ArticlePDF Available

The Diversity of Potential Malaria and Dengue Mosquito Vector from Bangsring Village Wongsorejo District Banyuwangi East Java

Authors:

Abstract

Bangsring village in Wongsorejo regency has been reported as malaria endemic area in Banyuwangi since 2011. Understanding the diversity and behavior of mosquito vector in this area will be very impotant in developing vector control program. The masquitoes were collected by landing collection outside and inside house by human bites, we also observed the area around cattle cage. During observation periods, a total 633 masquitos were collected consist of 44% malaria potential vector (Anopheles spp.) 19% Dengue fever (DF) potential vector (Aedes spp.) and 36% were not belong to both of them. Out of total collected Anopheles spp. mosquitoes about 65% were indentified as An. vagus, 25% were An. indevinitus, 8% were An. vagus (limosus), and only 2% as well as 0,04 % were An. supictus and An. kochi. Meanwhile we found 19% of Aedes sp. were Ae. aegypti and 81% were Ae. albopictus. This study showed that the dominan potential malaria’s vector is An. Vagus and the dominan DF vector is Ae. albopictus. Mostly colleted Anopheles sp. were exophagic and zoophilic with the highest activities between 06.00-08.00 pm. This was in contras to Aedes sp. where mosfly found endophilic and it has 2 hightime of activities Aedes sp. between 06.00- 07.00 AM and 05.00-06.00 PM. Keywords: Dengue, Malaria, diversity, Anopheles, Aedes.
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 :59-68 59
Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID
Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai Vektor Malaria dan Dengue
di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
The Diversity of Potential Malaria and Dengue Mosquito Vector from
Bangsring Village Wongsorejo District Banyuwangi East Java
Siti Fat’hiyatul Azkiyah, Kartika Senjarini*), Rike Oktarianti,
Hidayat Teguh Wiyono, Syubanul Wathon
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember
*E-mail: senjarini@unej.ac.id
ABSTRACT
Bangsring village in Wongsorejo regency has been reported as malaria endemic area in
Banyuwangi since 2011. Understanding the diversity and behavior of mosquito vector in this area
will be very impotant in developing vector control program. The masquitoes were collected by
landing collection outside and inside house by human bites, we also observed the area around
cattle cage. During observation periods, a total 633 masquitos were collected consist of 44%
malaria potential vector (Anopheles spp.) 19% Dengue fever (DF) potential vector (Aedes spp.)
and 36% were not belong to both of them. Out of total collected Anopheles spp. mosquitoes about
65% were indentified as An. vagus, 25% were An. indevinitus, 8% were An. vagus (limosus), and
only 2% as well as 0,04 % were An. supictus and An. kochi. Meanwhile we found 19% of Aede
ssp.were Ae. aegypti and 81% were Ae. albopictus. This study showed that the dominan potential
malaria’s vector is An. Vagus and the dominan DF vector is Ae. albopictus. Mostly colleted
Anopheles sp. were exophagic and zoophilic with the highest activities between 06.00-08.00 pm.
This was in contras to Aedes sp. where mosfly found endophilic and it has 2 hightime of activities
Aede ssp.between 06.00- 07.00 AM and 05.00-06.00 PM.
Keywords: Dengue, Malaria, diversity, Anopheles,Aedes.
PENDAHULUAN
Malaria dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
di Indonesia merupakan masalah kesehatan di
masyarakat yang ditularkan oleh nyamuk
Anopheles spp.dan nyamuk Aedes spp. Malaria
merupakan suatu penyakit yang disebabkan
oleh parasit Plasmodium yang berkembang
biak dan hidup dalam sel darah mrah yang
ditularkan melalui blood feeding oleh vektor
nyamuk Anopheles spp. Penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus
Dengue dengan vektor utama nyamuk
Ae. aegypti dan vektor sekundernya adalah
Ae. albopictus yang banyak ditemukan di
dalam maupun di luar rumah pada berbagai
tempat perindukan nyamuk (Natadisastra &
Ridad, 2005).
Desa Bangsring kecamatan Wongsorejo
merupakan salah satu daerah pendemik malaria
dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kabupaten Banyuwangi. Pada tahun 2011 di
Banyuwangi terdapat sekitar 107 kasus
malaria. Berdasarkan data Puskesmas
Wongsorejo sudah mengalami penurunan kasus
malaria di tahun 2012 hanya ditemukan satu
kasus malaria, pada tahun 2013 ditemukan dua,
kasus malaria dan terakhir pada tahun 2016
hanya ditemukan satu kasus malaria, akan
tetapi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
di tahun 2017 ditemukan 43 kasus, dua
diantaranya meninggal dunia (Puskesmas
Wongsorejo, 2017).
Desa Bangsring merupakan daerah endemis
malaria dan Dengue karena adanya vektor
malaria, nyamuk Anopheles spp.dan Aedes
spp. pengendalian vektor di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo akan memberikan
hasil yang optimal apabila berdasarkan data
vektor malaria dan Dengue. Dengan
mengetahui keanekaragaman dan potensi
nyamuk diharapkan berguna bagi pengendalian
vektor malaria dan Dengue di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November
2017 - Maret 2018 di Dukuh Paras Puti,h Desa
Bangsring Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi dan pengamatan dilakukan di
laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi Fakultas
MIPA Universitas Jember.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
senter, gunting, pinset, kain kasa, karet, buku
60 Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai… (Azkiah, dkk)
identifikas, mikroskop stereo, kamera optilab dan
buku identifikasi Anopheles spp. Kunci Bergambar
Nyamuk Anopheles spp. dewasa di Indonesia oleh
O’connor & Soepanto (2013). Bahan yang
digunakan adalah nyamuk yang ditemukan di Desa
Bangsring, Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi, akuades dan es batu.
Prosedur Penelitian
Pemetaan lokasi landing collection menggunakan
GPS sebagai alat bantu untuk menentukan titik
koordinat lokasi penelitian. Lokasi pertama berada
pada koordinat 8º04’54.59” S 114º24’00.52” E. dan
lokasi kedua berada pada koordinat 8º04’50.43” S,
114º 25’01.14” E. Data koordinat kemudian
dikonversi dalam bentuk digital selanjutnya
ditampilkan menggunakan Google earth.
