ThesisPDF Available

Self-Esteem dan Narcissism sebagai Prediktor Instagram Addiction

Authors:

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menegtahui bagaimana self-esteem dan narcissism bisa memprediksi Instagram addiction (Instagram posting addiction dan Instagram stories addiction) pada pengguna Instagram. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu secara bersamaan self-esteem dan narcissism bisa meprediksi Instagram addiction addiction (Instagram posting addiction dan Instagram stories addiction). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis regresi berganda. Responden dalam penelitian ini berjumlah 251 pengguna Instagram. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tiga skala yaitu, The Instagram Addiction Scale (TIAS) yang terdiri dari dua subskala (Instagram posting addiction dan Instagram stories addiction), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), dan Narcissism Personality Inventory (NPI). Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan, yaitu self-esteem dan narcissism bisa memprediksi Instagram addiction. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai (R=0.195, p=0.008) pada Instagram posting addiction, dan nilai (R=0.170, p=0,029) pada Instagram stories addiction. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan self-esteem dan narcissism mampu memprediksi Instagram addicition, selain itu self-esteem memiliki kekuatan prediksi secara mandiri terhadap Instagram addiction jika dibandingkan dengan narcissism.
iii
Self-Esteem dan Narcissism sebagai Prediktor dari
Instagram Addiction
(Self-Esteem and Narcissism as Predictor of Instagram Addiction)
Achmad Sholeh dan Ahmad Rusdi
Program Studi Psikologi, Universitas Islam Indonesia
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menegtahui bagaimana self-esteem dan
narcissism bisa memprediksi Instagram addiction (Instagram posting addiction
dan Instagram stories addiction) pada pengguna Instagram. Hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini, yaitu secara bersamaan self-esteem dan narcissism
bisa meprediksi Instagram addiction addiction (Instagram posting addiction dan
Instagram stories addiction). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan teknik analisis regresi berganda. Responden dalam penelitian ini
berjumlah 251 pengguna Instagram. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
tiga skala yaitu, The Instagram Addiction Scale (TIAS) yang terdiri dari dua
subskala (Instagram posting addiction dan Instagram stories addiction),
Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), dan Narcissism Personality Inventory
(NPI). Hasil penelitian ini sejalan dengan hipotesis yang diajukan, yaitu self-
esteem dan narcissism bisa memprediksi Instagram addiction. Hal tersebut
ditunjukkan dari nilai (R=0.195, p=0.008) pada Instagram posting addiction, dan
nilai (R=0.170, p=0,029) pada Instagram stories addiction.
Berdasarkan hasil
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersamaan self-esteem dan
narcissism mampu memprediksi Instagram addicition, selain itu self-esteem
memiliki kekuatan prediksi secara mandiri terhadap Instagram addiction jika
dibandingkan dengan narcissism.
Kata Kunci: Instagram Addiction, Self-Esteem, Narcissism, Pengguna Instagram,
Personal Account
1
PENGANTAR
Lebih dari dua dekade, Internet addiction menjadi topik yang populer bagi
para peneliti di bidang psikologi klinis (Kircaburun & Griffiths, 2018).
Kecanduan di Internet diketahui memiliki pola yang sama dengan indivdu dengan
kecanduan drugs dan alcohol (narkoba), akibatnya secara patologi memiliki
dampak yang negatif bagi kehidupan individu tersebut ( Kircaburun & Griffiths,
2018; Griffiths, 1996; Young, 1998, 1996). Meskipun begitu, seiring dengan
perkembangan zaman Internet terus mengalami perkembangan yang tidak
terbendung.
Perkembangan teknologi internet ini telah membawa berbagai platform online
ke dalam kehidupan individu, seperti social media dan social networking sites
(Kircaburun & Griffiths, 2018). Hal tersebut memicu munculnya motif dan variasi
penggunaan yang berbeda-beda, kecenderungan individu yang menggunakaanya
secara berlebihan memiliki kecanduan di Internet, namun bukan pada Internet
(Internet hanya menjadi sebuah alat perantara bagi indivdu untuk menunjukkan
perilaku tertentu secara online) (Griffiths, 1996, 1998).
Selanjutnya lebih spesifik lagi platform online ini terbagi menjadi beberapa
sub-kategori, yaitu diantaranya seperti social media kolaborasi (Wikipedia), social
media blog (Wordpress), social media komunitas (Flickr), virtual worlds
(SecondLife), dan social networking sites (Instagram) (Kaplan & Haenlein, 2010;
Kuss & Griffiths, 2017). Social networking sites merupakan sub-kategori dari
social media, yang memungkinkan penggunanya terhubung dengan pengguna lain
dengan cara membuat profil pribadi yang dapat diakses oleh teman atau kolega,
2
serta memiliki kelebihan saling berbagi konten dan mengirim pesan instan satu
sama lain (Hamm et al., 2013).
