Available via license: CC BY-NC-SA
Content may be subject to copyright.
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 130
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Peran Perawat Dalam Pencegahan
Medication Error Diruang Rawat Inap Rumah Sakit Awal Bros Batam
Novi Yulianti a,b, Hema Malini c, Sri Muharni d
aMagister Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Andalas
bRumah Sakit Awal Bros, Jl. Gajah Mada Kav. 1 Batam, 29444, Indonesia
cFakultas Keperawatan, Universitas Andalas, Sumatera Barat
dDosen Stikes Awal Bros Batam, Kep. Riau, Indonesia
e-mail korespondensi: vivioung@yahoo.com
Abstract
Medication Error is an event that not only can harm the patient but also may endanger the safety of patients
conducted by health workers, especially for patient safety. This study aims to examine and analyze the role of
factors that contribute to the nurse's role in preventing medication error in hospitals Awal Bros Batam. This
research method is quantitative using observational analytic study design to examine the relationship between
the two variables studied. This research was conducted on a sample of 73 nurses at the Awal Bros Batam
inpatient room consisting of six general rooms and two high-care units. The results of this study indicate that the
statistical test showed p-value = 0.042; thus, there is no significant correlation between the perception of the
workload with the role of nurses. There is a significant relationship of knowledge to the role of nurses p-value =
0.014, no significant association between the attitudes of nurses with nurse's role p-value = 0.009. The further
recommendation to the hospital improves medication safety at the inpatient ward Awal Bros Batam Hospital, to
use unit-dose dispensing system (UDD), as well as the use of electronic in the form of barcodes.
Keywords: The role of the nurse, the perception of the workload, medication error
Abstrak
Medication error adalah peristiwa yang tidak hanya dapat membahayakan pasien tetapi juga dapat
membahayakan keselamatan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan, terutama untuk keselamatan pasien.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peran perawat
dalam mencegah Medication error di rumah sakit Awal Bros Batam. Metode penelitian ini adalah kuantitatif
dengan menggunakan desain penelitian analitik observasional untuk menguji hubungan antara kedua variabel
yang diteliti. Penelitian ini dilakukan pada sampel 73 perawat di ruang rawat inap di Rumah Sakit Awal Bros
Batam yang terdiri dari enam kamar umum dan dua unit perawatan tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa uji statistik menunjukkan p-value = 0,042; dengan demikian, terdapat hubungan yang signifikan antara
persepsi beban kerja dengan peran perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan
peran perawat (p-value = 0,014), dan terdapat yang signifikan antara sikap perawat dengan peran perawat (p-
value = 0,009). Rekomendasi lebih lanjut ke rumah sakit meningkatkan keamanan obat di bangsal rawat inap
Rumah Sakit Awal Bros Batam, untuk menggunakan unit-dosis dispensing system (UDD), serta penggunaan
elektronik dalam bentuk barcode.
Kata kunci: : The role of the nurse, the perception of the workload, medication error
PENDAHULUAN
Patient Safety atau keselamatan
pasien didefinisikan sebagai upaya
pencegahan kesalahan yang berakibat
merugikan pasien dan terkait dengan
semua aspek perawatan kesehatan pasien,
serta merupakan aspek penting dari
kebijakan kesehatan di seluruh dunia
(Janmano, Chaichanawirote, & Kongkaew,
2019). Keselamatan pasien adalah suatu
sistem yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman, mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (Permenkes RI
No.11, 2017).
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 131
Medication errors adalah suatu
kegagalan dalam proses pengobatan yang
memiliki potensi membahayakan pada
pasien dalam proses pengobatan ataupun
perawatannya Aronson, 2009 dalam (Siti
Sahirah Ulfa, 2016). Menurut WHO 2016,
medication error adalah setiap kejadian
yang dapat dicegah yang menyebabkan
penggunaan obat yang tidak tepat yang
menyebabkan bahaya kepasien, dimana
obat berada dalam kendali profesional
perawatan kesehatan. Di Australia,
pentingnya keamanan dalam pemberian
obat maka, maka menurut standar National
Safety and Quality Health Service
(NSQHS), item pemberian obat diletakkan
sebagai standar ke 4 dalam keselamatan
pasien dalam petunjuk penggunaan obat
secara aman Hines, Kynoch, & Khalil,
2019). Medication error adalah suatu
kejadian yang tidak hanya dapat merugikan
pasien tetapi juga dapat membahayakan
keselamatan pasien yang dilakukan oleh
petugas kesehatan khususnya dalam hal
pelayanan pengobatan pasien (NCCMERP,
2014). Di Amerika Serikat, komite
pencegahan medication error melaporkan
paling sedikit 1,5 juta kesalahan obat yang
tidak dapat dicegah dan kejadian
merugikan akibat kesalahan dalam
pemberian obat terjadi setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari medication error di
beberapa rumah sakit di Australia sekitar
20% untuk semua kejadian, 1% dari
medication error menyebabkan efek
samping serius terhadap pasien.