Penangkapan Nyamuk Anopheles spp. dan Aedes
spp.
Penangkapan nyamuk dilakukan sebanyak 3 kali
sampling. Waktu penangkapan nyamuk Anopheles
spp. dimulai sejak pukul 18.00 sampai 06.00 WIB.
dan waktu penangkapan nyamuk Aedes spp.dimulai
pukul 06.00 sampai 18.00 WIB. Metode
penangkapan menggunakan aspirator.
Penangkapan nyamuk yang hinggap pada
manusia (Antropofilik)
Metode yang digunakan dengan umpan badan untuk
mengetahui kontak nyamuk dengan manusia (WHO,
1975). Metode ini dilakukan dengan cara
memposisikan kolektor duduk dengan lengan dan
tangan terbuka, hal ini bertujuan untuk memudahkan
nyamuk hinggap sedangkan kolektor yang lain
menangkap nyamuk yang hinggap menggunakan
aspirator. Penangkapan dilakukan di dalam rumah
dan di luar rumah selama 30 menit setiap rentang
waktu 1 jam.
Penangkapan nyamuk yang beristirahat (Resting)
Penangkapan dilakukan dilakukan di dalam rumah,
sekitar kandang ternak dan hinggap pada ternak
(zoofilik) menggunakan aspirator. Setiap 1 jam akan
dilakukan penangkapan selam 30 menit oleh 2
kolektor. Metode penangkapan nyamuk yang
beristirahat dilakukan dengan metode direct hand
collection (WHO, 1975).
Pengumpulan Nyamuk
Nyamuk yang diperoleh dimasukan kedalampaper
cup dan dipisahkan berdasarkan waktu dan metode
penangkapan yang sudah diberi label sesuai dengan
waktu penangkapan sehingga memudahkan dalam
proses identifikasi.
Identifikasi Nyamuk Anophelesspp. dan Aedes
spp.
Nyamuk Anopheles spp. yang diperoleh dimasukan
dalam ice box 3 menit atau freezer selama 10 detik
supaya pingsan danuntuk memudahkan identifikasi
(Shintaet al., 2012). Identifikasi spesies nyamuk
Anopheles spp.dilakukan berdasarkan Buku Kunci
Bergambar Nyamuk Anopheles spp. Nyamuk
Dewasa Di Indonesia oleh O’connor & Soepanto,
(2013). Identifikasi spesies nyamuk Aedes spp.
berdasarkan Buku Kementrian Kesehatan RI
(Kemenkes RI, 2012).
Parameter Penelitian
Data jumlah nyamuk perspesies dihitung
kelimpahan nisbi, perilaku nyamuk, frekuensi,
dominasi, dan kepadatan relatif (Man Hour Density).
a. Kelimpahan nisbi (KN)
Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah jenis
spesies nyamuk tertentu terhadap total jumlah
spesies nyamuk yang didapatkan (Taviv et al., 2015)
K.N = Nyamuk spesies tertentu yang tertangkap
Total nyamuk diperoleh x 100%
b. Frekuensi nyamuk yang tertangkap
Frekuensi nyamuk yang tertangkap dihitung
berdasarkan perbandingan antara jumlah nyamuk
spesies tertentu yang tertangkap terhadap jumlah
penangkap (Taviv et al., 2015)
Frekuensi = Nyamuk spesies tertentu yang tertangkap
Total penangkap
c. Dominasi spesies
Dominasi spesies dihitung berdasarkan hasil
perkalian antara kelimpahan nisbidan frekuensi jenis
nyamuk yang tertangkap (Taviv et al., 2015)
Dominasi = Kelimpahan nisbi Frekuensi
d. Kepadatan relatif (MHD)
Kepadatan relatif nyamuk yang tertangkap
dinyatakan dalam MHD (Man Hour Density), yaitu
jumlah nyamuk hinggap tertangkap per orang per
jam Nyamuk yang tertangkap dihitung kepadatannya
dengan menggunakan rumus (Taviv et al., 2015).
MHD = Nyamuk spesies tertentu yang tertangkap
Jam penangkapan x Penangkap
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keanekaragaman Jenis Nyamuk Vektor
Malaria
Keanekaragaman nyamuk di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi terdiri atas tiga genus yaitu
Anopheles spp. Aedes spp. dan Culex spp.
Jumlah total nyamuk yang berhasil ditangkap
sebanyak 633 individu. Proporsi
nyamuksebagai vektor malaria sebesar 44%,
vektor Dengue sebesar 19% dan yang bukan
vektor malaria dan Dengue sebesar 36%, dapat
dilihat pada Gambar 1(a). Dari data ini tampak
bahwa lebih dari 50% nyamuk yang tertangkap
berpotensi sebagai vektor.
Vektor malaria yang berhasil diidentifikasi
terdiri atas 5 spesies yaitu An. vagus,
An. indefinitus,An.vagus limosus,An.supictus,
dan An. kochi. Proporsi nyamuk Anopheles
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 :59-68 61
Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID
spp. dapat dilihat pada Gambar 1(b). Dari data
tersebut diketahui bahwa An. vagus merupakan
spesies yang mendominasi di Desa Bangsring.
An. vagus merupakan vektor yang paling
banyak ditemukan di seluruh kepulauan di
Indonesia. An. vagus mempunyai rentang
habitat yang sangat luas mulai dari ladang
berbukit hingga perairan payau (Elyazar et al.,
2013).
Kelimpahan nisbi, Frekuensi,
Keanekaragaman dan Dominasi
Nilai kelimpahan nisbi, frekuensi, dan
dominasi Anopheles spp. yang tertangkap di
Desa Bangsring dapat dilihat pada Tabel 1.
Nyamuk An. vagus memiliki kelimpahan
tertinggi sebesar (65%) yang diikuti oleh An.
indefinitus (25%), An.vagus limosus (8%), An.
supictus (2%) dan yang terendah adalah An.
kochi (0,04%).
Kelimpahan An. vagus dipengaruhi oleh
lingkungan seperti adanya lagun sebagai
tempat perindukan dan perilaku nyamuk yang
berubah, An. vagus yang lebih menyukai darah
hewan dengan adanya kandang ternak, dengan
keberadaan ternak besar seperti sapi, kerbau
dan babi akan mengurangi gigitan nyamuk
pada manusia. Pada dasarnya Nyamuk
Anopheles spp. baik yang vektor maupun
bukan vektor lebih menyukai darah binatang
pada malam hari, yang dikandangkan di sekitar
lokasi penelitian.