Data statistik menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga pengguna Internet
adalah pengguna aktif dari social networking sites (Kemp, 2018). Karena
popularitasnya, social networking sites ini memicu terjadinya penggunaan yang
salah dan berujung pada kecanduan (Kuss & Griffiths, 2017). Kecanduan pada
situs jejaring sosial atau social networking sites (SNSs) addiction menurut
Andreassen dan Pallesen (2014) disebabkan karena terlalu banyaknya individu
menghabiskan waktu di social networking sites tertentu, yang mana dorongan
untuk selalu mengaksesnya tidak dapat dikontrol sehingga berdampak negatif
dalam kehidupan nyata para penggunanya.
Penelitian terdahulu telah banyak menemukan bahwa adanya potensi
kecanduan pada social media, lebih spesifik lagi pada social networking sites
populer seperti Facebook, Twitter, Youtube, Snapchat¸ dan Tinder (Balakrishnan
& Griffiths, 2018; Ershad & Aghajani, 2017; Orosz, Tóth-Király, Bőthe, &
Melher, 2016). Berdasarkan hasil temuan tersebut diketahui bahwa pada tiap-tiap
social networking sites memiliki potensi kecanduan, sehingga penting untuk
melakukan studi pada social networking sites populer lainnya secara spesifik,
seperti Instagram. Menurut Ershad dan Aghajani (2017) Instagram telah berhasil
menarik atraksi jutaan pengguna Internet, namun belum banyak studi yang
menjelaskannya. Sejauh ini, hanya dua penelitian yang mengidentifikasi
kecanduan di Instagram. (Ershad & Aghajani, 2017; Kircaburun & Griffiths,
2018).
3
Instagram merupakan platform aplikasi berbasis online yang saat ini
paling digemari. Aplikasi ini menempati jajaran social network sties terpopuler
dan terbesar setelah Facebook. Berdasarkan data dari The Statistics Portal,
menunjukkan bahwa Instagram per Januari 2019 memiliki 1000 miliar pengguna
aktif (Statista, 2019). Instagram sendiri merupakan aplikasi berbagi foto dan
video, aplikasi ini memungkinkan penggunanya mengambil foto secara langsung,
menerapkan filter digital dan dapat membagikannya ke social network sites
lainnya (Atmoko, 2012). Terdapat dua fitur penting pada Instagram yaitu
Instagram posting/feed dan Instagram stories. Instagram posting/feed merupakan
fitur umum pada Instagram dimana penggunanya bisa membagikan foto dan
video, yang kemudian mendapatkan feedback seperti komentar dan likes dari
pengguna lainnya (Kircaburun & Griffiths, 2018). Lebih dari 50 miliar foto telah
dibagikan pengguna Instagram, dan setiap harinya rerata pengguna Instagram
membagikan 100 juta foto (Omnicore, 2019). Setiap posting dengan satu tagar
bisa mendapatkan 12,6% respon dan presesntase tersebut bisa meningkat
meningkat pada hari kerja seperti hari selasa dan kamis (Omnicore, 2019). Fitur
posting/feed Instagram ini menjadi wadah bagi penggunanya untuk menampilkan
diri (show off) sebaik mungkin, agar feedback yang didapatkan juga positif.
Selanjutnya, fitur yang kedua adalah Instagram stories yaitu sebuah fitur
yang memungkinkan penggunanya mengirim foto dan video yang menghilang
setelah 24 jam secara otomatis, kapanpun dan dimanapun (Amâncio & Doudaki,
2017). Fitur ini telah menarik 500 miliar pengguna aktif Instagram untuk
membagikan aktivitas mereka setiap harinya (Statista, 2019). Itensitas
4
penggunaan Instagram juga dilaporkan meningkat akibat dari fitur Instagram
stories (Statista, 2019)
Pada fitur Instagram stories, Instagram merujuk pada konsep story telling
dan sekarang dikenal dengan istilah digital story telling (Amâncio & Doudaki,
2017). Fitur ini menjadi sebuah media yang diperuntukkan bagi penggunanya
untuk bercerita tentang kehidupan sehari-hari, kemudian dari cerita yang diunggah
tersebut individu akan mendapatkan respon dari orang lain (Amâncio & Doudaki,
2017). Tidak hanya itu, hal tersebut dapat menimbulkan keinginan untuk
mendengar atau melihat cerita orang lain (Amâncio & Doudaki, 2017). Sehingga,
fitur Instagram stories ini menjadi media yang sempurna untuk bercerita maupun
mendengarkan cerita orang lain, apabila tidak dikontrol bisa berujung pada
kecanduan.
