Available via license: CC BY-NC-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
1
Analysis of Students' Critical Thinking Skills in Physics Problems
Tri Ariani
Program Studi Pendidikan Fisika, STKIP PGRI Lubuklinggau
Email: triariani.ta@gmail.com
Abstract: This study aims to determine the proportion of students' level of critical thinking skills on the
subject of Impulse and Momentum, any difficulties experienced by students to reach the level of critical
thinking skills, and solutions to overcome the difficulties of students achieving critical thinking skills. This
research uses descriptive qualitative research methods. The subjects of this study were 27 students taken
by purposive sampling technique. Data collection techniques in this study are tests of critical thinking
skills, interviews, and observation. Data analysis techniques using descriptive statistics. The results
showed that each student's ability, high ability students 36.84%, medium ability 34.50%, low ability
22.80% divided into two categories of KBK 2 with a percentage of 52.63% and KBK 1 with a percentage of
23, 94%. From the results of the study also obtained the achievement of students every KBK indicator.
Student achievement in the Interpretation indicator of 51.58% Analysis 18.75% Evaluation 13.87%
Inference 31.48% Explication 14.19% and Self Regulation 26.85%. So KBK students as a whole are in the
low category with a percentage of 31.38%. The cause of students 'difficulties in fulfilling CBC indicators is
the limited ability of students to formulate and find other alternatives, the completion of students' answers
is difficult to draw conclusions and connect substance between materials, and has not been studied in
depth so students tend to be careless in solving problems. The solution that can be used is to provide more
experience to students in terms of critical thinking skills and additional learning outside school hours.
Keywords: Critical Thinking Skills, Impulses and Momentum
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Fisika
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi tingkat keterampilan berpikir kritis siswa
pada Pokok Bahasan Impuls dan Momentum, kesulitan apa saja yang dialami siswa untuk mencapai tingkat
keterampilan berpikir kritis, dan solusi untuk mengatasi kesulitan siswa mencapai keterampilan berpikir
kritis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini sebanyak 27
siswa diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu tes
keterampilan berpikir kritis, wawancara, dan observasi. Teknik analisis data menggunakan statistik
deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing kemampuan siswa, siswa berkemampuan
tinggi 36,84%, kemampuan sedang 34,50%, kemampuan rendah 22,80% terbagi manjadi dua kategori
KBK 2 dengan persentase 52,63% dan KBK 1 dengan persentase 23,94%. Dari hasil penelitian didapatkan
juga pencapaian siswa setiap indikator KBK. Pencapaian siswa dalam indikator Interpretasi sebesar
51,58% Analisis 18,75% Evaluasi 13,87% Inferensi 31,48% Eksplikasi 14,19% dan Regulasi Diri 26,85%.
Sehingga KBK siswa secara keseluruhan berada pada kategori rendah dengan presentase 31,38%.
Penyebab kesulitan siswa dalam memenuhi indikator-indikator KBK adalah terbatasnya kemampuan siswa
untuk merumuskan dan menemukan alternatif lain ,penyelesaian jawaban siswa sulit untuk menarik
kesimpulan dan menghubungkan substansi antar materi, dan belum dipelajari secara mendalam sehingga
siswa cenderung asal-asalan dalam menyelesaikan soal. Solusi yang dapat digunakan yaitu dengan
memberikan pengalaman yang lebih kepada siswa dalam hal keterampilan berpikir kritis dan belajar
tambahan diluar jam sekolah.
Kata kunci: Keterampilan Berpikir Kritis, Impuls dan Momentum
Kasuari: Physics Education Journal (KPEJ)
Universitas Papua
Web: http://jurnal.unipa.ac.id/index.php/kpej
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
2
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1
No. 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Salah satu keterampilan yang
diperlukan mahasiswa terhadap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara adalah
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Widyaningsih & Yusuf, 2018). Kemampuan
berpikir tingkat tinggi perlu dilatihkan kepada peserta didik agar mampu menyelesaikan
berbagai persoalan yang dihadapi. Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu
kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis adalah satu dari bagian penting
dalam segala aspek kehidupan seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak
pernah lepas dari masalah yang menuntut untuk berpikir kritis.
Fisika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern
dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
di landasi oleh perkembangan fisika, untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa
depan di perlukan penguasaan konsep-konsep fisika yang kuat sejak dini. Oleh karena itu
fisika berperan mempersiapkan siswa agar dapat menghadapi tantangan-tantangan di
kehidupan yang semakin berkembang. Persiapan-persiapan tersebut dilakukan dengan
membekali siswa kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
kemampuan bekerja sama dalam pemecahan masalah (Ariani, 2017). Tujuan
pembelajaran fisika salah satunya adalah menerapkan apa yang dipelajari ke dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa perlu dilatih berpikir kritis untuk menerapkan
konsep fisika dalam menghadapi masalah pada kehidupan sehari-hari. Konsekuensi dari
pemikiran bahwa kemampuan berpikir kritis penting dalam pembelajaran fisika adalah
guru harus memberikan unsur rangsangan dengan membuat sistem evaluasi yang dapat
membuka pola pikir siswa dari mengingat fakta menuju pola pikir yang kritis (Misbah,
Mahtari, Wati, & Harto, 2018).
Pembelajaran di sekolah guru terbiasa memberikan contoh soal terlebih dahulu
sebelum memberikan tes kepada siswa sehingga siswa akan kesulitan jika diberikan soal
dengan bentuk yang berbeda. Selain itu juga keaktifan siswa yang masih rendah, dimana
banyak yang beranggapan bahwa mata pelajaran fisika adalah suatu pelajaran yang sulit
dan membosankan. Penyebabnya siswa kesulitan dalam perhitungan dan penghapalan
rumus serta merasa sulit dan kurang percaya diri untuk mengungkapkan ide. Disamping
itu juga siswa cenderung kurang memahami dalam memecahkan masalah. Kegiatan
pembelajaran merupakan aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan
proses belajar siswa berlangsung. Dalam prosesnya kegiatan pembelajaran dilakukan
untuk menjadikan siswa dapat termotivasi untuk melakukan kegiatan berpikir dalam
memahami dan menggali konsep untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian
diperlukan peran guru dalam menentukan metode yang tepat yang dapat meningkatkan
hasil belajar dan keterampilan siswa. Seorang pendidik harus bisa mengarahkan dan
menggali potensi yang ada pada diri siswa, sehingga siswa mampu mengembangkan
keterampilan-keterampilan tertentu di antaranya kemampuan berpikir kritis (Yati, 2015).