(a) (b)
Gambar 1. Diagram proporsinyamuk yang tertangkap(a) Proporsi jumlah nyamuk Anopheles ssp.,
Aedes spp dan Culex spp. (b) Proporsi jumlah spesies nyamuk Anopheles spp. yang
tertangkap.
Tabel 1. Nilai kelimpahan nisbi, frekuensi, dan dominasi nyamuk Anopheles spp. di Desa
Bangsring
Spesies
Kelimpahannisbi (%)
Frekuensi
Dominasi
An. vagus
65
7,6
4,95
An. vagus limosus
8
0,92
0,07
An. indefinitus
25
2,92
0,73
An. supictus
2
0,29
0,01
An. kochi
0,04
0,04
0
Menurut penelitian Barodji (2001) semua
spesies nyamuk yang menjadi vektor malaria
yang dijumpaidi daerah-daerah yang tidak
memiliki kandang ternak (75%) tertangkap
mengiggit manusia dan berada di dalam rumah,
hanya (25%) tertangkap menggigit hewan
ternak yang letaknya berjauhan dari rumah
warga. Hal ini didugadekatnya lokasi dengan
kandang ternak sebagai penyebab
meningkatnya populasi An. vagus. Selain itu
diduga An. vagus memiliki kemampuan
berdaptasi lebih baik dibandingkan spesies
yang lain. Berdasarkan penelitian Mardiana
(2001), empat lagun yang ditemukan sebagai
habitat potensial larva Anopheles spp.adalah
Laguna Kandangan, Kluwih, Loji Utara, dan
Loji Selatan. Lagun tersebut selalu dalam
keadaan tergenang sehingga dapat dijadikan
sebagai tempat perindukan nyamuk selain itu
sumber makanan bagi larva nyamuk juga
62 Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai… (Azkiah, dkk)
melimpah seperti ganggang bersel satu,
flagelata, siliata dan tumbuhan air (Rao, 1981).
Syafruddin (2010) menyatakan penempatan
kandang ternak besar seperti sapi dan kerbau
diluar rumah dapatdigunakan sebagai cattle
barrier malaria. Selain itu An. vagus dapat
ditemukan di berbagai tempat di Indonesia
salah satunya adalah daerah pesisir (Syafruddin
et al., 2010).
Nilai frekuensi tertinggi adalah An. vagus
diikuti An. indefinitus sebesar (7,6) dan (2,92),
sedangkan frekuensi terendah yaitu An. kochi
sebesar 0,04. Menurut Amirullah (2012)
frekuensi kurang dari 1,0 yang menunjukkan
keberadaan spesies tersebut kurang dari 100%.
Frekuensi menggigit yang tinggi sangat
menentukan terhadap peranannya sebagai
vektor. Suwito et al. (2010).Menyatakan
bahwa semakin sering nyamuk mengigit maka
frekuensi kemunculan juga tinggi selain itu
juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban,
hal ini disebabkan suhu dan kelembaban udara
mempunyai peranan penting dalam
perkembangbiakan nyamuk, batas suhu
optimum yaitu antara 25-270C dengan
kelembaban udara diatas 60%. Apabila
kelembaban udara dibawah 60% menyebabkan
umurn yamuk pendek sehingga siklus
sporogoni tidak dapat berlangsung.
Nilai dominasi nyamuk Anopheles spp.
tertinggi (4,95%) adalah An. Vagus dan
terendah An. kochi 0,04%. Menurut Amirullah
(2012). tingginya dominasi spesies tersebut
menunjukkan peran ekologi dibandingkan
dengan spesies lainnya, seperti adanya
tumbuhan air yang melindungi larva dari
cahaya matahari dan terlindungi dari predator.
Hal ini juga dipengaruhi oleh peletakan
kandang ternak di sekitar rumah yang
memudahkan An. vagus menghisap darah
hewan sehingga populasi An. vagus lebih
dominan dibandingkan spesies yang lain. Hal
ini sesuai dengan penelitian Habib (2016) dan
Wibisono (2017) yang menyatakan nyamuk
Anopheles spp. yang sering tertangkap disetiap
jam penangkap di lokasi penelitian didominasi
oleh An. vagus yang hinggap pada ternak.
Karakteristik Morfologi Nyamuk Anopheles
spp.
a) An. vagus
Nyamuk An. vagus memiliki karakter
morfologi khusus yaitu pada ujung probosis
terdapat noda pucat. Gelang pucat diujung
palpus sekurang-kurangnya 3 kali panjang
gelang gelap di bawahnya. Sayap An. vagus
pada costa, urat 1 dan 4 terdapat noda pucat.
Femur dan tibia tidak terdapat gelang pucat,
pada persambungan tibia dan tarsus kaki
belakang terdapat gelang pucat. (Sudomo et al.,
1998).
Gambar 2. Karakteristik morfologi An.vagus
(a) Probosis dan palpus, (b) sayap
dan (c) kaki.
b) An. vagus limosus
Nyamuk An.vagus limosus memiliki karakter
morfologi hampir sama dengan An. vagus.
Perbedaanya pada bagian probosis An. vagus
limosus berwarna gelap dan gelang pucat pada
bagian apikal palpus panjangnya 3 kali lebih
besar dari gelang gelap yang berada pada sub-
apikal palpus, terdapat gelang pucat pada
bagian tarsus. Pada bagian sayap, pita gelap
yang berada di bagian pre-apikal lebih sempit
dari pita pucat disekitarnya.
Gambar 3. Karakteristik morfologi An. vagus
limosus (a) probosisdan palpus, (b)
sayap dan (c) kaki.
c) An. indefinitus
Nyamuk An. indefinitus memiliki karakter
morfologi yaitu gelang pucat apikal palpus
panjangnya 2 kali panjang gelang gelap di
bawahnya. Persambungan tibia dan tarsus kaki
belakang sebagian atau seluruhnya gelap tidak
terdapat gelang pucat. Pada sayap
An. indefinitus terdapat 4 noda pucat pada
bagian costa.
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 :59-68 63
Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID
Gambar 4. Karakteristik morfologi An.