Medication error yang terjadi pada fase
prescription (penulisan resep atau
kesalahan order obat) terjadi kira – kira
16% dan 50% merupakan kesalahan fase
administration atau pemberian obat.
Medication error yang paling sering terjadi
adalah disebabkan kesalahan dalam
memberikan obat dimana proses
pemberian obat yang tidak benar atau
terjadi kesalahan saat perawat memberikan
obat kepada pasien. Medication
administration error (MAE) dapat
melibatkan perawat dalam pemberian obat
kepada pasien yang tidak sesuai dengan
prinsip enam benar yaitu benar obat, benar
pasien, benar dosis, benar rute pemberian,
benar waktu pemberian dan benar
pendokumentasian (Kemenkes, 2011
dalam Kavanagh, 2017). Menurut WHO
(2016), proses terjadi medication error
dimulai dari tahap prescribing,
transcribing, dispensing,dan
administration. Kesalahan peresepan
(prescribing error), kesalahan
penerjemahan resep (transcribing erorr),
kesalahan menyiapkan dan meracik obat
(dispensing erorr), dan kesalahan
penyerahan obat kepada pasien
(administration error) (Adrini TM, 2015).
Medication error yang paling sering terjadi
adalah pada fase administration /
pemberian obat yang dilakukan oleh
perawat. Abebaw, Hailu, Messele,
Demeke, & Hassen (2019) mengatakan
bahwa berdasarkan penelitian dari Badan
Keselamatan Pasien Nasional Inggris
menyatakan dari berbagai jenis medication
error, 50% merupakan medication
administration error, 18% untuk fase
dispensing, dan 16% untuk fase
prescribing. Begitu juga dengan studi yang
dilakukan di Iran, medication
administration error juga menunjukkan
prevalensi tertinggi yaitu 14,3% - 70%
dibandingkan dengan fase prescribing
error 29,8-47,8% , serta 3–33,6% untuk
dispensing error, dengan 10 - 51,8% untuk
kesalahan penulisan resep.
Perawat sebagai bagian terbesar dari
tenaga kesehatan di rumah sakit,
mempunyai peranan penting dalam
menurunkan angka kejadian medication
error. Perawat berkontribusi signifikan
karena perawat banyak berperan dalam
proses pemberian obat. Pemberian obat/
medication Administrasition (MA) adalah
salah satu intervensi keperawatan yang
paling banyak dilakukan, dengan sekitar 5-
20% waktu perawat dialokasikan untuk
kegiatan ini (Härkänen, Blignaut, &
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 132
Vehviläinen-julkunen, 2019). pemberian
obat juga mencakup tugas-tugas lain,
seperti menyiapkan dan memeriksa obat-
obatan, memantau efek obat-obatan,
mengedukasi pasien tentang pengobatan,
dan memperdalam pengetahuan perawat
tentang obat – obatan sendiri (Drach-
Zahavy et al., 2014 dalam Härkänen et al.,
2019).
Smeulers, et al (2014), menyatakan
perawat memainkan peran penting dalam
proses pemberian obat sehingga dalam
mencegah kesalahan pemberian obat perlu
dilakukan upaya-upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan perspesi
perawat dalam proses pemberian obat /
medication Administration. Peran perawat
dalam pencegahan medication error adalah
tidak hanya menangkap kesalahan mereka
sendiri, tetapi juga harus mampu menilai
kesalahan yang dilakukan oleh penyedia
layanan kesehatan, apoteker, dan lain-lain
(Durham, 2015). Secara keseluruhan,
prevalensi dari kesalahan pemberian obat
diperkirakan antara 1,7 - 59,1% dari total
peluang kesalahan yang terjadi (Hines et
al., 2019). Sementara itu, di Australia 9%
dari medication error terjadi pada fase
pemberian obat (Hines et al., 2019).