Penguasaan materi oleh siswa dapat ditunjukkan melalui proses berpikirnya. Proses
berpikir merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam pembelajaran. Ritdamaya
(2015) keterampilan berpikir kritis bukanlah keterampilan bawaan sejak lahir sehingga
keterampilan ini dapat diterapkan, dilatih dan dikembangkan melalui proses dan asesmen
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
3
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran guru sebagai mediator dan fasilitator
mendesain dan menerapkan pendekatan, model atau strategi yang dapat memfasilitasi
dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. (Yati, 2015) menyatakan bahwa
“Siswa SMA merupakan remaja yang perlu diperhatikan proses berpikirnya”. Siswa
SMA termasuk ke dalam usia tahap pemikiran operasional. Sedangkan Desmita (2012)
menyatakan secara umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Remaja di tahap operasional mampu
memecahkan masalah dengan membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan
berusaha mengantisipasi berbagai macam informasi yang akan diperluhkan untuk
memecahkan masalah.
Berpikir kritis merupakan suatu proses kemampuan seseorang yang berguna untuk
merumuskan jawaban atau mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah.
Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi pembelajaran fisika dalam
pendekatan saintifik. Artinya baik proses maupun asesmen pembelajaran fisika harus
berorientasi untuk menumbuhkan dan membentuk keterampilan berpikir kritis siswa.
(Ritdamaya, 2015) berpikir kritis adalah penalaran dan berpikir reflektif yang difokuskan
untuk memutuskan apa yang diyakini dan dilakukan. Istilah keterampilan berpikir kritis
mengacu pada kemampuan khusus yang diperoleh melalui pengalaman atau latihan untuk
melakukan tugas tertentu secara baik, keterampilan berpikir kritis inipun menekankan
pada kinerja aktual dalam melaksanakan tugas.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri 1
Muara Beliti didapatkan bahwa proses pembelajaran fisika masih menggunakan metode
mengajar yang guru lebih mendominasi saat proses kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran fisika di SMA umumnya dilakukan oleh guru lebih banyak menekan pada
aspek pengetahuan, pemahaman, dan penerapan contohnya apa yang di maksud dengan
Impuls dan Momentum? sedangkan aspek aplikasi, analisis, sintesis dan bahkan evaluasi
hanya sebagian kecil pembelajaran yang dilakukan hal ini dilihat berdasarkan pada soal-
soal yang diberikan tidak jauh berbeda dari contoh soal sebelumnya hanya angka-
angkanya yang berbeda menyebabkan siswa kurang mengembangkan daya nalarnya
dalam memecahkan masalah dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari
dalam kehidupan nyata. Sikap peserta didik yang menerima apa yang diberikan oleh guru
dan siswa kurang antusias dalam mengikuti saat pembelajaran berlangsung menyebabkan
tidak teraktifkannya potensi kemampuan siswa sehingga kurang terampil dalam
berkomunikasi dalam kegiatan belajar mengajar didalam kelas. Sebagian siswa tidak
memperhatikan ketika guru mengajar, dan dalam menyelesaikan tugas (PR) siswa masih
banyak yang mencontek dilihat berdasarkan buku latihan siswa sebagian besar hanya
satu jawaban dengan jalan penyelesaian hampir sama. Menurut mereka fisika itu sulit
sehingga siswa tidak tertarik pada pelajaran fisika, dalam penyelesaian soal siswa masih
terbiasa menggunakan penyelesaian masalah yang sama seperti apa yang telah diberikan
oleh gurunya sehingga pola pikir siswa hanya terpaku pada satu penyelesaian saja tanpa
mencoba, menganalisis dan menemukan cara yang baru. Selain itu, siswa juga
mengalami kesulitan ketika soal yang diberikan sedikit berubah dari yang di contohkan
oleh gurunya, dan masih kurangnya penggunaan media dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas tampak betapa pentingnya keterampilan
berpikir kritis dalam penyelesaian masalah sehingga menghasilkan lulusan yang mampu
berpikir kritis dan menjawab tantangan zaman.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
4
LANDASAN TEORI
1. Keterampilan Berpikir Kritis
Fisher (2008) mendefinisikan berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif,
persistent (terus menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk
pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang
mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.
Berpikir kritis sebagai (a) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-
masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang. (b)
pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis. (c) semacam
suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut
upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan
bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya.
Lestari (2016) mendefinisikan bahwa berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang
untuk meningkatkan kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara
berpikir dan menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas. Seseorang
yang berpikir secara kritis akan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang
penting dengan baik. Dia akan berpikir secara jelas dan tepat. Selain itu dapat
menggunakan ide yang abstrak untuk bisa membuat model penyelesaian masalah secara
efektif.
Pada masa kini para ahli mengategorikan dua macam berpikir yang berbeda satu
dengan yang lainnya yaitu berpikir dengan otak kiri dan otak kanan. Kedua kategori ini
mempunyai karakteristik tersendiri dan berbeda dalam fungsinya. Berpikir dengan otak
kiri lebih bersifat rasional, logis, kritis, analitis, dan memberikan timbangan
(judgmental). Sementara berpikir dengan otak kanan mempunyai karakteristik abstrak,
konseptual, kreatif, dan imajinatif. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa berpikir kritis adalah suatu keterampilan berpikir secara mendalam untuk
merumuskan jawaban dan mencari solusi dalam memecahkan suatu masalah.
2. Aspek-aspek Keterampilan Berpikir Kritis dalam fisika
Ciri-ciri berpikir kritis adalah sebagai berikut: (1) Pandai mendeteksi permasalahan.
(2) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan. (3) Mampu
mengidentifikasikan perbedaan-perbedaan. (4) Dapat membedakan argumentasi logis
dan tidak logis. (5) Mampu mengetes asumsi dengan cermat. (6) Mampu menarik
kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari
lapangan dan (7) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi
(Patmawati, 2011: 40). Selanjutnya Haryani (2012) bahwa seseorang yang mempunyai
keterampilan berpikir kritis dapat di identifikasi dari perilaku yang diperlihatkannya.
Adapun perilaku tersebut adalah sebagai berikut:
1. Keterampilan menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan yang menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur
organisasi tersebut. Dalam keterampilan ini terkandung tujuan untuk memahami
sebuah konsep dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam
bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci contohnya dari rumus gaya didapatkan
bahwa percepatannya berbanding terbalik dengan massa benda.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
5
2. Keterampilan mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan
keterampilan menganalisis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan
menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru
contohnya dari rumus gaya tadi dapat dicarikan rumus yang lainnya.
3. Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa
pengertian. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan
kritis sehingga setelah selesai kegiatan membaca mampu menangkap beberapa pokok
pikiran bacaan. Sehingga mampu mempola konsep. Pemecahan masalah mempunyai
hubungan timbal balik dengan berpikir kritis. Melalui belajar memecahkan masalah
dapat dibentuk antara lain cara berpikir secara analitik, logis, dan deduktif yang
merupakan komponen berpikir kritis contohnya dengan komponen-komponen yang
diketahui dapat dicari penyelesaian soalnya.
4. Keterampilan menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan adalah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian (kebenaran) yang baru lainnya contohnya kalau benda diam berarti
kecepatannya sama dengan nol.
5. Keterampilan mengevaluasi atau menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu
dengan berbagai kriteria yang ada. Mampu membedakan informasi relevan dan tidak
relevan serta mampu mengevaluasi pernyataan-pernyataan contohnya kita dapat
menentukan penggunaan rumus secara tepat dari pemecahan masalah, berdasarkan
apa saja yang diketahui.
Fithriyah (2016: 582) menerangkan bahwa indikator-indikator yang dapat digunakan
dalam menginvestigasi kemampuan berpikir kritis salah satunya adalah indikator
kemampuan berpikir kritis dari Facione, antara lain interpretasi (interpretation), analisis
(analysis), evaluasi (evaluation), inferensi (inference), eksplikasi (explanation), dan
regulasi diri (self-regulation).
a. Interpretasi adalah kemampuan yang dapat memahami dan mengekspresikan makna
dari permasalahan.
b. Analisis adalah kemampuan yang dapat mengidentifikasi dan menyimpulkan
hubungan dari pertanyaan, konsep, deskripsi, atau bentuk lainnya.
c. Evaluasi adalah kemampuan yang dapat mengakses kredibilitas
pernyataan/representasi serta mampu mengakses secara logika hubungan antar-
pernyataan, deskripsi, maupun konsep.
d. Inferensi adalah kemampuan yang dapat mengidentifikasi dan mendapatkan unsur-
unsur yang dibutuhkan dalam menarik kesimpulan.
e. Eksplikasi adalah kemampuan dapat menetapkan dan memberikan alasan secara
secara logis berdasarkan hasil yang diperoleh.
f. regulasi diri adalah kemampuan untuk memonitor aktifitas kognitif seseorang, unsur-
unsur yang digunakan dalam aktifitas menyelesaikan permasalahan, khususnya dalam
menerapkan kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi. Keenam indikator
keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan Facione diuraikan menjadi beberapa
subskill seperti pada Tabel 1.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
6
Tabel 1. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Facione
No.
Aspek Keterampilan
Berpikir Kritis
Indikator
1
Interpretasi
a. Dapat menggambarkan permasalahan yang
diberikan
b. Dapat menuliskan makna permasalahan dengan
jelas dan tepat
c. Dapat menuliskan apa yang diketahui dan
ditanyakan soal dengan tepat dan lengkap
2
Analisis
a. Dapat menuliskan hubungan konsep-konsep yang
digunakan dalam menyelesaikan soal
b. Dapat menuliskan apa yang harus dilakukan dalam
menyelesaikan soal
c. Dapat membuat model matematis dari soal yang
diberikan dengan tepat dan lengkap
3
Evaluasi
a. Dapat menuliskan penyelesaian soal secara tepat,
lengkap dan benar
b. Menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam
melakukan perhitungan/penjelasan
4
Inferensi
a. Dapat menarik kesimpulan dari apa yang ditanyakan
secara logis
b. Dapat menduga alternatif lain
c. Dapat membuat kesimpulan dengan tepat sesuai
dengan konteks soal dan lengkap
5
Eksplikasi
a. Dapat menuliskan hasil akhir dengan tepat dan
memberikan alasan tentang kesimpulan yang
diambil secara tepat dan benar
b. Dapat memberikan alasan tentang kesimpulan yang
diambil
6
Regulasi Diri
a. Dapat melakukan tinjauan ulang secara tepat
sesuai dengan konteks soal dan lengkap
(Fithriyah, 2016)
Dari keenam indikator keterampilan berpikir kritis yang dikemukakan Facione
tersebut akan digunakan untuk mengetahui proporsi tingkatan keterampilan berpikir
kritis siswa kelas X.MIA SMA Negeri 1 Muara Beliti, peneliti akan menganalisis aspek
keterampilan berpikir kritis siswa pada setiap indikatornya pada materi Impuls dan
Momentum. Indikator yang di gunakan dalam menganalisis keterampilan berpikir kritis
dapat dilihat dari Tabel 2.
Tabel 2. Indikator yang digunakan dalam penelitian pada materi Impuls dan Momentum
No.
Aspek Keterampilan
Berpikir Kritis
Indikator
1
Interpretasi
Dapat menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan
soal dengan tepat dan lengkap pada konsep Impuls dan
Momentum, hubungan Impuls dan Momentum, dan
kekekalan momentum.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
7
No.
Aspek Keterampilan
Berpikir Kritis
Indikator
2
Analisis
Dapat membuat model matematis dari soal yang
diberikan dengan tepat dan lengkap pada konsep
Impuls dan Momentum, hubungan Impuls dan
Momentum, dan kekekalan momentum.
3
Evaluasi
Dapat menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan soal, lengkap dan benar dalam
melakukan perhitungan/penjelasan pada konsep Impuls
dan Momentum, hubungan Impuls dan Momentum,
dan kekekalan momentum.
4
Inferensi
Dapat membuat kesimpulan dengan tepat sesuai
dengan konteks soal dan lengkap pada konsep Impuls
dan Momentum, hubungan Impuls dan Momentum,
dan kekekalan momentum.
5
Eksplikasi
Dapat menuliskan hasil akhir dengan tepat dan
memberikan alasan tentang kesimpulan yang diambil
secara tepat dan benar pada konsep Impuls dan
Momentum, hubungan Impuls dan Momentum, dan
kekekalan momentum.
6
Regulasi Diri
Dapat melakukan tinjauan ulang secara tepat sesuai
dengan konteks soal dan lengkap pada konsep Impuls
dan Momentum, hubungan Impuls dan Momentum,
dan kekekalan momentum.