Sebelumnya, peneliti melakukan penelitian pendahuluan pada individu
yang mengalami kecanduan Instagram, subjek tersebut setiap harinya
mengunggah berbagai konten dan membuat thread stories panjang, akun
Instagram yang digunakan adalah akun pribadi (personal account) untuk
pemakain pribadi. Merujuk pada hasil yang ditemukan, hal tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain adalah: (1) Adanya keinginan untuk selalu dilihat
oleh orang lain dan terlihat eksis (2) Adanya dorongan yang besar untuk selalu
mengakses dan mengunggah konten di Instagram, khususnya Instagram stories,
(3) Jumlah pengikut, (4) Sebagai ajang pamer, (5) Terdapat kepuasan setelah
mengunggah konten, terlebih lagi jika mendapatkan respon positif dari pengguna
lainnya, sampai merasa bangga, (6) Jika tidak mengakses Instagram atau viewers
5
lebih sedikit dari biasanya, merasa sedih dan kesepian, tidak bersemangat, (7)
Instagram juga dijadikan sebagai media untuk menarik perhatian orang lain, (8)
Bisa mendapatkan teman yang peduli dan sebagai media curhat. (9) Instagram
menjadi wadah untuk melakukan pengambilan keputusan, berdasarkan
rekomendasi dari pengikutnya dan, (10) Instagram menjadi faktor penguat diri.
Hasil studi pendahuluan tersebut didukung dengan hasil penelitian dari
Alhabash dan Ma (2017) yang menunjukkan bahwa Instagram menjadi sebuah
media hiburan, kenyamanan, daya tarik, ekspresi diri, dokumentasi diri, interaksi
sosial, kampanye diri, bahkan sebagai ajang pamer kepada orang lain. Fitur-fitur
yang terus dikembangkan oleh Instagram akhirnya menyebabkan kecanduan
(addcited). Hal tersebut dikarenakan secara tidak sadar telah mendesak para
penggunanya untuk terus berbagi foto dan video lagi dan lagi (Kircaburun &
Griffiths, 2018).
Instagram menjadi sebuah media yang digunakan untuk membagi
berbagai pengalaman positif dan negatif dalam kehidupan individu, dengan
harapan mendapat respon positif dari orang lain, kemudian secara impulsif
mereka akan memeriksa jumlah pemberitahuan (likes dan komentar) yang
diunggah (Ershad & Aghajani, 2017). Selain itu, dijelaskan bahwa kecenderungan
perempuan menggunakan Instagram jauh lebih tinggi dan ekstrim daripada laki-
laki, sehingga prevalensi perempuan jauh lebih tinggi daripada laki-laki
(Andreassen, Pallesen, & Griffiths, 2017). Adapun dampak negatif dari
penggunaan Instagram yang tidak terkontrol, berdasarkan hasil survei dari
Kingdom's Royal Society for Public Health menunjukkan bahwa Instagram
6
merupakan social networking sites dengan dampak terburuk, yaitu menyebabkan
menurunnya kualitas tidur, bullying, citra tubuh, FoMo, selain itu juga
meningkatkan kecemasan dan depresi (Cramer & Inkster, 2017). Sedangkan pada
fitur Instagram stories mengindikasi terjadinya gangguan sexual seperti
voyeuristic (Amâncio & Doudaki, 2017).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kecanduan pada Instagram.
Diantarnya adalah big five personality (Kircaburun & Griffiths, 2018); self-liking
(Kircaburun & Griffiths, 2018); daily internet use (Kircaburun & Griffiths, 2018),
alexithymia (Ershad & Aghajani, 2017), attachment styles (Ershad & Aghajani,
2017); selain itu penggunaan Instagram juga dipengaruhi oleh self-esteem
(Andreassen et al., 2017; Dumas, Maxwell-Smith, Davis, & Giulietti, 2017;
Paramboukis, Skues, & Wise, 2016; Sheldon & Bryant, 2016; Stapleton, Luiz, &
Chatwin, 2017; Yang, 2016); narcissism (Dumas et al., 2017; Martinez, 2017;
Paramboukis et al., 2016; Sheldon & Bryant, 2016), peer belonging (Dumas et al.,
2017), total joint arthroplasty (Ramkumar et al., 2017), eating disorder (Holland
& Tiggemann, 2017), compulsive exercise (Holland & Tiggemann, 2017), dan
loneliness (Yang, 2016).
Berdasarkan hasil dari temuan tersebut, dapat dilihat bahwa self-esteem
dan narcissism menjadi faktor yang turut mempengaruhi penggunaan Instagram.
Kedua variabel ini dianggap sebagai konstrak yang paling dekat untuk
menjelaskan perilaku-perilaku yang muncul pada studi pendahuluan yang telah
dilakukan, yaitu seperti adanya perasaan sedih dan tidak bersemangat ketika
viewers dan respon yang didapat sedikit, sebaliknya merasa bangga dan puas jika
7
respon yang diterima positif, hal tersebut mencerminkan bahwa individu tersebut
memiliki self-esteem yang rendah. Salim, Rahardjo, Tanaya, dan Qurani (2017)
menjelaskan bahwa Individu mengharapkan sebuah respon yang positif dari apa
yang mereka posting di Instagram, sehingga respon yang positif dari orang lain
tersebut dapat meningkatkan self-esteem.