Hassen, (2018) mengatakan bahwa
berdasarkan penelitian dari Badan
Keselamatan Pasien Nasional Inggris
menyatakan dari berbagai jenis medication
error, 50% merupakan medication
administration error, 18% untuk fase
dispensing, dan 16% untuk fase
prescribing. Begitu juga dengan studi
yang dilakukan di Iran, medication
administration error juga menunjukkan
prevalensi tertinggi yaitu 14,3% - 70%
dibandingkan dengan fase prescribing
error 29,8-47,8% , serta 3–33,6% untuk
dispensing error, dengan 10 - 51,8% untuk
kesalahan penulisan resep. Sebagai bagian
terdepan dalam barisan tenaga kesehatan,
perawat mempunyai peranan penting
dalam menurunkan angka kejadian
medication error. Perawat berkontribusi
signifikan karena perawat banyak berperan
dalam proses pemberian obat. Durham
(2015) mengatakan bahwa setiap perawat
menyiapkan obat rata-rata 10 dosis obat
setiap hari untuk setiap pasien. Dalam
medication error, maka aspek pemberian
obat terkait dengan banyak dan komplek
nya obat menjadi hal yang paling sering
menyebabkan kesalahan. Data dari
penelitian diatas, juga menunjukkan bahwa
rata – rata 1 – 2% pasien dirumah sakit
mengalami kesalahan obat yang
menyebabkan terjadinya perpanjangan
masa rawat pasien sekitar 4 – 10 hari dari
hari rawatan normal (Durham, 2015).
Sesuai perkembangan informasi dan
teknologi, electronic medication record
sudah diterapkan di beberapa rumah sakit.
Gann, (2015) menjelaskan bahwa sejak
tahun 1999, medication error menjadi
penyebab kematian ke delapan di Amerika
Serikat. Sejak saat itu, sejalan dengan
perkembangan kemajuan dalam
informatika dan teknologi dalam
keperawatan, maka telah terjadi perubahan
besar pada sistem lama pemberian obat
yang meningkatkan keselamatan pasien.
Perkembangan pencatatan berbasis
elektronik atau Electronic Health Record
(EHR) dan Barcode Medication
Administration (BCMA) atau Barcode
pemberian obat, dan inovasi teknologi
lainnya telah membantu perawat
memberikan perawatan pasien yang lebih
aman, mengelola informasi pasien secara
efisien, dan memperbaiki dokumentasi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Awal Bros Batam, didapatkan data bahwa
pada tahun 2015, 2016, 2017, 2018 dan
2019 telah teridentifikasi bentuk atau jenis
medication error yang terjadi mulai dari
empat fase: prescription, dispensing,
administration dan documentation. Pada
tahun 2016, kejadian medication error
tertinggi adalah pada fase prescribing
dengan jumlah kejadian sekitar 33 kasus,
dengan rincian salah dosis 13 kasus, salah
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 133
label 4, dan 16 kasus dengan kesalahan
lainnya. Pada tahun 2017, medication error
yang terjadi pada fase prescribing sebesar
23 kasus pada fase prescription terjadi
salah dosis, salah obat sediaan dan salah
label. Sedangkan pada fase dispensing,
kesalahan yang terjadi adalah salah obat,
salah dosis dan salah pasien. Untuk fase
administration dan dokumentasi, kesalahan
yang terjadi adalah salah obat, salah rute,
salah dosis. Selanjutnya, berdasarkan data
medication error pada triwulan I tahun
2019, medication error yang terjadi pada
fase prescribing sudah jauh menurun yaitu
satu kasus pada tahap salah dosis,
dispensing error 1 kasus sedangkan dengan
tahap administrasi tidak ada kejadian
medication error yang dilaporkan terjadi 1
kasus medication error yang dilaporkan
yaitu kesalahan dosis dalam pemberian
obat oleh perawat yang menimbulkan
kejadian tidak cidera (KTC). Triwulan II
tahun 2019, ditemukan medication error
pada fase dispensing ada enam kasus,
sedangkan untuk pelaporan administrasi
obat tidak ada pelaporan. Triwulan III
tahun 2019 medication error pada fase
Prescribing salah dosis ada 8, fase
Dispensing ada 16, sedangkan untuk fase
administration error tidak ada yang
dilaporkan. Sedangkan pada tahun 2015,
medication error yang terjadi pada fase
administration, yaitu salah dosis yang
sudah sampai kepasien dan tergolong
dalam kejadian tidak diharapkan ( KTD),
sehingga menyebabkan pasien harus di
observasi di ruangan intensive care unit
(ICU).