Indefinitus (a) palpus dan
probosis, (b) sayap (c) kaki.
d) An. subpictus
Gambar 5. Karakteristik morfologi An.
subpictus (a) palpus dan
probosis, (b) sayap, dan (c)
kaki
Nyamuk An. subpictus memiliki karakter
morfologi yaitu sayap memiliki 4 noda pucat
pada bagian costa, gelang pucat diujung palpus
sama panjang dengan gelang pucat
dibawahnya. Pita gelap pre-apikal sayap lebih
luas dari pada pita pucat disekitarnya. Terdapat
gelang pucat pada daerah tarsus. Mulyono et
al. (2007) menyatakan di Pulau Jawa
An. subpictus banyak ditemukan di daerah
pinggir pantai. Di Nusa Tenggara Timur spesies
ini merupakan spesies yang dominan yaitu
sebesar 65,5% dibanding spesies yang lain
e) An. kochi
Nyamuk An. kochi memiliki karakter morfologi
yaitu pada bagian palpus terdapat 4 gelang
pucat, setengah probosis berwarna pucat,
terdapat sternit abdomen ke-II sampai ke-VII.
Pada bagian sayap, gelang gelap pre-apikal
sayap lebih sempit dari pada gelang pucat
disekitarnya, terdapat gelang pucat pada bagian
tarsus.
Gambar 6. Karakteristik morfologi An.
Kochi(a) palpus dan probosis,
(b) sayap dan (c) kaki.
Jumlah dan Kepadatan Nyamuk Anopheles
spp.
Nyamuk Anopheles spp.yang tertangkap
selama penelitian di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo adalah 283 individu,
hampir seluruhnya resting di sekitar kandang
ternak dan hinggapternak. Data hasil kepadatan
setiap spesies nyamuk dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Jumlah tiap spesies Anopheles spp. setiap jam penangkapan
b
64 Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai… (Azkiah, dkk)
Pada Gambar 7 tampak bahwa An. Vagus
dan An. indefinitus ditemukan pada setiap jam
penankapan dan lebih dominan resting di
sekitar kandang ternak untuk menghisap darah
dan beristirahat (eksofilik dan eksofagik), hal
ini diduga karena perilaku manusia yang sudah
berubah menggunakan insektisida dan adanya
kandang ternak di luar rumah sehingga perilaku
nyamuk juga berubah lebih menyukai darah
hewan.
Menurut Mulyono et al. (2017) nyamuk
Anopheles spp.lebih menyukai hewan besar
seperti kerbau dan sapi dari pada hewan kecil
seperti kambing, babi dan domba. Gambar 7
terlihat bahwa nyamuk Anopheles spp. dapat
ditemukan dalam tiap jam penangkapan antara
pukul 18.00 WIB sampai dengan pukul 05.00
WIB. Puncak aktivitas Anopheles spp. terjadi
pada pukul 20.00 - 21.00 WIB di dominasi oleh
nyamuk An. vagus.
Penurunan aktivitas nyamuk Anopheles
spp. Terjadi menjelang tengah malam sampai
pagi hari. An. vagus lebih dominan disepanjang
jam penangkapan dibandingkan dengan spesies
yang lain, hal ini sesuai dengan penelitian
Prastowo & Anggraini (2011) yang
menyatakan bahwa An. vagus dijumpai
disepanjang malam dari pukul 18.00 WIB
sampai dengan pukul 24.00 WIB dan
mengalami penurunan menjelang pagi hari.
Nyamuk An. vagus banyak ditemukan
diberbagai tempat di Indonesia salah satunya
daerah dataran rendah, perbukitan dan pesisir
(Syafruddin et al., 2010). Spesies dominan
yang kedua adalah An. indefinitus (Gambar 7)
terlihat nyamuk An. indefinitus dijumpai
sepanjang malam puncak aktivitas pada pukul
21.00 - 22.00 WIB dan mengalami penurunan
pukul 03.00 - 04.00 pagi. Hal ini berbeda
dengan penelitian Muchid et al.(2015) yang
menyatakan bahwa puncak kepadatan tertinggi
nyamuk An. indefinitus terjadi pada pukul
02.00 WIB.
Perilaku Menghisap Darah Nyamuk
Anopheles spp.
Hasil pengamatan spesies nyamuk Anopheles
spp. dengan metode penangkapan Hinggap
Manusia di Luar Rumah (HMLR), Hinggap
Manusia Dalam Rumah (HMDR), Istirahat
Sekitar Kandang (ISKT), Hinggap Ternak
(HT), dan Istirahat Dalam Rumah (IDR) dapat
dilihat pada Gambar 8.
Pada Gambar 8. terlihat bahwa metode
penangkapan ISKT lebih efektif dalam
penangkapan nyamuk Anopheles spp. Dengan
puncak penangkapan pada pukul 20.00 - 21.00
WIB. Hal ini diduga nyamuk sudah melakukan
blood-feeding pada pukul 18.00 - 19.00 WIB
dan melakukan istirahat di sekitar kandang
tetapi jumlah nyamuk yang Istirahat Sekitar
Kandang Ternak mengalami penurunan diatas
pukul 24.00 - 01.00 WIB, diduga nyamuk
melalukan blood-feeding kembali. Penempatan
kandang ternak disekitar perindukan
memungkinkan nyamuk bersifat eksofogik dan
eksofilik (Mulyono et al., 2007).