Selanjutnya, adanya perilaku untuk eksis, menarik perhatian, dan
keinginan untuk diakui oleh orang lain, mencerminkan adanya kepribadian
narcissism. Paramboukis, Skues, dan Wise, (2016) menjelaskan bahwa individu
dengan narcissism tipe grandiose dalam menggunakan Instagram akan cenderung
berperilaku seperti mencari perhatian dan pujian di Instagram, memposting foto-
foto yang diinginkan tetapi tidak dimiliki, dan memposting foto-foto selibiriti atau
orang yang dikagumi. Individu yang memiliki skor tinggi pada penggunaan
Instagram merupakan orang yang narsis secara terang-terangan daripada bukan
pengguna (Hong, Huang, Lin, & Chiu, 2014).
Self-esteem dan narcissism dianggap penting dalam menghadirkan
perilaku tertentu (Bosson et al., 2008; Campbell, Rudich, & Sedikides, 2002;
Horvath & Morf, 2010; Orth, Robins, Meier, & Conger, 2016). Hal tersebut
dikarenakan, self-esteem dianggap sebagai sifat intrapersonal sedangkan
narcissism dianggap sebagai sifat interpersonal (Paramboukis et al., 2016;
Zeigler-Hill, 2006). Adanya perbedaan antara intrapersonal dan interpersonal pada
kedua konstrak, perlu dilakukan studi untuk mengetahui apakah kedua konstrak
tersebut jika dipasangkan secara bersamaan bisa memprediksi perilaku kecanduan
8
di Instagram. Oleh karena itu, peniliti ingin mengetahui peran keduanya dalam
memprediksi perilaku kecanduan di Instagram.
Berdasarkan penejelasan di atas, pada penelitian ini peneliti
mengasumsikan bahwa self-esteem dan narcissism memiliki peran dalam
memuculkan perilaku kecanduan di Instagram (Instagram addiction). Penelitian
akan fokus pada dua fitur Instagram yaitu posting/feed dan stories dimana self-
esteem dan narcissism berperan sebagai prediktor.
METODE PENELITIAN
A. Partsipan
Responden pada penelitian ini berjumlah 251 orang yang terdiri dari 69 laki-
laki dan 182 perempuan.
B. Pengukuran
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif untuk memprediksi self-
esteem dan narcissism pada Instagram addiction. Metode pengumpulan data
menggunakan self-report scale pada tiga skala. Instagram addiction pada
penelitian ini mengunakan The Instagram Addiction Scale (TIAS) yang
dikembangkan oleh Sholeh dan Rusdi (2018), skala ini terdiri dari dua subskala
yaitu Instagram posting addiction dengan 20 aitem dan Instagram stories
addiction dengan 22 aitem. Instagram posting addiction memiliki reliabilitas
sebesar 0.89 dan Instagram stories addiction sebesar 0.91.
Skala self-esteem menggunakan Rosenberg’s Self-Esteem Scale (RSES) yang
dikembangkan oleh Rosenberg (1965) yang terdiri dari 10 aitem. Skala ini
9
memiliki reliabilitas sebesar 0.77. Selanjutnya, skala Narcissism menggunakan
skala Narcissism Personality Inventory-16 (NPI) yang dikembangkan oleh Ames
Rose dan Anderson (2006) dengan 16 aitem berpasangan. Skala ini memiliki
reliabilitas sebesar 0.66.
C. Analisis Data
Penelitian menggunakan analisis regresi berganda untuk memprediksi self-
esteem dan narcissism dengan Instagram addiction (Instagram posting addiction
dan Instagram stories addiction).
HASIL PENELITIAN
Adapun dua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu 1) Bahwa self-
esteem dan narcissism dapat memprediksi instagram posting addiction; 2) Bahwa
self-esteem dan narcissism dapat memprediksi instagram stories addiction pada
pengguna Instagram. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
Table 1. Uji Hipotesis
Variabel F p R R
2
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Posting Addiction
4.885 0.008 0.195 0.038
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Stories Addiction
3.701 0.026 0.170 0.029
Hasil di atas menunjukkan bahwa self-esteem dan narcissism secara bersamaan
mampu meprediksi Instagram addiction. Hal tersebut didapatkan dari nilai
(R=0.195, p=0.038) pada Instagram posting addiction dan nilai (R=0.170,
10
p=0.029) pada Instagram stories addiction. Berdasarkan hasil tersebut diketahui
bahwa kekuatan prediksi self-esteem dan narcissism lebih besar pada Instagram
posting addiction dengan sumbangan efektif sebesar 3.8 persen.