Sementara itu, berdasarkan hasil
obervasi peneliti di Rumah Sakit Awal
Bros Batam, kejadian medication error
pada fase administrasi oleh perawat banyak
ditemukan di ruang rawat inap. Sejauh ini,
data yang ada di rumah sakit awal bros
baru berhasil mengidentifikasi jenis atau
bentuk dari medication error. Data yang
ada baru menunjukkan jumlah kejadian
yang dilaporkan, masih banyak kejadian
yang tidak dilaporkan. Namun, data terkait
apa penyebab dan faktor apa saja yang
berkontribusi dalam kejadian medication
error belum ditemukan. Identifikasi
terhadap faktor yang berkontribusi
terhadap kejadian medication error akan
memberikan informasi yang berharga
untuk mencegah dan menurunkan kejadian
medication error terutama pada fase
administration error.
Saat ini, Rumah Sakit Awal Bros
Batam sudah menerapkan system
elektronik medical record dengan salah
satu aplikasi e-prescription. E-prescription
ini adalah proses penginputan resep dengan
menggunakan system computerise E-
prescription sudah mulai diterapkan sejak
tahun 2016, dengan mengetikkan nama
obat, dosis, rute, frekuensi pemberian obat
pada modul dan template yang telah
disiapkan. Tenaga kesehatan yang berhak
melakukan penginputan resep adalah
dokter penanggung jawab pelayanan.
Sementara itu, peran perawat dalam hal ini
adalah memastikan obat sudah diterima
oleh bagian farmasi sesuai dengan yang di
input oleh dokter penanggung jawab
pelayanan. Penerapan elektronik medical
record dirumah sakit Awal Bros Batam
seharusnya mampu mencegah kejadian
medication error. Namun, kondisi yang
sering terjadi adalah kesalahan obat karena
kurangnya komunikasi antar tenaga
kesehatan terkait, proses re-check ketika
pengambilan obat, serta saat memberikan
obat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor yang berhubungan
dengan peran perawat dalam pencegahan
medication error di rumah sakit Awal Bros
Batam.
METODE
Jenis penelitian ini adalah
kuantitatif dengan rancangan cross
sectional dan pendekatan analitik
observasional untuk melihat faktor
perawat, faktor system dan lingkungan
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 134
sebagai faktor independent, dan faktor
peran perawat dalam mencegah medication
error sebagai faktor dependent. Populasi
pada penelitian ini adalah semua perawat
rawat inap yang bekerja di Ruang Rawat
Inap RS. Awal Bros Batam, sebanyak 114
orang. Sampel pada penelitian ini adalah
perawat pelaksana rawat inap di Rumah
Sakit Awal Bros Batam dengan
menggunakan kriteria inklusi dan eklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah
perawat ruang rawat inap Rumah Sakit
Awal bros Batam yang bersedia
berpartisipasi penuh dalam penelitian.
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian
ini adalah perawat rawat inap yang sedang
cuti atau sakit.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan cara Simple random
sampling. Alat pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner
tentang peran perawat , kusioner tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi
kejadian medication error, meliputi faktor
Man/perawat, factor system dan
lingkungan yang mengatur di Rumah Sakit
Awal Bros Batam terkait pemberian obat,
dan kuisioner berupa lembar observasi,
meliputi kepatuhan perawat dalam
melaksanakan SPO pemberian obat dan
faktor lingkungan terkait adanya
interupsi/gangguan.
Hasil uji validitas terhadap 10 item
pertanyaan variabel pengetahuan
dinyatakan valid dengan nilai R hitung
(0.969 – 0.970) > R tabel (0,623), variabel
sikap dengan 20 pernyataan dinyatakan
valid dengan nilai R hitung (0.731 – 0.732)
>R tabel (0,623), dan variabel peran
perawat dengan 25 item pernyataan,
dinyatakan valid dengan nilai R hitung
(0.960 – 0.961) > R tabel (0,623), serta
variabel persepsi beban kerja dengan
dengan 35 pernyataan, dinyatakan valid
dengan nilai R hitung (0.650 – 0.663) > R
tabel (0,623).
