adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah, seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang dan pengalaman individu dalam beribadah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif, pegumpulan data dilakukan menggunakan skala religiusitas dan penerimaan orang tua . Sampel pada penelitian ini adalah 80 orangtua pada anak autis di SLB XYZ. Penelitian ini menggunakan teknik accidental sampling . Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara Religiusitas dan Penerimaan diri orangtua. Hal ini ditunjukkan dengan hasil (R = 0,382) dengan nilai adjusted R square = 0,146 dan p = 0,000 di mana p < 0,05) artinya, semakin tinggi religiusitas pada orang tua maka semakin tinggi penerimaan diri orangtuanya. Kata Kunci – Religiusitas, Penerimaan Diri, Autis Abstract - This research aims to determine the influence of the religiosity and self-acceptance of parents of children with autism in SLB XYZ in Bekasi. Every parent wants his child to be born and grow perfectly, but when the reality to be faced does not match expectations, often parents blame God and do not want to accept the state of his son. Self-acceptance is an attitude that is basically satisfied with one's own self, quality and talent, and acknowledgment of one's own limitations, an attitude that expresses a sense of self-satisfaction, both its shortcomings and its advantages, so as to form a realistic expectation of itself and appreciate himself. Religiosity is how far the knowledge, how strong the belief, how diligent the implementation of worship, how deep appreciation of one's religion and the experience of individuals in worship. The research method used is quantitative research, data collection is done using the scale of religiosity and acceptance of parents. The sample in this study were 80 parents in children with autism in SLB XYZ. This research use accidental sampling technique. The results showed that there is influence between Religiosity and Self-Acceptance of parents. This is indicated by the result (R = 0.382) with adjusted value R square = 0,146 and p = 0,000 where p <0,05) meaning, the higher religiosity in parent hence the higher the parent self acceptance. Keywords – Religiosity, Self-Acceptance, Autism </p