Selain uji hipotesis, peneliti juga melakukan analisis tambahan untuk
memperkaya hasil penelitian. Analisis tambahan yang dilakukan meliputi korelasi
antar variabel, analisis regresi berdasarkan jenis kelamin, dan analisis regresi
berdasarkan usia tahapan perkembangan. Adapun hasil analisis tambahan
Instagram posting addiction terangkum pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Korelasi Instagram Posting Addiction
Hasil di atas menunjukkan korelasi antar variabel, self-esteem memiliki korelasi
dengan Instagram addiction dengan nilai R=-0.139. Selain itu, self-esteem juga
memiliki korelasi dengan aspek tolerance, mood modification, dan withdrawal.
Sedangkan narcissism hanya memiliki korelasi dengan aspek tolerance dan global
self-esteem. Selanjutnya adalah analisis tambahan pada Instagram Stories
Addiction (ISA), adapun hasilnya terangkum pada Tabel berikut:
Variabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1.
Ig Posting Addiction
1
2.
Salience
.710
**
1
1.
Tolerance
.599
**
.333
**
1
2.
Mood Modification
.767
**
.460
**
.355
**
1
3.
Relapse
.738
**
.463
**
.278
**
.485
**
1
4.
Withdraw
a
l
.697
**
.374
**
.275
**
.430
**
.406
**
1
5.
Conflict
.778
**
.413
**
.327
**
.559
**
.534
**
.503
**
1
6.
Global Self
-
Esteem
-
.139
*
-
.045
.174
**
-
.176
**
-
.101
-
.232
**
-
.216
**
1
9.
Grandiose Narcissism
.104
.093
.205
**
.023
-
.011
.065
.068
.213
**
1
11
Tabel 3. Korelasi Instagram Stories Addicition
Variabel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1.
Ig Stories Addiction
1
2.
Salience
.522
**
1
3.
Tolerance
.665
**
.281
**
1
4.
Conflict
.758
**
.181
**
.397
**
1
5.
Mood Modification
.748
**
.267
**
.307
**
.511
**
1
6.
Withdraw
a
l
.694
**
.200
**
.334
**
.466
**
.459
**
1
7.
Relapse
.818
**
.265
**
.483
**
.640
**
.607
**
.451
**
1
8.
Global Self
-
Esteem
-
.146
*
-
.044
.145
*
-
.198
**
-
.175
**
-
.229
**
-
.106
*
1
9.
Gra
n
diose Narcissism
.054
-
.079
.208
**
.037
.003
.041
.015
.213
**
1
Pada Instagram stories addicition, menunjukkan bahwa self-esteem juga
memiliki korelasi pada Instagram stories addiction yang ditunjukkan dari R=-
0.146. Hasil tersebut lebih besar dari korelasi antara self-esteem dengan Instagram
posting addiction. Hasil di atas juga menujukkan bahwa self-esteem berkorelasi
dengan aspek tolerance, conflct, mood modification, relapse, dan withdrawal.
Sedangkan narcissism, pada Instagram stories addiction sama dengan apa yang
didapatkan pada Instagram posting addiction dimana narcissism hanya
berkorelasi dengan aspek tolerance. Namun, grandiose narcissism memiliki nilai
korelasi yang lebih bersar, hal tersebut ditunjukkan dari nilai R=0.208
Selanjutnya, peneliti melakukan analisis regresi berdasarkan jenis kelamin.
Table 4. Hasil Uji Regresi Berdasarkan Laki-Laki dan Perempuan
Variabel Jenis
Kelamin
R p
Self-Esteem & Narcissism
*Instagram Posting Addiction
Laki-laki 0.276 0.096
Perempuan 0.151 0.116
Self-Esteem & Narcissism
*Instagram Stories Addiction
Laki-laki 0.170 0.422
Perempuan 0.175 0.056
12
Bersdasarkan hasil di atas ditemukan hasil bahwa self-esteem dan narcissis
secara bersamaan tidak dapat memprediksi Instagram Addiction (Instagram
Posting Addcition dan Instagram Stories Addiction) berdasarkan kategorisasi jenis
kelamin. Selanjutnya, peneliti akan melakukan analisis regresi pada tiap variabel
berdasarkan jenis kelamin laki-laki.
Tabel 5. Hasil Regresi Jenis Kelamin Laki-Laki
Variabel t B p
Self-Esteem-IPA -0.2019 -0.254 0.048
Self-Esteem-ISA -1.1116 -0.144 0.269
Narcissism-IPA 1.1119 0.141 0.268
Naricissism-ISA 0.834 0.108 0.408
Berdasarkan hasil analisis regresi tambahan pada jenis kelamin laki-laki
maka diperoleh hasil bahwa self-esteem mampu memprediksi Instagram posting
addiction (IPA). Hasil tersebut didapatkan dari niali (B=-0.254, p=0.048.