HASIL
Hasil penelitian tergambar dari beberapa
tabel yang tercantum dibagian ini.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden (n=73)
Variabel
f
(%)
Jenis Kelamin
Laki – laki
Perempuan
3
70
1,4
95,9
Usia
<35
>35
65
8
89
11
Masa Kerja
<1 tahun
1-3 tahun
>3tahun
17
23
33
23,3
31,5
45,2
Pendidikan
S1 Keperawatan
dan Ners
D3
46
27
63
37
Status Perkawinan
Belum menikah
Menikah
48
25
65,8
34,2
Dari tabel 1, didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan, dengan rentang usia kurang
dari 35 tahun, memiliki pengalaman masa
kerja lebih dari 3 tahun, dengan latar
belakang Pendidikan sarjana keperawatan
dan ners.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Peran
Perawat di Rumah Sakit Awal Bros
Batam Tahun 2019 (n=73)
Kategori
f
(%)
Baik
65
89
Sedang
4
5,5
Buruk
4
5,5
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 135
Tabel 2 menunjukkan hasil bahwa peran
perawat yang dimiliki responden dalam
rentang nilai baik.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor
yang Mempengaruhi Pencegahan
medication error di ruang rawat inap
Rumah Sakit Awal Bros Batam Tahun
2019 (n=73)
Pengetahuan
f
(%)
Baik
53
72,6
Cukup
17
23,3
Kurang
3
4,1
Sikap
Positif
49
67,1
Negatif
24
32,9
Persepsi Terhadap
beban kerja
Ringan
43
58,9
Berat
30
41,1
Persepi Terhadap
lingkungan
Mendukung
48
65,7
Tidak Mendukung
25
34,3
Kepatuhan terhadap
SPO
Patuh
59
80,8
Tidak Patuh
14
19,2
Tabel 4. Hubungan Pengetahuan dengan Peran Perawat dalam Pencegahan Medication Error
di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Awal Bros Batam Tahun 2019 (n=73)
Peran Perawat
p value
Baik
Sedang
Buruk
n
%
n
%
n
%
Pengetahuan
Baik
50
94,3
0
0
3
5,7
0,014
Cukup
13
76,5
3
17,6
1
5,9
Kurang
2
66,7
1
33,3
0
0
Sikap
Positif
47
95,9
0
0
2
4,1
0,009
Negatif
18
75
4
16,7
2
8,3
Persepsi
Beban Kerja
Perawat
Ringan
41
95,3
0
0
2
4,7
0,042
Berat
24
80
4
13,3
2
6,7
Kepatuhan
terhadap SPO
Patuh
55
93,2
3
5,1
1
1,7
0,325
Tidak Patuh
13
92,9
1
7,1
0
0
Faktor
Lingkungan
Interupsi
Mendukung /
tidak ada
interupi
43
89,6
4
8,3
1
2,1
0,247
tidak
mendukung/
ada interupsi
25
100
0
0
0
0
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan
hampir seluruh (89%) perawat pelaksana di
Rumah Sakit Awal Bros Batam memiliki
peran yang baik dalam pencegahan
medication error. Dari lima peran perawat,
proporsi peran yang baik adalah (91,8%)
pada peran sebagai konsultan, sedangkan
peran yang paling buruk adalah pada care
giver (6,8%), hal ini diperoleh dari hasil
kuesioner peran perawat sebagai care giver
pada pernyataan benar waktu benar
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 136
dokumetasi dan respon, dimana sebagian
besar responden menjawab sangat tidak
setuju dan tidak setuju terhadap benar
waktu dan benar dokumentasi dan respon.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, tepat
waktu terlewatkan dikarenakan tingkat
mobilitas perawat pelaksana yang tinggi
serta semakin banyaknya
pendokumentasian, dimana terjadi
ketidakseimbangan antara jumlah perawat
dengan pasien dengan tingkat
ketergantungannya, sehingga benar waktu
dan benar dokumetasi serta respon
pemberian obat terlewatkan dari batas
toleransi yang ditoleransi, di dimana
sebagian besar (72,6%) pengetahuan
perawat rawat Inap Rumah Sakit Awal
Bros Batam memiliki pengetahuan yang
baik dalam pencegahan medication error,
dan sebagian besar (67,1%) perawat
bersikap positif terhadap pencegahan
medication error. Penelitian ini juga
menunjukkan hampir sebagian besar
(58,9%) perawat pelaksana di Rumah Sakit
Awal Bros Batam berpersepsi beban kerja
ringan terhadap pencegahan medication
error, dan hampir seluruh (81%) perawat
pelaksana patuh terhadap pelaksanaan SPO
pemberian obat, serta sebagian besar
(66%) terdapat gangguan saat pemberian
obat berupa bel pasien, dering telepon,
visit dokter dan penerimaan pasien baru,
dan hampir sebagian (34%) tidak ada
gangguan saat pemberian obat.