Gambar 8. Grafik nyamuk Anopheles spp.setiap jam pada semua metode penangkapan
Pada metode Hinggap Ternak (HT)
disetiap jam selama 12 jam tidak terjadi
perbedaan jumlah nyamuk yang hinggap pada
ternak, terjadi puncak kepadatan pada pukul
19.00 - 20.00 WIB. Banyaknya nyamuk yang
dapat tertangkap pada ternak dipengaruhi oleh
2 faktor yaitu aktivitas penangkap dan kondisi
istirahat ternak, apabila ternak dalam kondisi
tidak istirahat sangat kesulitan dalam
penangkapan nyamuk. Menurut penelitian
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 :59-68 65
Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID
terjadi puncak kepadatan pada pukul 18.00 -
19.00 WIB (Wibisono, 2017).
Pada metode Hinggap Manusia Dalam
Rumah dan Hinggap Manusia di Luar Rumah
serta Istirahat Dalam Rumah tidak ditemukan
nyamuk yang tertangkap, hal ini diduga
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
perilaku masyarakat yang berubah untuk
menggunakan insektisida, penggunaan obat
nyamuk, raket nyamuk dan kelambu yang
mempengaruhi nyamuk untuk masuk dalam
rumah untuk mencari makan (blood-feeding)
dan beristirahat didalam rumah. Hal ini juga
berpengaruh terhadap aktifitas nyamuk yang
lebih bersifat eksofilik dan zoofilik yang
cenderung menyukai darah hewan atau sapi
dari pada manusia. Menurut Hadi & Koesharto,
(2006) beberapa jenis nyamuk mencari makan
dalam rumah (endofagik) dan istirahat dalam
rumah (endofilik), sedangkan spesies lain
memasuki rumah hanya untuk mencari makan
(endofagik) tetapi istirahat diluar rumah
(eksofilik), adapula yang menghisap darah
diluar rumah (eksofagik) dan istirahat juga
diluar rumah (eksofilik).
Keanekaragaman Jenis Nyamuk Aedes spp.
Hasil penangkapan nyamuk Aedes spp. di Desa
Bangsring didapatkan 121 individu yang terdiri
atas Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Proporsi
.Aedes spp.didominasi nyamuk Ae. albopictus
sebesar 81% dan Ae. aegypti sebesar 19%.
Kelimpahan Ae. albopictus dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan di desa Bangsring tepatnya
di lokasi penelitian terdapat kebun kelapa dan
jagung yang merupakan habitat nyamuk
Ae. albopictus. Kebun dan hutan merupakan
habitat Ae. albopictus.
Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, dan Dominasi
Nilai kelimpahan nisbi, frekuensi, dan
dominasi Aedes ssp. yang tertangkap di Desa
Bangsring dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai
kelimpahan nisbi nyamuk dari pengamatan
menunjukkan nilai tertinggi adalah
Ae. albopictus sebesar 81% dengan frekuensi
(4,1 kali) dan dominansi sebesar 3,30%,
sedangkan kelimpahan nisbi terendah adalah
Ae .aegypti sebesar 19%, frekuensi 0.96 kali
dan dominansi sebesar 0,18 %.
Kelimpahan nyamuk Ae. albopictus.
dipengauhi oleh kondisi lingkungan di lokasi
penelitian yang berada ditengah kebun kelapa
dan kebun jagung dan semak-semak. Menurut
Ernamaiyanti el al., (2010) peningkatan
populasi nyamuk dewasa sangat didukung oleh
kondisi lingkungan, keadaan geografis,
topografi serta ketinggian tempat suatu daerah
yamg memungkinan terjadinya peningkatan
kasus yang disebabkan oleh nyamuk malaria
maupun Demam Berdarah Dengue (DBD) pada
daerah tersebut.
Karakteristik Morfologi Aedes spp.
Nyamuk Aedes spp.yang tertangkap pada
lokasi penelitian di Desa Bangsring. Spesies
yang tertangkap dan berhasil diidentifikasi
adalah Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Karakter morfologi Ae .albopictus yaitu
terdapat satu garis putih di tengah toraks.
Karakter morfologi Ae. Aegypti yaitu pada
bagian toraks terdapat garis seperti lyre
berwarna putih yang diapit oleh garis lengkung
pada sisi kiri dan kanan. Pada bagian femur
terdapat garis berwarna putih.
Jumlah Nyamuk dan Kepadatan Nyamuk
Aedes spp.
Nyamuk yang tertangkap sebanyak 121 ekor,
yang terdiri atas Ae. aegypti 23 ekor dan Ae.
albopictus 98 ekor, nyamuk yang tertangkap
lebih bersifat antropofilik. Data hasil kepadatan
setiap spesies nyamuk Aedes spp. dapat dilihat
pada Gambar 10.
Tabel 2. Nilai kelimpahan nisbi, frekuensi, dominasi dan keanekaragaman nyamuk Aedes spp. di
Desa Bangsring
Spesies
Kelimpahan nisbi (%)
Dominasi
Ae. aegypti
19
0,18
Ae. albopictus
81
3,3
66 Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai… (Azkiah, dkk)
Gambar 9. Karakteristik morfologi Aedes spp.(a) Ae.albopictus dan (b) Ae. aegypti
Gambar 10. Jumlah tiap spesies Aedes spp. setiap jam penangkapan
Grafik 10. menunjukan Ae. albopictus
lebih dominan tertangkap dibandingkan Ae.
aegypti. Menurut Supartha (Supartha, 2008).
masing-masing dari spesies itu mempunyai
kebiasaan hidup yang berbeda Ae. albopictus
lebih menyukai tempat di luar rumah yaitu
habitat yang ditumbuhi pohon berkayu atau
kebun. Oleh karena itu, Ae. albopictus sering
disebut nyamuk kebun. Sementara Ae. aegypti
yang lebih memilih habitat di dalam rumah
sering hinggap pada pakaian yang digantung
untuk beristirahat dan bersembunyi.
Gambar.10 menunjukkan bahwa jumlah
nyamuk Ae. Albopictus yang tertangkap paling
banyak yaitu pada pukul 17.00-18.00 WIB dan
pukul 06.00-07.00 WIB sedangkan aktifitas
tertinggi Ae. aegypti yaitu pada pukul 17.00-
18.00 WIB. Aktifitas terendah kedua nyamuk
tersebut yaitu pada pukul 11.00-12.00 WIB.
Perilaku Menghisap Darah Nyamuk Aedes
spp.
Hasil penelitian waktu aktivitas menghisap
darah nyamuk Aedes spp. dengan metode
penangkapan Hinggap Manusia Luar Rumah,
Hinggap Manusia Dalam Rumah, Istirahat
Sekitar Kandang Ternak, Hinggap Ternak, dan
Istirahat Dalam Rumah disajikan pada Gambar
11.
Gambar 11. Jumlah nyamuk Aedes spp.tiap jam pada semua metode penangkap
Jurnal ILMU DASAR, Vol. 22 No. 1, Januari 2021 :59-68 67
Journal homepage: https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JID
Pada Gambar 11 tampak bahwa jumlah
nyamuk Aedes spp.yang menghisap darah baik
dengan metode Hinggap Manusia Luar Rumah
(HMLR) dan Istirahat Sekitar Kandang Ternak
menunjukkan kesamaan waktu aktivitasnya
tertinggi yaitu pada pukul 16.00-17.00 WIB.