Selanjutnya adalah analisis regresi tambahan pada jenis kelamin perempuan.
Tabel 6. Hasil Regresi Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan
Variabel t B p
Self-Esteem-IPA -1.695 -0.127 0.092
Self-Esteem-ISA -2.354 -0.175 0.020
Narcissism-IPA 1.600 0.120 0.111
Naricissism-ISA 1.131 0.084 0259
Berbeda dari hasil pada jenis kelamin laki-laki, justru hasil yang ditemukan
pada hasil di atas menunjukkan bahwa pada perempuan, self-esteem bias
memprediksi Instagram stories addiction (ISA) dengan nilai (B=-0.175, p=0.020).
Selanjutnya adalah analisis regresi tambahan berdasarkan usia tahapan
13
perkembangan remaja (adolescence).
Tabel 7. Hasil Regresi Berdasarkan Usia Tahapan Perkembangan
Remaja (15-20)
Variabel F p R R
2
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Posting Addiction
4.578 0.012 0.242 0.059
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Stories Addiction
3.060 0.050 0.200 0.040
Berdasarkan hasil analisis regresi tambahan berdasarkan usia tahapan
perkembangan remaja dengan rentang 15-20 tahun diperoleh hasil bahwa secara
bersamaan self-esteem dan narcissism bisa memprediksi Instagram posting
addiction (IPA) (R=0.242, p=0.012) dengan sumbangan efektif 5.9% dan
Instagram stories addiction (R=0.200, p=0.050) dengan sumbangan efektif 4%.
Selanjutnya adalah analisis tambahan regresi pada tahapan perkembangan dewasa
awal (early adulthood).
Tabel 8. Hasil Regresi Berdasarkan Usia Tahapan Perkembangan
Dewasa Awal (21-30)
Variabel F p R R
2
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Posting Addiction
0.926 0.399 0.136 0.019
Self-Esteem & Narcissism*Instagram
Stories Addiction
0.805 0.450 0.127 0.016
Berdasarkan hasil analisis tambahan regresi pada tahapan perkembangan
dewasa awal diperoleh bahwa self-esteem dan narcissism tidak dapat memprediksi
Instagram posting addiction maupun Instagram stories addiction.
14
PEMBAHASAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji secara empirik prediksi self-esteem
dan narcissism terhadap Instagram posting addiction dan juga prediksi self-
esteem dan narcissism terhadap Instagram stories addiction. Bedasarkan analisis
yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh hasil yang menunjukkan adanya
hubungan yang sangat signifikan antara self-esteem, narcissism, dan Instagram
addiction (Instagram posting addiction dan Instagram stories addiction) pada
pengguna Instagram. Hasil tersebut diperoleh dari nilai R=0.195 dengan
signifikansi p=0.008 (p<0.01) pada self-esteem, narcissism, dan Instagram posting
addiction (IPA). Selanjutnya, hasil analisis pada variabel self-esteem, narcissism,
dan Instagram stories addiction (ISA) juga diperoleh hasil yang signifikan,
diperoleh dari nilai R=0.170 dengan signifikansi p=0.026 (p<0.05). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa self-esteem dan narcissism secara bersama-sama
dapat memprediksi dengan signifikan Instagram addiction (Instagram posting
addiction dan Instagram stories addiction) dengan sumbangan efektifnya sebesar
3,8 persen untuk Instagram Posting Addiction (IPA) dan 2,9 persen Instagram
stories addiction (ISA).
Berdasarkan hasil analisis tambahan, diperoleh hasil bahwa variabel self-
esteem menjadi variabel yang memiliki kontribusi terbesar dalam memprediksi
Instagram Addiction. Self-esteem memperoleh nilai R=-0.139 dan p=0.014
(p<0.05), dengan sumbangan efektifnya sebesar 1.9 persen terhadap Instagram
posting addiction (IPA). Hal tersebut juga ditemukan pada variabel Instagram
stories addiction (ISA), dimana self-esteem memperoleh nilai R=-146 dan
15
p=0.010 (p<0.05) dengan sumbangan efektifnya sebesar 2,1 persen. Berdasarkan
analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa variabel self-esteem menjadi satu-satunya
variabel yang paling kuat dalam memprediksi Instagram addiction (Instagram
posting addiction dan Instagram stories addiction).
Kecilnya sumbangan efektif yang diberikan oleh self-esteem dan
narcissism pada Instagram addiction menunjukkan bahwa Instagram addiction
turut dipengaruhi oleh faktor lain, atau dapat dikatakan bahwa terdapat faktor
yang multifaset yang turut mempengaruhi Instagram addiction. Hal ini sejalan
dengan temuan pada penelitian sebelumnya dari Kircaburun dan Griffiths (2018)
yang menunjukkan hasil bahwa terdapat varian dan nilai korelasi yang kecil pada
big five personality dan mediasi self-liking terhadap Instagram addiction yaitu
hanya sebesar 12% dengan nilai korelasi (R) yang bergerak pada rentang 0.1-0.2.