Penelitian ini juga menjelaskan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara
pengetahuan perawat dengan perannya
dalam mencegah medication error.
Dimana dari 53 perawat pelaksana di
Rumah Sakit Awal Bros Batam hampir
seluruh (94,3%) perawat memiliki peran
dan pengetahuan yang yang baik, terutama
pngetahuan terkait medication error terkait
pengertian, istilah dan sistem pelaporan
medication error, ada hubungan yang
signifikan antara sikap perawat dengan
peran perawat dalam
pencegahanmedication error, dimana dari
49 perawat pelaksana di Rumah sakit Awal
Bros Batam , hampir seluruh (95,9%)
perawat memiliki sikap positif dan peran
yang baik terhadap pencegahan medication
error, dan sebagian besar (75%) perawat
memiliki peran yang baik, namun memiliki
sikap negative terhdap pencegahan
medication error. Penelitian ini
mengatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara persepsi beban kerja
dengan peran perawat dalam pencegahan
medication error di ruang rawat Inap
Rumah Sakit Awal Bros Batam, dimana
dari 43 perawat pelaksana di rumah Sakit
Awal Bros Batam (95,3%) perawat
berpersepsi beban kerja ringan dan
berperan baik terhadap pencegahan
medication error, dimana persepsi beban
kerja disini merupakan pandangan individu
dalam memberikan penilaian mengenai
sejumlah tuntutan tugas atau kegiatan yang
membutuhkan aktifitas mental dan fisik
yang harus diselesaikan dalam waktu
tertentu, apakah memiliki dampak positive
atau negative, dan tidak ada hubungan
yang signifikan antara kepatuhan terhadap
pelaksanaan SPO dengan peran perawat
dalam pencegahan medication error di
ruang rawat Inap Rumah Sakit Awal Bros
Batam. Dari 59 perawat pelaksana di
rumah Sakit Awal Bros Batam (93,2%)
perawat patuh terhadap pelaksanaan SPO
dan berperan baik dalam terhadap
pencegahan medication error, serta tidak
ada hubungan yang signifikan antara
adanya interupsi dengan peran perawat
dalam pencegahan medication error di
ruang rawat Inap rumah Sakit Awal Bros
Batam. Dari 48 perawat yang mendapatkan
gangguan / interupsi berupa bel pasien dan
dering telepon, (89,6%) perawat memilki
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 137
peran yang baik dalam pencegahan
medication error.
Terdapat beberapa elemen yang terdapat
dalam peran perawat sebagai tenaga
profesional yaitu peran sebagai care giver,
peran sebagai edukator, peran kolaborator,
peran sebagai konsultan dan peran sebagai
advokad (Hidayat,2008). Pada penelitian
ini peran perawat sebagai care giver
menyatakan bahwa 53,4% responden
menjalankan perannya dengan baik .