Dengan metode penangkapan Hinggap
Manusia Luar Rumah (HMDR) selama 12 jam
pengamatan, tampak adanya dua puncak
aktivitas, pertama pada pagi hari pukul 06.00-
07.00 WIB dan kedua adalah pada pukul
17.00-18.00 WIB dengan jumlah tertinggi (17
ekor) dan mengalami penurunan aktivitas pada
pukul 10.00-11.00 WIB dan mulai mengalami
peningkatan pada pukul 13.00 sampai dengan
pukul 17.00 WIB.Menurut penelitian
Syahribulan, et al., (2012) nyamuk Aedes spp.
(Ae. aegypti dan Ae. albopictus ) cenderung
bersifat endofilik (lebih banyak menghisap
darah manusia dalam rumah). Hal ini
berbanding terbalik dengan hasil penelitian
yang peneliti lakukan karena dari hasil
penelitian nyamuk Aedes spp. yang berada di
Desa Bangsring cenderung bersifat eksofilik
(lebih banyak menghisap darah manusia diluar
rumah), hal ini diduga perubahan perilaku
manusia di dalam rumah yang sudah
menggunakan insektisida sehingga nyamuk
lebih suka di luar rumah.
Pada metode Istirahat Sekitar Kandang
Ternak banyak ditemukan nyamuk yang
beristirahat di sekitar kandang ternak, hal ini
dimungkinkan nyamuk melakukan istirahat di
sekitar kandang setelah mencari menghisap
darah manusia. Menurut Hadi & Koesharto,
(2006) beberapa jenis nyamuk mencari makan
dalam rumah (endofagik) dan istirahat dalam
rumah (endofilik), sedangkan spesies lain
memasuki rumah hanya untuk mencari makan
(endofagik) tetapi istirahat diluar rumah
(eksofilik), adapula yang menghisap darah
diluar rumah (eksofagik) dan istirahat juga
diluar rumah (eksofilik).
KESIMPULAN
Keanekaragamandan nyamuk berpotensi
sebagai vektor malaria di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi diperoleh total nyamuk yang
berhasil ditangkap sebanyak 633 individu yaitu
Anopheles spp. dengan komposisi sebagai
vektor malaria sebesar 44% dan sebagai vektor
DF sebesar 19% serta 36 % bukan vektor
kedua kategori. Anopheles spp. terdiriatas 5
spesies yaitu An. Vagus (65%), An. Indefinitus
(25%), An. Supictus (2%), An. Vaguslimosus
(8%), dan An. Kochi (0,04%) sedangkan
nyamuk Aedes sp. ditemukan 2 spesies yaitu
Ae. albopictus (81%) dan Ae. aegypti (19%).
Hasil peneltian menunjukan Anopheles spp.
yang berhasil ditangkap bersifat eksofagic dan
zoofilik dengan aktivitas aktif antara jam
18.00- 20.00 WIB, berbeda dengan Aedes spp.
yang bersifat endofilik aktivitas aktif jam
06.00-07.00 WIB juga aktif pada jam 17.00-
18.00 WIB. Di Desa Bangsring yang
berpotensi sebagai vektor malaria adalah An.
vagus dan berpotensi sebagai DF adalah
Ae. Albopictus.
DAFTAR PUSTAKA
Amirullah. 2012. Karakteristik Habitat Larva
Anopheles sp. Di Desa Saketa, Daerah
Endemik Malaria Di Kabupaten
Halmahera Selatan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Elyazar, IRF, Sinka ME, Gething PW.,
Tarmidzi SN., Surya A., Kusriati R.,
Winanrno., Baird JK., Hay SI., & Bargs
MJ. 2013. The Distribution and Bionomics
of Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in
Indonesia.Review. Adv. Parasitol.83:173-
266 doi: 10.1016/B978-0-12-407705-
8.00003-3.
Ernamaiyanti, Kasry A. & Abidin Z. 2010
Faktor-Faktor Ekologis Habitat Larva
Nyamuk Anopheles di Desa Muara
Kelantan Kecamatan Sungai Mandau
Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun
2009.Journal of Environmental Science.
2(4): 92–102.
Habib, M.J. 2016. Analisis Bionomik Vektor
Malaria Anopheles sp. di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi. Skripsi:Jurusan Biologi
Fakultas MIPA.Universitas Jember.
Hadi, UK & Koesharto, FX. 2006. Hama
Pemukiman Indonesia: Pengendalian,
Biologi dan Pengendalian Anopheles.
Bogor: UKPHP FKH-IPB.
Kemenkes RI 2012. Petunjuk Tenis
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam
Berdarah Dengue (PSN DBD). Jakarta:
Din-Jen P2PL.
Mardiana. 2001. Penelitian Bioekologi Vektor
Di Daerah Pantai Pedalaman Jawa Timur.
Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes.
Muchid Z., Annawaty & Fahri. 2015. Studi
Keanekaragaman Nyamuk Anopheles spp.
pada Kandang Ternak Sapi di Kota Palu
68 Keanekaragaman Nyamuk Berpotensi sebagai… (Azkiah, dkk)
Provinsi Sulawesi Tengah. Online Jurnal of
Natural Science.4(3):369–376.
Mulyono A., Alifah S. & Sulistyorini E. 2007.
Hubungan Keberadaan Ternak dan Lokasi
Pemeliharaan Ternak Terhadap Kasus
Malaria di Provinsi NTT (Analisis Lanjut
Data Risdiskedas 2007).Jurnal Vektor.
V(2):73–77.
Natadisastra D & Ridad A. 2005. Parasitologi
Kedokteran Anopheles. Jakarta.:
Kedokteran EGC.
O’connor C. & Soepanto A. 2013. Kunci
Bergambar Nyamuk Anopheles Dewasa di
Indonesia dan Bergambar Jentik Anopheles
Di Indonesia. Jakarta: Dit-Jen P2M & PL,
Depkes RI.
Prastowo D& Anggraini YM. 2011. Dinamika
Populasi Nyamuk yang Diduga Sebagai
Vektor di Kecamatan Rowokele, Kabupaten
Kebumen.Vektora. IV(2):83–97.