Kircaburun dan Griffiths (2018) juga meyakini bahwa Instagram addiction
dipengaruhi oleh banyak faktor lainnya dan diperlukan dilakukan studi lebih
lanjut.
Selain itu, variabel prediktor lainnya (dalam hal ini narcissism) hanya
memiliki hubungan dengan komponen tolerance pada Instagram posting
addiction (IPA) dan Instagram stories addiction (ISA). Hasil tersebut diperoleh
dari nilai R=0.205 dengan signifikansi p=0.001 (p<0.01) pada Instagram posting
addiction (IPA). Sedangkan pada Instagram stories addiction diperoleh hasil
R=0.208 dengan signifikansi p=0.000 (p<0.01). Jika melihat hasil analisis,
variabel narcissism tidak dapat menjadi variabel yang mandiri untuk memprediksi
16
Instagram addiction. Narcissism harus bersama-sama dengan variable self-esteem
jika ingin menjadi prediktor untuk Instagram addiction.
Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang konsisten dengan penelitian-
penelitian terdahulu, dimana penelitian ini membuktikan bahwa self-esteem sangat
erat kaitannya dengan perilaku kecanduan di Instagram (Andreassen et al., 2017;
Dumas, Maxwell-Smith, Davis, & Giulietti, 2017; Paramboukis, Skues, & Wise,
2016; Sheldon & Bryant, 2016; Stapleton, Luiz, & Chatwin, 2017; Yang, 2016).
Kecenderungan individu menggunakan Instagram dengan harapan dapat
memperoleh respon positif dari para pengguna lainnya, hal ini didasarkan pada
hasil temuan dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa adanya korelasi
negatif yang signifikan pada self-esteem dan Instagram addiction. Selain itu,
Zhao, Grasmuck, dan Martin, (2008) menjelaskan bahwa situs jejaring sosial
memberikan lahan subur bagi individu-individu untuk mengaktualisasikan
identitas yang mereka harapkan tetapi tidak dapat dicapai dalam situasi nyata. Hal
tersebut menunjukkan bahwa Instagram menjadi media yang tepat untuk
meningkatkan self-esteem yang tidak didapat dari kehidupan nyatanya.
Mehdizadeh (2010) juga menjelaskan bahwa individu dengan self-esteem yang
rendah akan lebih bersemangat untuk terlibat dalam aktivitas online yang dapat
meningkatkan self-esteem. Individu dengan self-esteem yang rendah akan
mencoba untuk menciptakan dunia online menjadi 'nyata' dimana presentasi diri
dapat dikendalikan (Gosling, Augustine, Vazire, Holtzman, & Gaddis, 2011).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa self-esteem memiliki hubungan
yang lebih kuat pada subskala Instagram stories addiction (ISA) daripada
17
Instagram posting addiction (IPA). Fitur Instagram stories cukup digemari karena
mampu menampilkan segala bentuk aktivitas para penggunanya secara real time
dimana saja dan kapan saja dengan intensitas yang tinggi, kemudian konten yang
diunggah akan hilang dalam waktu 24 jam. Instagram stories bukan hanya
sekedar sebuah fitur akan tetapi telah menjadi sebuah kebutuhan, dengan
mengusung konsep digital story telling Instagram stories mengajak penggunanya
untuk bercerita pengalaman tentang kehidupan pribadinya yang kemudian
dibagikan kepada orang lain dengan sangat mudah. Jika menarik jauh kebelakang,
manusia memiliki kegemaran bercerita, baik itu hanya sekedar mendengar atau
bahkan menceritakannya kembali (Amâncio & Doudaki, 2017). Fitur Instagram
stories menjadi wadah yang tepat bagi indivdu untuk bercerita dan membagi
pengalaman positif maupun negatif, yang kemudian digunakan sebagai media
untuk menarik perhatian orang lain dengan tujuan mendapatkan validasi positif
dari apa yang mereka ceritakan.
Selanjutnya, penelitian ini juga menemukan adanya hubungan antara
narcissism dan aspek toleransi, dimana korelasi terbesar didapatkan pada subskala
Instagram stories addiction (ISA). Menurut Griffiths (2005) aspek toleransi
mengacu pada proses dimana diperlukannya peningkatan jumlah aktivitas tertentu
untuk mencapai efek menyenangkan. Tolerance juga menjadi sebuah cara untuk
meningkatkan jumlah keterlibatan dalam perilaku adiktif agar menghasilkan
pengalaman yang mirip dengan awal keterlibatan perilaku. Hal tersebut sama
halnya seperti pecandu narkoba atau heroin yang meningkatkan dosisnya untuk
merubah perasaannya agar mendapat efek yang sama bahkan lebih lagi.