Secara teori care giver merupakan peran
perawat dengan peran perawat dalam
pencegahanmedication error, dimana dari
49 perawat pelaksana di Rumah sakit Awal
Bros Batam , hampir seluruh (95,9%)
perawat memiliki sikap positif dan peran
yang baik terhadap pencegahan medication
error, dan sebagian besar (75%) perawat
memiliki peran yang baik, namun memiliki
sikap negative terhdap pencegahan
medication error. Penelitian ini
mengatakan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara persepsi beban kerja yang
memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan
(Dickson et al.,2012). Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh
(Budihardjo, 2017) bahwa peran perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat
menjalankan perannya dengan baik seperti
mampu mengidentifikiasi kesalahan
pengobatan sebelum kesalahan sampai ke
pasien. Seorang perawat harus mampu
menjalankan perannya sebagai care giver
dengan baik untuk meningkatkan derajat
kesehatan seperti, memberikan informasi
kepada tenaga keperawatan untuk lebih
meningkatkan perannya sebagai care giver
atau pemberi asuhan keperawatan meliputi
pengkajian, penetapan diagnosa, rencana
tindakan, implementasi dan evaluasi agar
masyarakat Gledis & Gobel, (2016).
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada
65% observasi yang dilakukan oleh
peneliti mendapatkan bahwa kondisi
lingkungan pada saat perawat menyiapkan
dan memberikan obat mendukung untuk
tidak terjadinya medication error,
sementara 35% lainnya tidak mendukung.
Bentuk gangguan lingkungan yang paling
sering terjadi adalah bunyi telepon dan bel.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Donsu1, 2016) yang meneliti faktor
penyebab terjadinya medication error pada
fase prescribing diantara lain dikarenakan
terganggu akibat dering telpon dan kondisi
pencahayaan yang tidak mendukung. Hasil
penelitian ini juga mendapatkan bahwa
dari segi pencahayaan ruangan, pengaturan
suhu tempat penyimpanan obat, RS Awal
Bros sudah sesuai standar. Sementara,
untuk lokasi farmasi, karena unit farmasi
terpusat semua pada satu lantai yaitu lantai
1.
Pada penelitian ini menunjukan hubungan
antara persepsi beban kerja dengan peran
perawat di Rumah Sakit Awal Bros Batam
tahun 2019 didapatkan data dari 73
responden, lebih dari sebagian responden
yang memiliki beban kerja ringan
menunjukkan peran yang baik (95,3%).
Sebanyak 80% responden memiliki
persepsi beban kerja yang berat dan
menunjukkan peran yang baik. Hasil uji
statistik menunjukkan nilai p= 0,042
manunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara persepsi beban kerja
dengan peran perawat. Pada penelitian ini
persepsi beban kerja perawat terbagi atas
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 138
tiga yaitu persepsi beban kerja fisik,
psikologis dan beban kerja berdasarkan
aspek waktu.
Pada aspek fisik beban kerja perawat di
Rumah Sakit Awal Bros Batam tahun
2019 didapatkan data dari 73 responden,
lebih dari sebagian responden yang
memiliki beban kerja ringan menunjukkan
peran yang baik (84,4%). Sebanyak 96,4%
responden memiliki beban fisik berat dan
menunjukkan peran yang baik. Hasil uji
statistik menunjukkan nilai p= 0,216
menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara beban aspek fisik dengan
peran perawat.
Sejalanan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pradana (2015) responden
yang memiliki beban kerja yang berat akan
menimbulkan stress kerja dan dapat
menimbulkan keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan yang sedang
dijalaninya. Seseorang yang ingin
meninggalkan pekerjaannya tidak dapat
mejalani perannya dengan baik. Pada
tenaga medis seperti perawat sering
merasakan beban kerja terkait dengan
tugas yang dijalani di rumah sakit, pada
seorang perawat apabila beban kerja
semakin tinggi maka meningkatkan
keinginan untuk meninggalkan pekerjaan
tersebut begitu juga sebaliknya
(Xiaoming,2014).
Secara teori beban kerja merupakan tingkat
kesulitan intrinsik yang harus dikerjakan
oleh seseorang, target yang harus dibuat,
atau level dari angka beban kerja.
Kesulitan dari setiap tugas dapat
diprngaruhi oleh satu atau beberapa faktor
berikut, yaitu : target dan kinerja yang
dibutuhkan untuk melakukan suatu tugas,
kualitas, format dan cara sesuatu dilakukan
untuk sesuai dengan acuannya, proses
teoritis yang dibutuhkan serta karakteristik
dari response device (Fischer, 2009 dalam
Hilmer et al., 2016).