Puskesmas Wongsorejo 201. Data Kasus
Malaria dan Dengue Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi’.
Banyuwangi: Puskesmas Wongsorejo [Data
Tidak Dipublikasikan].
Rao T. 1981. The Anophelines of India. New
Delhi: Indian Council of Medical Research.
Shinta, Sukowati S & Mardiana. 2012
Bionomik Vektor Malaria Nyamuk
Anopheles sundaicus dan Anopheles letifer
Belakang Padang, Batam, Kepulauan Riau.
Buletin Penelitian Kesehatan. 40(1):19–30.
Sudomo, M. Nurisa I. Idram SI.,Sujitno S.
1998. Efektivitas Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) sebagai Pemakan
Jentik Nyamuk. Media Litbangkes. 8(2): 3–
6.
Supartha IW. 2008. Pengendalian Terpadu
Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus
(Skuse) (Diptera: Culicidae). Denpasar:
Universitas Udayana:1–15.
Suwito, Hadi UK., Sigit SH & Sukowati
S.2010. Hubungan Iklim, Kepadatan
Nyamuk Anopheles dan Kejadian Penyakit
Malaria. J. Entomol Indonesia.7(1):42–53.
doi: 10.5994/jei.7.1.42.
Syafruddin D, Hidayati APN, Asih PBS,
Hawley WA, Sujowati S, Lobo NF.2010.
Detection 1014F kdr Mutation In Four
Major Anopheline Malaria Vectors In
Indonesia. Malaria Journal.9(1):1–8. doi:
10.1186/1475-2875-9-315.
Syahribulan, Biu, FM & Hassan MS. 2012.
Waktu Aktivitas Menghisap Darah Nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus di Desa
Pa’lanassang Kelurahan Barombong
Makassar Sulawesi Selatan. Jurnal Ekologi
Kesehatan.11(4):306–314.
Taviv Y, Budiyanto A., Sitorus H., Ambarita
LP., Mayasari R & Pahlepi RJ. 2015.
Sebaran Nyamuk Anopheles pada
Topografi wilayah Yang Berbeda di
Provinsi Jambi. Media Litbangkes.25(2):1–
8.
WHO. 1975). Manual On Practical
Entomology In Malaria Part II Methods
and Techniques. Genewa: WHO Division
of Malaria and Other Parasitic Diseaases.
Wibisono MG. 2017. Dinamika Populasi
Anopheles sp. di Desa Bangsring
Kecamatan Wongsorejo Kabupaten
Banyuwangi. Skripsi. Jurusan Biologi
Fakultas MIPA. Universitas Jember.
... In general, both vector and non-vector Anopheles sp. prefer the blood of livestock at night which is usually found in livestock barns around houses (Azkiyah et al., 2021). This also evidenced that most of the Anopheles species found were active around livestock barns at night. ...
... To a large extent, that the research site is close to livestock barns is strongly associated with the increase in the mosquito population. Another important point to note is that An. vagus possesses better adaptability compared to other species (Azkiyah et al., 2021). Figure 2 shows the highest number of captured mosquitoes for each location is RAB. ...
... OHLC, IHLC, and RIH methods failed to capture Anopheles mosquitoes in all sites. This can be caused by community behaviors, such as the use of insecticides, mosquito repellents, and mosquito nets that affect the blood feeding on humans (Azkiyah et al., 2021). Anopheles vagus has been widely found in Indonesia and is a malaria vector because it contains Plasmodium vivax (Novianto et al., 2022). ...
Article
Full-text available
Malaria is caused by Plasmodium infection transmitted Anopheles sp. One of the obstacles in malaria control is the variation of Anopheles sp. Species which have various characteristics and behaviour, so it’s very important to understand the species of Anopheles sp. with aim to develop the disease control program. This study was conducted in Kulon Progo Regency, Yogyakarta, one of the malaria endemic areas in Indonesia. Data collection of Anopheles sp. species diversity was carried out through landing collection inside and outside people’s homes at 18.00 - 06.00 WIB. Observations of abiotics factors in the habitat of Anopheles sp. larvae was carried out around the landing collection location. The result of research conducted in the Samigaluh, Kalibawang, and Pengasih Sub-Districts showed that the most common species found was Anopeheles vagus. The dominance of Anopheles vagus occurred in the Kalibawang and Pengasih dictricts, while in the Samigaluh Sub-Districts it became the second most among other species. Measurement of abiotic factors in the habitat of Anopheles sp. larvae through the parameters of temperature, air humidity, pH DO of water shows that the location where the larvae were found can support larval breeding and growth. That can be a factor in the large population of Anopheles sp., especially Anopheles vagus, which is a known vector of malarias based on research and its vectorial capacity.