Sumber : (Modifikasi Facione dalam Fithriyah, 2016)
3. Tingkatan Keterampilan Berpikir Kritis
Ada enam tingkatan berpikir kritis yaitu:
1. Berpikir yang tidak direfleksikan (unreflective thinking)
Pemikir tidak menyadari peran berpikir dalam kehidupan, kurang mampu menilai
pemikirannya, dan mengembangkan beragam kemampuan berpikir tanpa
menyadarinya. Akibatnya gagal menghargai berpikir sebagai aktivitas yang
melibatkan elemen bernalar. Mereka tidak menyadari standar yang tepat untuk
penilaian berpikir yaitu kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, dan kelogisan.
2. Berpikir yang menantang (challenged thinking)
Pemikir sadar peran berpikir dalam kehidupan, menyadari berpikir berkualitas
membutuhkan berpikir reflektif yang disengaja, dan menyadari berpikir yang
dilakukan sering kekurangan tetapi tidak dapat mengidentifikasikan dimana
kekurangannya. Pemikir pada tingkat ini memiliki kemampuan berpikir yang
terbatas.
3. Berpikir permulaan (beginning thinking)
Pemikir mulai memodifikasi beberapa kemampuan berpikirnya tetapi memiliki
perencanaan yang sistematis untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya.
4. Berpikir latihan (practicing thinking)
Pemikir menganalisis pemikirannya secara aktif dalam sejumlah bidang namun
mereka masih mempunyai wawasan terbatas dalam tingkatan berpikir yang
mendalam.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
8
5. Berpikir lanjut (advanced thinking)
Memiliki pengetahuan yang penting tentang masalah pada tingkatan berpikir yang
mendalam, namun mereka belum mampu berpikir pada tingkat yang lebih tinggi
secara konsisten pada semua dimensi kehidupannya.
6. Berpikir yang unggul (accomplished thinking)
Pemikir menginternalisasikan kemampuan dasar berpikir secara mendalam,
berpikir kritis dilakukan secara sadar dan menggunakan intuisi yang tinggi.
Mereka menilai pikiran secara kejelasan, ketepatan, relevansi, dan kelogisan (
Fatmawati, 2014). Selanjutnya untuk menentukan tingkat keterampilan berpikir
kritis siswa dalam penelitian ini ada 4 (empat) tingkatan yang digunakan, yaitu
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Tingkatan Berpikir Kritis
Tingkatan Berpikir Kritis
Deskripsi
Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis 1
(KBK 1)
Yaitu jawaban siswa yang sesuai dengan
satu atau dua indikator berpikir kritis
Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis 2
(KBK 2)
Yaitu jawaban siswa sesuai dengan dua atau
tiga indikator
Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis 3
(KBK 3)
Yaitu jawaban siswa sesuai dengan tiga atau
empat indikator berpikir kritis
Tingkat Keterampilan Berpikir Kritis 4
(KBK 4)
Yaitu jawaban siswa sesuai dengan lima atau
enam indikator berpikir kritis
Sumber : (Modifikasi Siswono dalam Fatmawati, 2014: 912-913)
4. Upaya-Upaya Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Susanto (dalam Karim, 2015) menyatakan bahwa upaya untuk pembentukan
keterampilan berpikir kritis siswa yang optimal adalah (1) Adanya kelas yang interaktif.
(2) Siswa dipandang sebagai pemikir bukan seorang yang diajar. (3) Pengajar berperan
sebagai mediator, fasilitator, dan motivator yang membantu siswa dalam belajar bukan
pengajar. (4) Keahlian dalam memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat.
Selanjutnya Eggen dan Kauchak (dalam Patmawati, 2011:9) menjelaskan bahwa ada
enam ciri pembelajaran yang efektif yang dapat menumbuhkan keterampilan berpikir
kritis siswa yaitu: (1) siswa menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-
perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan
yang ditemukan. (2) guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi
dalam pelajaran. (3) aktivitas-aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian. (4)
guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam
menganalisis informasi. (5) orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan
pengembangan keterampilan berpikir, dan (6) guru menggunakan teknik mengajar yang
bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode
kualitatif. Sukmadinata (2015) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena-fenomena, peristiwa, dan
aktifitas sosial secara alamiah. Arikunto (2013) menyatakan bahwa penelitian deskriptif
tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi menggambarkan tentang
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
9
suatu variabel tanpa memberikan perlakuan. Hal ini sesuai dengan Sukmadinata (2015)
yang mendefinisikan penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk
memperoleh gambaran tentang keadaan pada saat penelitian berlangsung. Untuk
mendiagnosis kemampuan berpikir kritis subjek penelitian, Peneliti menggunakan
instrumen berupa soal tes uraian yang diambil dari soal Ujian Nasional (UN) 2007 s.d
2016. Skor jawaban tes dari setiap tahap akan dikaji untuk menentukan seberapa besar
indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yang dicapai oleh subjek penelitian.
Kemudian peneliti mengkonversikan skor yang diperoleh oleh setiap subjek penelitian
menjadi nilai untuk menentukan kategori kemampuan berpikir kritisnya. Setelah itu
peneliti dapat menghitung persentase kemampuan berpikir kritis dari kategori rendah,
sedang, tinggi, hingga pada kategori sangat tinggi. Kemudian peneliti melakukan
observasi untuk melihat dan mencatat langsung keterampilan berpikir kritis siswa pada
saat proses belajar mengajar dilaksanakan. Dari kegiatan observasi ini, harapannya
peneliti dapat mendiagnosis lebih dalam kemampuan berpikir siswa serta dapat
menentukan solusi yang tepat dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Untuk mengetahui lebih lanjut kemampuan berpikir kritis siswa dan mengetahui
kesulitan siswa dalam mencapai indikator berpikir kritis, maka dilakukan wawancara
kepada beberapa siswa yang mewakili setiap kategori kemampuan berpikir kritisnya.
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi teknik
dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik yaitu triangulasi dengan sumber yang sama
tetapi dengan cara atau metode yang berbeda, triangulasi sumber berarti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda dengan teknik yang sama. Arikunto (2010)
dalam penelitian apapun sebenarnya prinsip triangulasi sangat penting adanya yaitu tri
artinya tiga, angulasi dari kata angle yang artinya sudut. Jadi triangulasi adalah teknik
pengumpulan data dengan menggabungkan beberapa teknik atau sumber yang berbeda
sehingga fenomena yang dikaji semakin jelas. Triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi
teknik yaitu dengan sumber yang sama tetapi dengan teknik atau metode yang berbeda.