KESIMPULAN
Penelitian ini menemukan bahwa
perawat mempunyai peran penting dalam
pencegahan medication error terutama
pada peran sebagai konsultan. Dalam
pencegahan medication error diharapkan
perawat mempunyai pengetahuan dan
sikap yang baik serta memperhatikan aspek
seperti beban kerja, kondisi lingkungan
serta interupsi yang terjadi. Penelitian ini
menemukan bahwa dalam pencegahan
medication error pengetahuan dan sikap
mempunyai hubungan yang signifikan
dalam pencegahan medication error.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kepada seluruh responden yang terlibat di
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, V. S. (2017). Faktor perawat
terhadap kejadian medication
administration error di instalasi rawat
inap. Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia, 5(1), 52–61.
Donsu1, Y. C. (2016). Faktor Penyebab
Medication Error Pada Pelayanan
Kefarmasian Rawat Inap Bangsal Anak
Medication Error Pada Fase
Prescribing. 5(3).Durham, B. B.
(2015). The Nurse ’ S Role In
Medication Safety. 5–8.
Durham, B. B. (2015). The Nurse ’ S Role
In Medication Safety. 5–8.
Gann, M. (2015). Bar Code Technology In
Healthcare. Nursing, 45(3), 60–66.
Https://Doi.Org/10.1097/01.NURSE.00
00458923.18468.37
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 15, No.2, Oktober 2019, (Hal. 130-139)
Novi Yulianti, dkk., Analisis Faktor-Faktor yang,… 139
Gledis, M., & Gobel, S. (2016). Hubungan
Peran Perawat Sebagai Care Giver
Dengan Tingkat Kepuasan Pasien
Instalasi Gawat Darurat Di RSU.
GMIBM Monopia Kotamobagu
Kabupaten Bolaang Mongondow.
Ejournal Keperawatan, 4(2), 1–7.
Härkänen, M., Blignaut, A., &
Vehviläinen-Julkunen, K. (2018).
Focus Group Discussions Of
Registered Nurses ’ Perceptions Of
Challenges In The Medication
Administration Process. (October
2017), 1–7.
Https://Doi.Org/10.1111/Nhs.12432
Hassen, D. (2018). Proportion Of
Medication Error Reporting And
Associated Factors Among Nurses : A
Cross Sectional Study. 1–8.
Https://Doi.Org/10.1186/S12912-018-
0280-4
Hilmer. (2016). To Reduce Medication
Errors. 17(7), 63–65. Retrieved From
Http://Respiratorymedicinetoday.Com.
Au/Sites/Default/Files/Cpd/MT2016-
07-044-HILMER.Pdf
Hines, S., Kynoch, K., & Khalil, H.
(2018). Effectiveness Of Interventions
To Prevent Medication Errors. JBI
Database Of Systematic Reviews And
Implementation Reports, 16(2), 291–
296.
Https://Doi.Org/10.11124/JBISRIR-
2017-003481
Janmano, P., Chaichanawirote, U., &
Kongkaew, C. (2018). Analysis Of
Medication Consultation Networks
And Reporting Medication Errors: A
Mixed Methods Study. BMC Health
Services Research 2018 18:1, 18(1),
221. Https://Doi.Org/10.1186/S12913-
018-3049-2
Kavanagh, C. (2017). Errors And
Promoting Patient Safety. 26(3), 159–
165.
Mostafaei, D., Barati Marnani, A., Mosavi
Esfahani, H., Estebsari, F., Shahzaidi,
S., Jamshidi, E., & Aghamiri, S. S.
(2014). Medication Errors Of Nurses
And Factors In Refusal To Report
Medication Errors Among Nurses In A
Teaching Medical Center Of Iran In
2012. Iranian Red Crescent Medical
Journal, 16(10).
Https://Doi.Org/10.5812/Ircmj.16600
Oyenike, A. M., & Alabi, P. I. (2019).
Perception And Contributing Factors
To Medication Administration Errors
Among Nurses In Nigeria.
International Journal Of Africa Nursing
Sciences, 100153.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Ijans.2019.1
00153
Permenkes RI No.11, 2017. (2017).
Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien Dengan, 5–6. Retrieved From
Http://Hukor.Kemkes.Go.Id/Uploads/P
roduk_Hukum/PMK_No._11_Ttg_Kes
elamatan_Pasien_.Pdf
Siti Sahirah Ulfa. (2016). Medication Error
Pada Tahap Prescribing, Transcribing,
Dispensing, Dan Administering.
Farmaka.