Article
Full-text available
p class="Text">Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah endemis malaria, khususnya Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo. Berdasarkan laporan survei entomologi, di desa tersebut terdapat lagun yang digunakan sebagai tempat perindukan Anopheles . Penelitian ini bertujuan untuk mengamati beberapa karakteristik bionomik yang penting yaitu identifikasi spesies serta perilaku dan preferensi menghisap darah. Sampling dilakukan pada bulan Mei sampai bulan November2015, pada minggu ke 2 setiap bulannya. Penangkapan nyamuk dilakukan pada Manusia Dalam Rumah dan Manusia Luar Rumah di dua rumah berbeda. Masing-masing penangkapan setiap 40 menit, dimulai pukul 18.00 sampai 06.00. Penangkapan nyamuk yang Istirahat Dalam Rumah (IDR) dan Istirahat di Sekitar Kandang Ternak (ISKT) setiap 10 menit pada waktu yang sama. Hasil identifikasi menunjukkan spesies Anopheles yang dominan di lokasi penelitian adalah An. sundaicus . Beberapa spesies lainnya yang ditemukan diantaranya adalah An. vagus , An. subpictus , An. barbirostris dan An. indefinitus . Aktivitas mengigit An opheles mengalami puncak kepadatan antara pukul 21.00 – 22.00. Sementara itu preferensi mengigitnya lebih bersifat eksofagik dan zoofilik. Hal ini dapat merupakan penyebab menurunnya kasus malaria di daerah tersebut selama 3 tahun terakhir semenjak terjadinya kejadian luar biasa malaria pada tahun 2011 dengan jumlah kasus sebanyak 107 kasus malaria. </p
Article
Full-text available
Abstrak Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi dengan angka kesakitan malaria yang tinggi di Indonesia. Faktor risiko individu dan lingkungan diduga berperan terhadap kejadian infeksi malaria di daerah endemis. Pada dasarnya Anopheles (vektor atau non vektor) lebih menyukai darah hewan. Nyamuk banyak ditemukan di sekitar kandang ternak. Tujuan analisis data riskesdas ini untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan perumahan dalam hal ini pemeliharaan ternak sedang dan besar serta lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria di Provinsi NTT. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2007. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional. Analisis data dilakukan dengan dua tahap, yaitu analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis univariat menunjukkan 61,5% responden memelihara ternak sedang dan 17,2% memelihara ternak besar. Persentase kasus malaria ditemukan tertinggi pada responden yang tidak memelihara ternak besar (84,6%). Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang nyata antara pemeliharaan ternak dan lokasi pemeliharaan ternak terhadap kasus malaria di NTT (P. value < 0,05). Kata Kunci: Ternak, Anopheles, malaria, NTT
Article
Full-text available
Informasi jenis nyamuk Anopheles spp. masih kurang dilaporkan di kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan ciri-ciri morfologi nyamuk Anopheles spp. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2015 di 5 kelurahan di kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode survei untuk menentukan lokasi penangkapan dan metode deskriptif untuk menentukan ciri-ciri morfologi Anopheles spp. Pengoleksian sampel dilakukan setiap jam sepanjang malam pada pukul 21.00-05.00 dengan lama penangkapan 45 menit di sekitar kandang ternak sapi di 5 kelurahan di Kota Palu. Parameter yang diamati meliputi, suhu dan kelembaban udara. Identifikasi morfologi sampel dilakukan di Laboratorium Biologi F-MIPA Universitas Tadulako dengan menggunakan kunci determinasi nyamuk O’Connor dan Soepanto (1999). Analisis data menggunakan program Paleontological Statistic versi 2.17c. Hasil identifikasi didapatkan 4 spesies yaitu Anopheles barbirostris, Anopheles indefinitus, Anopheles ludlowae, Anopheles maculatus dari 2 subgenus dengan jumlah 59 individu. Indeks Keanekaragaman (Hʹ) tertinggi diperoleh dengan nilai Hʹ = 0,69 pada pukul 22.00 dan indeks kemerataan (E) tertinggi dengan nilai E = 1,0 pada pukul 22.00, 23.00 dan 05.00.
Article
Full-text available
Malaria is a serious public health problem in Indonesia, particularly in areas outside Java and Bali. The spread of resistance to the currently available anti-malarial drugs or insecticides used for mosquito control would cause an increase in malaria transmission. To better understand patterns of transmission and resistance in Indonesia, an integrated mosquito survey was conducted in three areas with different malaria endemicities, Purworejo in Central Java, South Lampung District in Sumatera and South Halmahera District in North Mollucca. Mosquitoes were collected from the three areas through indoor and outdoor human landing catches (HLC) and indoor restinging catches. Specimens were identified morphologically by species and kept individually in 1.5 ml Eppendorf microtube. A fragment of the VGSC gene from 95 mosquito samples was sequenced and kdr allelic variation determined. The molecular analysis of these anopheline mosquitoes revealed the existence of the 1014F allele in 4 major malaria vectors from South Lampung. These species include, Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles subpictus and Anopheles vagus. The 1014F allele was not found in the other areas. The finding documents the presence of this mutant allele in Indonesia, and implies that selection pressure on the Anopheles population in this area has occurred. Further studies to determine the impact of the resistance allele on the efficacy of pyrethroids in control programmes are needed.
Article
Districts of South Lampung and Pesawaran are malaria endemic areas. The purpose of this study was to analyze the relationship between climate, Anopheles density and malaria incidence. Mosquito collections were caught by human landing collection all night 06:00 PM-06:00 AM. The relation of climate with Anopheles density and Anopheles density with malaria incidence were analysed by Pearson Product Moment test. The Anopheles bite all night, peaks with 02:00-04:00 AM, outdoor bitings were more frequent than indoor biting. There were relationships between relative humidity and rain fall with Anopheles density, and Anopheles density with malaria incidence one month later.
Karakteristik Habitat Larva Anopheles sp. Di Desa Saketa, Daerah Endemik Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan
  • Amirullah
Amirullah. 2012. Karakteristik Habitat Larva Anopheles sp. Di Desa Saketa, Daerah Endemik Malaria Di Kabupaten Halmahera Selatan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
The Distribution and Bionomics of Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia
  • Irf Elyazar
  • M E Sinka
  • P W Gething
  • S N Tarmidzi
  • A Surya
  • R Kusriati
  • Winanrno
  • J K Baird
  • S I Hay
  • M J Bargs
Elyazar, IRF, Sinka ME, Gething PW., Tarmidzi SN., Surya A., Kusriati R., Winanrno., Baird JK., Hay SI., & Bargs MJ. 2013. The Distribution and Bionomics of Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia.Review. Adv. Parasitol. 83:173-266 doi: 10.1016/B978-0-12-407705-
Faktor-Faktor Ekologis Habitat Larva Nyamuk Anopheles di Desa
  • Kasry A Ernamaiyanti
  • Z Abidin
Ernamaiyanti, Kasry A. & Abidin Z. 2010 Faktor-Faktor Ekologis Habitat Larva Nyamuk Anopheles di Desa Muara Kelantan Kecamatan Sungai Mandau Kabupaten Siak Provinsi Riau Tahun 2009.Journal of Environmental Science. 2(4): 92-102.
Data Kasus Malaria dan Dengue Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi'. Banyuwangi: Puskesmas Wongsorejo
  • Puskesmas Wongsorejo
Puskesmas Wongsorejo 201. Data Kasus Malaria dan Dengue Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo Banyuwangi'. Banyuwangi: Puskesmas Wongsorejo [Data Tidak Dipublikasikan].
New Delhi: Indian Council of Medical Research. Shinta, Sukowati S & Mardiana
  • T Rao
Rao T. 1981. The Anophelines of India. New Delhi: Indian Council of Medical Research. Shinta, Sukowati S & Mardiana. 2012