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dokumentasi hasil tes
diagnosis keterampilan berpikir kritis, wawancara dan observasi. Analisis data dalam
penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman (dalam Sugiyono
2009) menjelaskan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Tahapan aktifitas analisis
data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif
dengan menggunakan perhitungan persentase dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memeriksa lembar jawaban siswa sehingga didapatkan skor per indikator
keterampilan berpikir kritis setiap siswa.
2. Menentukan pencapaian indikator keterampilan berpikir kritis yang diperoleh siswa
berdasarkan pedoman penskoran holistik keterampilan berpikir kritis siswa.
3. Mengkonversikan skor perolehan masing-masing siswa menjadi nilai dengan rumus :
NP =
0
0
100
SM
SP
(1)
Keterangan:
NP : Perolehan nilai persentase keterampilan berpikir kritis
SP : Skor yang diperoleh siswa
SM : Skor maksimum tes keterampilan berpikir kritis (Purwanto, 2010)
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
10
4. Menentukan kategori keterampilan berpikir kritis setiap siswa seperti sangat tinggi,
tinggi, sedang, dan rendah. Untuk mengambil kesimpulan kategori keterampilan
berpikir kritis subjek penelitian secara keseluruhan dalam penelitian ini, akan dicari
persentase rata-rata keseluruhan subjek penelitian. Adapun pedoman dalam
menentukan kategori keterampilan berpikir kritis siswa dijelaskan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kategori Keterampilan Berpikir Kritis
Persentase Pencapaian (%)
Kategori
81,25 < KBK ≤ 100
Sangat Tinggi
62,50 < KBK ≤ 81,25
Tinggi
43,75< KBK ≤ 62,50
Sedang
25< KBK ≤ 43,75
Rendah
Sumber : (Modifikasi Setyowati dalam Karim, 2015)
5. Mendiagnosis lebih dalam subjek penelitian dengan melakukan wawancara kepada
siswa untuk setiap kategori keterampilan berpikir kritis.
6. Menetapkan kesimpulan dan menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Muara Beliti dengan subjek penelitian
kelas X.MIA yang berjumlah 27 siswa setiap kelasnya mewakili sembilan siswa yang
masing-masing terdiri tiga berkemampuan tinggi, tiga berkemampuan sedang, dan tiga
berkemampuan rendah berdasarkan nilai Ulangan Tengah Semester. Penelitian dilakukan
dengan memberikan instrumen diagnosis Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) berupa
soal sebanyak sepuluh butir soal yang diambil dari soal Ujian Nasional (UN) sepuluh
tahun terakhir dan sudah di validasi oleh dua dosen ahli. Setiap soal memuat satu sampai
dengan tiga indikator KBK dari jumlah indikator yang digunakan sebanyak enam
indikator, proses penelitian dengan menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data
secara bertahap dan sistematis.
Data hasil dokumentasi jawaban tes diagnosis KBK dianalisis dengan menghitung
perolehan skor sesuai pedoman penskoran yang peneliti gunakan pada setiap indikator
maupun secara keseluruhan. Setiap indikator memiliki skor maksimal 4 apabila jawaban
siswa telah mencapai kriteria indikator yang diharapkan. Analisis keterampilan berpikir
kritis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan indikator keterampilan berpikir
kritis Facione yaitu indikator interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi, eksplikasi, dan
regulasi diri. Adapun komposisi indikator KBK pada masing-masing butir soal dapat
diperhatikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Indikator KBK pada Instrumen yang Digunakan
No.
Indikator KBK
Nomor Soal
Skor Maksimal
1
Interpretasi
1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 9
28
2
Analisis
1, 8, 9 dan 10
16
3
Evaluasi
5, dan 8
8
4
Inferensi
2 dan 7
8
5
Eksplikasi
2, 7, dan 10
12
6
Regulasi Diri
2
4
Skor Total
76
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
11
Pada indikator interpretasi ada tujuh butir soal dengan skor maksimal secara
keseluruhan 28, indikator analisis ada empat butir soal dengan skor maksimal secara
keseluruhan 16, indikator evaluasi ada dua butir soal dengan skor maksimal 8, indikator
inferensi ada dua butir soal dengan skor maksimal 8, indikator eksplikasi ada tiga butir
soal dengan skor maksimal 12, dan indikator regulasi diri ada satu butir soal dengan skor
maksimal 4, dari skor maksimal masing-masing indikator tersebut dibagi empat kategori
KBK, (KBK 1) rendah, (KBK 2) sedang, (KBK 3) tinggi, dan (KBK 4) sangat tinggi.
Setelah peneliti mengoreksi, menilai, dan merekap data hasil diagnosis KBK pada
lembar observasi dokumen tes dignosis, selanjutnya peneliti mengkategorikan siswa
berdasarkan hasil diagnosis KBK tersebut menjadi empat kategori atau kelompok yaitu
kelompok keterampilan berpikir kritis sangat tinggi (KBK 4), kelompok keterampilan
berpikir kritis tinggi (KBK 3), kelompok keterampilan berpikir kritis sedang (KBK 2),
kelompok keterampilan berpikir kritis rendah (KBK 1). Perolehan skor dan
pengelompokan siswa dari hasil diagnosis KBK ditampilkan pada Tabel 6, Tabel 7, dan
Tabel 8.
Tabel 6 Rekapitulasi dan Kategori Tes Diagnosis KBK Siswa Kemampuan Tinggi
No.
Subjek
Pencapaian KBK per Indikator (%)
KBK (%)
Kelompok KBK
1
2
3
4
5
6
1
J
71,43
31,25
37,50
87,50
41,67
75,00
56,58
KBK 2
2
FH
35,71
6,25
0,00
0,00
0,00
0,00
14,47
KBK 1
3
SO
85,71
12,50
12,50
50,00
16,67
50,00
46,05
KBK 2
4
WNY
64,28
37,50
37,50
50,00
25,00
50,00
47,37
KBK 2
5
MG
50,00
18,75
0,00
0,00
0,00
0,00
22,37
KBK 1
6
NND
100
31,25
0,00
62,50
16,67
25,00
53,94
KBK 2
7
YS
71,42
31,25
0,00
37,50
16,67
0,00
39,47
KBK 1
8
NA
57,14
25,00
0,00
0,00
0,00
0,00
26,31
KBK 1
9
IA
50,00
12,50
0,00
25,00
8,33
0,00
25,00
KBK 1
Tabel 7. Rekapitulasi dan Kategori Tes Diagnosis KBK Siswa Kemampuan Sedang
No.
Subjek
Pencapaian KBK per Indikator (%)
KBK (%)
Kelompok KBK
1
2
3
4
5
6
10
HDY
39,28
18,75
0,00
0,00
0,00
0,00
18,42
KBK 1
11
PYS
32,14
6,25
0,00
0,00
0,00
0,00
13,16
KBK 1
12
YY
96,43
12,50
25,00
25,00
16,67
0,00
46,25
KBK 2
13
SF
57,14
12,50
0,00
37,50
8,33
0,00
28,94
KBK 1
14
RA
57,14
50,00
75,00
75,00
33,33
75,00
56,58
KBK 2
15
A
57,14
18,75
0,00
25,00
16,67
50,00
32,89
KBK 1
16
Y
82,14
50,00
50,00
50,00
50,00
50,00
61,84
KBK 2
17
RR
50,00
31,25
50,00
50,00
25,00
50,00
42,10
KBK 1
18
SR
21,43
0,00
0,00
25,00
0,00
0,00
10,53
KBK 1
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
12
Tabel 8. Rekapitulasi dan Kategori Tes Diagnosis KBK Siswa Kemampuan Rendah
No.
Subjek
Pencapaian KBK per Indikator (%)
KBK (%)
Kelompok KBK
1
2
3
4
5
6
19
DMJ
14,28
0,00
0,00
37,50
25,00
50,00
15,79
KBK 1
20
B
35,71
12,50
0,00
25,00
8,33
50,00
22,37
KBK 1
21
TH
53,57
12,50
12,50
25,00
8,33
50,00
30,26
KBK 1
22
BA
28,57
6,25
0,00
0,00
0,00
0,00
11,84
KBK 1
23
IL
42,86
0,00
0,00
25,00
0,00
0,00
18,42
KBK 1
24
CW
28,57
31,25
50,00
50,00
16,67
50,00
32,89
KBK 1
25
FI
14,28
0,00
0,00
37,50
25,00
50,00
15,79
KBK 1
26
IA
71,43
31,25
25,00
25,00
8,33
0,00
39,47
KBK 1
27
JH
25,00
6,25
0,00
25,00
16,67
50,00
18,42
KBK 1
Keterangan
:
1
= Interpretasi
2
= Analisis
3
= Evaluasi
4
= Inferensi
5
= Eksplikasi
6
= Regulasi Diri
KBK 1
= Keterampilan Berpikir Kritis Kategori “Rendah”
KBK 2
= Keterampilan Berpikir Kritis Kategori “Sedang”
KBK 3
= Keterampilan Berpikir Kritis Kategori “Tinggi”
KBK 4
= Keterampilan Berpikir Kritis Kategori “Sangat Tinggi”
Berdasarkan Tabel 6, 7, dan 8 diperoleh data frekuensi subjek setiap kategori KBK.
Untuk keterampilan berpikir kritis kategori sedang (KBK 2) sebanyak tujuh orang
(25,92%), keterampilan berpikir kritis kategori rendah (KBK 1) berjumlah 20 orang
(74,07%), tidak ada siswa yang termasuk ke dalam kelompok KBK 3 dan KBK 4 secara
keseluruhan, namun ada beberapa siswa berkategori KBK 3 dan KBK 4 untuk indikator
tertentu dari keenam indikator tersebut.
Dari hasil tes diagnosis didapatkan bahwa secara keseluruhan ada tujuh orang siswa
25,92% berada pada kategori sedang (KBK 2) dan 20 orang siswa 74,07% berada pada
kategori rendah (KBK 1) untuk setiap kemampuannya, siswa berkemampuan tinggi
sebesar 36,84% berada pada kategori rendah (KBK 1), siswa berkemampuan sedang
sebesar 34,50% berada pada kategori rendah (KBK 1), dan siswa berkemampuan rendah
22,80% berada pada kategori rendah (KBK 1) dengan demikian keterampilan berpikir
kritis siswa berada pada kategori rendah dengan persentase rata-rata ketercapaian
aktivitas berpikir kritis sebesar 31,38% dengan persentase ketercapaian setiap indikator
secara keseluruhan yaitu 51,58% pada indikator interpretasi, 18,75% pada indikator
analisis, 13,87% pada indikator evaluasi, 31,48% pada indikator inferensi, 14,19% pada
indikator eksplikasi, dan 26,85% pada indikator regulasi diri. Selanjutnya untuk
meyakinkan peneliti maka dilakukan wawancara pada setiap perwakilan per kemampuan,
hasil yang didapatkan adalah untuk materi Impuls dan Momentum ternyata belum
sepenuhnya di pelajari ada kelas yang baru tiga kali pertemuan, ada yang baru empat kali
pertemuan, bahkan ada pada saat tes diagnosis dilakukan baru beberapa kali pertemuan.
Berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan Berpikir Kritis (KBK) tidak bisa diperoleh secara singkat melainkan harus
dilatihkan (Haryandi, dkk, 2019). Pembelajaran fisika tidak dapat dipisahkan dari telaah
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
13
teori melalui buku-buku sumber dan pembuktian teori melalui praktikum di
laboratorium. Memiliki fasilitas penunjang dan laboratorium yang terstandarisasi untuk
praktikum merupakan suatu keniscayaan bagi institusi pendidikan khususnya sekolah
menengah atas (SMA). Jika kita mengacu pada keterampilan abad ke-21, KBK salah satu
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan salah satu kompetensi penting dari 4C
(Communication, Collaborative, Critical Thinking, and Problem Solving) yang harus
dimiliki peserta didik. KBK bukan sifat yang diturunkan secara genetik melainkan harus
dilatihkan melalui proses belajar (Widyaningsih & Yusuf, 2018).
Berikut beberapa kesulitan siswa dan solusi yang ditawarkan oleh peneliti:
Tabel 9. Kesulitan KBK Siswa dan solusi yang ditawarkan
No
Indikator KBK
Kesulitan siswa
Solusi
1.
Indikator
Interpretasi
kurangnya
pemahaman konsep
fisika
guru harus membantunya dengan
sabar secara pelan-pelan sesuai
dengan daya tangkapnya dan
menambahkan bagian konsep yang
kurang, dan pemanfaatan waktu
karena disini siswa perlu diberikan
waktu khusus untuk membantunya.
Misalnya mengadakan jam
tambahan setelah pulang dari
sekolah.
2.
Indikator Analisis
kurangnya
representasi
penyelesaian soal
mengatasinya dengan meminta siswa
maju kedepan untuk
mengerjakannya secara bersama-
sama jika siswa kesulitan dan
membiasakan siswa untuk mencari
persamaan dengan memberikan
pemahaman konsep yang
terintegrasi, memberikan penjelasan
asal mula persamaan terbentuk dan
menyajikan rumus atau konsep
dalam bentuk yang lebih praktis dan
dibuat menarik agar siswa mau
untuk terus mengolahnya.
3.
Indikator Evaluasi
terbatasnya siswa
menemukan
alternatif
penyelesaian soal,
dapat digali dengan cara
membiasakan diri untuk
mengerjakan soal-soal dengan cara
penyelesaian yang bervariasi, dan
membiasakan siswa untuk
berdiskusi.
4.
Indikator Inferensi
keterbatasan
menghubungkan
substansi antar
materi
guru harus mulai memberikan
latihan kepada siswa yang secara
lebih spesifik mengenai materi fisika
yang kejadiannya secara akrab
dijumpai siswa dalam kehidupan
sehari-hari, dari sana perlahan-lahan
kemampuan siswa dalam
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
14
No
Indikator KBK
Kesulitan siswa
Solusi
mengaitkan konsep dengan
perhitungan matematis dapat
terwujud sehingga siswa memuliki
kemampuan yang handal dalam
menyimpulkan materi.
5.
Indikator Eksplikasi
Siswa kesulitan
dalam menarik
sebuah kesimpulan
siswa harus dilatih berpikir secara
deduktif maupun induktif. Adakan
diskusi kelas dengan memberikan
tugas portofolio atau melakukan
percobaan yang dilakukan dengan
metode ilmiah
6.
Indikator Regulasi
Diri
asal-asalan dalam
mengerjakan soal
memberikan tugas khusus dengan
sistem penambahan poin jika tugas
yang dikerjakan benar dan tepat, dan
pengurangan poin jika tugas yang
diberikan tidak diselesaikan atau
diselesaikan dengan asal-asalan.
Hasil penelitian Arini & Juliadi (2018) menunjukkan beberapa penyelesaian masalah
yang untuk Mengatasi Kesulitan Pencapaian KBK adalah sebagai berikut: 1) indikator
interpretasi, guru harus membantu siswa dengan sabar secara bertahap sesuai dengan
daya tangkapnya dan memberikan tambahan pada bagian konsep yang kurang, 2)
indikator analisis, dapat dibantu dengan membiasakan siswa untuk mencari
persamaan dengan memberikan pemahaman konsep yang terintegrasi, 3) indikator
evaluasi, membiasakan diri untuk mengerjakan soal-soal dengan cara penyelesaian
yang bervariasi, 4) indikator inferensi, memberikan latihan kepada siswa secara lebih
spesifik mengenai materi fisika yang kejadiannya sering dijumpai siswa dalam
kehidupan sehari-hari, 5) indikator eksplikasi, melatih keterampilan berpikir secara
deduktif maupun induktif dengan mengadakan diskusi kelas, memberikan tugas
portofolio atau melakukan percobaan yang dilakukan dengan metode ilmiah, dan 6)
indikator regulasi diri, memberikan tugas khusus dengan sistem penambahan poin
jika tugas yang dikerjakan benar dan tepat.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang keterampilan berpikir kritis siswa
pada materi Impuls dan Momentum di kelas X.MIA SMA Negeri 1 Muara Beliti, peneliti
menyimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan hasil diagnosis keterampilan berpikir kritis siswa pada materi Impuls dan
Momentum siswa kelas X.MIA SMA Negeri 1 Muara Beliti didapatkan bahwa setiap
kemampuan, siswa berkemampuan tinggi sebesar 36,84% berada pada kategori rendah
(KBK 1), siswa berkemampuan sedang sebesar 34,50% berada pada kategori rendah
(KBK 1), dan siswa berkemampuan rendah 22,80% berada pada kategori rendah
(KBK 1) dengan demikian keterampilan berpikir kritis siswa berada pada kategori
rendah dengan persentase rata-rata ketercapaian aktivitas berpikir kritis sebesar
31,38% dengan persentase ketercapaian setiap indikator secara keseluruhan yaitu
51,58% pada indikator interpretasi, 18,75% pada indikator analisis, 13,87% pada
indikator evaluasi, 31,48% pada indikator inferensi, 14,19% pada indikator eksplikasi,
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
15
dan 26,85% pada indikator regulasi diri. Jika digolongkan berdasarkan tingkatan
keterampilan berpikir kritis siswa, persentase ketercapaian rata-rata siswa pada setiap
kelompok adalah 52,63% untuk kelompok KBK 2 sehingga tergolong dalam kategori
keterampilan berpikir kritis sedang, dan 23,94% untuk kelompok KBK 1 sehingga
tergolong dalam kategori kemampuan berpikir kritis rendah, dengan jumlah siswa
pada kelompok kelompok KBK 2 sebanyak tujuh orang (25,92%), dan kelompok
KBK 1 sebanyak 20 orang (74,07%).
2. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa
kesulitan siswa dalam mencapai indikator-indikator keterampilan berpikir kritis
adalah sebagai berikut:
a. Indikator interpretasi, terletak pada kemampuan sebagian besar siswa dalam
memahami materi Impuls yang kurang baik, ada sebagian siswa yang baru
mempelajari materi Impuls dan Momentum pada saat tes diagnosis KBK di
laksanakan.
b. Indikator analisis, terletak pada kurangnya penyampaian mengenai keterkaitan
antara persamaan-persamaan, model matematis dari penyelesaian dengan konsep-
konsep yang terkait dengan materi Impuls dan Momentum penggunaan simbol-
simbol dalam fisika .
c. Indikator evaluasi, terletak pada kurangnya kemampuan siswa dalam melakukan
operasi perhitungan dan menentukan strategi yang tepat dalam menyelesaikan soal,
sehingga untuk KBK 1, semua siswa tidak dapat memenuhi indikator evaluasi
selain itu juga materi impuls dan momentum baru pengenalan saja belum secara
mendalam.
d. Indikator inferensi, terletak pada keterampilan siswa yang lemah dalam
menghubungkan suatu permasalahan dengan solusi yang didapatkan.
e. Indikator eksplikasi, terletak pada keterampilan siswa yang tidak dapat melakukan
dan bingung untuk penarikan kesimpulan.
f. Indikator regulasi diri, terletak pada kurangnya daya juang siswa untuk
menyelesaikan soal ketika menemukan hambatan dalam mengidentifikasi informasi
yang disampaikan dengan pertanyaan yang diselesaikan, sehingga jika menemukan
soal yang dianggap mereka tidak bisa mengerjakan maka tidak di kerjakan sama
sekali.
3. Solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi kesulitan siswa dalam mencapai
indikator-indikator kemampuan berpikir kritis yaitu:
a. Indikator interpretasi, guru harus membantu siswa dengan sabar secara pelan-pelan
sesuai dengan daya tangkapnya dan menambahkan bagian konsep yang kurang.
b. Indikator analisis, dapat dibantu dengan membiasakan siswa untuk mencari
persamaan dengan memberikan pemahaman konsep yang terintegrasi dan diiringi
dengan kebiasaan siswa mengerjakan soal-soal.
c. Indikator evaluasi, membiasakan diri untuk mengerjakan soal-soal dengan cara
penyelesaian yang bervariasi.
d. Indikator inferensi, memberikan latihan kepada siswa secara lebih spesifik
mengenai materi fisika yang kejadiannya akrab dijumpai siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Indikator eksplikasi, melatih keterampilan berpikir secara deduktif maupun induktif
dengan mengadakan diskusi kelas, memberikan tugas portofolio atau melakukan
percobaan yang dilakukan dengan metode ilmiah.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
16
f. Indikator regulasi diri, memberikan tugas khusus dengan sistem penambahan poin
jika tugas yang dikerjakan benar dan tepat, dan pengurangan poin jika tugas yang
diberikan tidak diselesaikan.
SARAN
1. Siswa, dalam belajar fisika yang terpenting adalah memahami konsep dari memahami
konsep tersebut akan memudahkan dalam memahami perumusan matematikanya,
untuk itu hendaknya ketika belajar untuk lebih memahami konsep secara mendalam
terlebih dahulu tapi bukan berarti harus meninggalkan bentuk matematikannya hanya
mengubah pola belajar dan lebih sering mengerjakan soal-soal untuk latihan.
2. Guru, hendaknya untuk selalu membuat variasi dalam mengajar dan selalu
memberikan contoh nyata dalam kehidupan keseharian siswa bila perlu hadirkan
contoh tersebut di dalam kelas sehinga pikiran siswa akan lebih terbuka dan meluas
dalam memahami konsep fisika yang ada di dalam kehidupan mereka alam proses
pembelajaran cukup sebagai fasilitator dan hendaknya memberikan jam tambahan
setelah pulang sekolah atau perbanyakkan lagi pekerjaan rumah agar siswa ada
tanggung jawabnya pada saat mata pelajaran fisika.
3. Penelitian selanjutnya, penelitian tentang keterampilan berpikir kritis siswa telah
banyak dilakukan, untuk itu peneliti rekomendasikan untuk menambahkan perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran, misalnya model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) atau model pembelajaran kontekstual.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2010). prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Arikunto, S. (2013). Manajemen Penelitian. Bandung: Rineka Cipta.
Ariani, T. (2017). Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI):
Dampak Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika
Al-BiRuNi, 6(2), 169-177.
Arini, W., & Juliadi, F. (2018). Analisis kemampuan berpikir kritis pada mata pelajaran
fisika untuk pokok bahasan Vektor siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau,
Sumatera Selatan. Berkala Fisika Indonesia, 10(1), 1-11.
Desmita. (2012). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Fatmawati, H. (2014). Mardiyana, & Triyanto.(2014). Analisis berpikir kritis siswa
dalam pemecahan masalah matematika berdasarkan polya pada pokok bahasan
persamaan kuadrat (penelitian pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah 1
Sragen tahun pelajaran 2013/2014). Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika, 2(9), 911-922.
Fisher. A. (2008). Berpikir kritis sebuah pengantar. Jakarta: Erlangga
Fithriyah. (2016). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas IX-D SMPN 17
Malang. Paper dipresentasikan di Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan
pembelajarannya (KNPMP I) Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Haryani, D. (2012). Membentuk siswa berpikir kritis melalui pembelajaran matematika.
Yogyakarta: prosiding.
Haryandi, S., Misbah, M., Mastuang, M., Dewantara, D., & Mahtari, S. (2019). Analysis
of Students' Critical Thinking Skills on Solid Material Elasticity. Kasuari:
Physics Education Journal (KPEJ), 2(2), 89-94.
Kasuari: Physics Education Journal 3(1) (2020) 1-17
P-ISSN: 2615-2681
E-ISSN: 2615-2673
17
Karim, N. (2015). Kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan model JUCAMA di sekolah menengah pertama. EDU-
MAT Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 92-104.
Lestari. S.W. (2016.) Analisis berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah
matematika pada pokok bahasan himpunan ditinjau dari tipe kepribadian
ekstrovert dan introvert siswa kelas VII SMPN 2 Sumber Cirebon. Skripsi tidak
diterbitkan. Semarang: fakultas sains UIN Walisongo.
Misbah, M., Mahtari, S., Wati, M., & Harto, M. (2018). Analysis of Students' Critical
Thinking Skills in Dynamic Electrical Material. Kasuari: Physics Education
Journal (KPEJ), 1(2), 103-110.
Patmawati, H. (2011). Analisis keterampilan berpikir kritis siswa pada pembelajaran
larutan elektrolit dan nonelektrolit dengan metode praktikum kelas X.5 SMA
Negeri 3 Kota Tasikmalaya. Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Jurusan MIPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah..
Purwanto, N. (2010). Prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Ritdamaya, D. (2015). Profil keterampilan berpikir kritis siswa sekolah menengah atas
dalam materi suhu dan kalor menggunakan instrumen tes berpikir kritis Ennis.
Proceeding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya.
Sugiyono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.
Widyaningsih, S. W., & Yusuf, I. (2018). Project Based Learning Model based on
Simple Teaching Tools and Critical Thinking Skills. Kasuari: Physics Education
Journal (KPEJ), 1(1), 12-21.
Yati, N., Retni, S. B., & Afreni, H. (2015). Analisis kemampuan berpikir kritis siswa
dalam memecahkan soal pada materi virus di SMA Negeri 3 kota Jambi. Jurnal
FKIP Biologi, 1-13.