18
Narcissism juga merujuk pada keinginan untuk menunjukkan diri untuk
terlihat penting, memiliki reputasi, dan berharga seolah-olah inilah ideal self yang
sesuai dengan real self saat ini, meskipun pada kenyataannya tidak demikian
(Andreassen, Pallesen, & Griffiths, 2017). Jika hasil yang didapat menyenangkan,
tentu individu akan mengulangi dan meningkatkan aktivitasnya di Instagram,
sebisa mungkin mampu menarik perhatian dan diakui oleh orang banyak. Individu
yang memiliki tingkat narcissism yang tinggi kecenderungan menggunakan situs
jejaring sosial secara berlebihan, hal terseut dikarenakan mampu memenuhi
kebutuhan afiliasi dan menegaskan perasaan diri yang diidealkan (Andreassen et
al., 2017).
Selanjutnya, berdasarkan analisis pada jenis kelamin penelitian ini
menemukan hasil yang unik. Terdapat perbedaan penggunaan fitur Instagram
antara laki-laki dan perempuan sebagai upaya keluar dari perasaan tidak berharga.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, pada laki-laki rendahnya self-esteem mampu
memprediksi Instagram posting addiction, hal tersebut diperoleh dari nilai B=-
0.254 dengan signifikansi p=0.048. Sedangkan pada perempuan, rendahnya self-
esteem mampu memprediksi Instagram stories addiction, hasil tersebut diperoleh
dari nilai B=-0.175 dengan signifikansi 0.020.
Perbedaan jenis kelamin, tampaknya turut mempengaruhi motif
penggunaan Instagram. Kecenderungan laki-laki akan menggunakan Instagram
untuk memamerkan dan mempromosikan diri (Huang & Su, 2018), fitur Instgram
posting menjadi wadah bagi pengguna laki-laki untuk melakukan posting sebagus
mungkin, hal tersebut menjadi motif untuk meningkatkan harga dirinya. Huang
19
dan Su (2018) menjelaskan bahwa pada laki-laki motif penggunaan Instagram
lebih kepada melakukan posting daripada hanya sekedar melihat saja. Sedangkan
pada perempuan, kecenderungan mereka dalam menggunakan Instagram untuk
terhindar dari situasi canggung di lingkungan sosialnya, selain itu juga agar
seolah-olah mereka terlihat sibuk (Huang & Su, 2018). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa rendahnya self-esteem pada perempuan bisa memicu
Instagram stories addiction. Fitur Instagram stories merupakan fitur yang mampu
membagikan segala aktivitas dan kesibukan penggunanya secara real time dimana
saja dan kapan saja dan mengajak penggunanya untuk selalu bercerita, hal
tersebut sejalan dengan yang dijelaskan oleh Huang dan Su (2018) dimana
perempuan menggunakan Instagram agar selalu terlihat sibuk dan memiliki
banyak aktivitas. Dijelaskan pula bahwa perempuan lebih cenderung
mengembangkan perilaku kecanduan terhadap kegiatan yang melibatkan interaksi
sosial, dimana Instagram menjadi salah satu media yang digunakan (Andreassen
et al., 2017; Andreassen, Torsheim, Brunborg, & Pallesen, 2012; Kuss, Griffiths,
Karila, & Billieux, 2014).
Hasil analasis tambahan berdasarkan usia tahapan perkembangan
menunjukkan bahwa self-esteem dan narcsissim bisa memprediksi Instagram
dengan signifikan pada remaja dengan sumbangang efektif sebesar 5.9% pada
Instagram posting addiction dan sebesar 4% pada Instagram stories addiction.
Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu (Andreassen et al., 2012; Kuss et al.,
2014). Dilaporkan bahwa remaja memiliki tingkat kecanduan Instagram yang
lebih tinggi daripada orang dewasa (Kuss et al., 2014). Remaja juga dianggap
20
mudah untuk beradaptasi dengan teknologi baru (Andreassen et al., 2017). Selain
itu, Instagram juga dapat mewakili remaja untuk menggali dan mengembangkan
identitas dan budaya mereka tanpa gangguan dari orang tua (Andreassen et al.,
2017).
Adapun keterbatasan dari penelitian ini yaitu pada penelitian ini peneliti
tidak memperhatikan waktu pemakaian Instagram sehari-hari para penggunanya.
Penelitian ini juga tidak melakukan kategorisasi pada responden yang kecanduan
dan tidak kecanduan Instagram. Selain itu, peneltian ini tidak memperhatikan
fitur-fitur lainnya seperti explore/search, direct message, video call, voice notes
dan IGTV. Temuan yang kecil pada penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram
addiction juga turut dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
self-esteem dan narcissim secara bersama-sama dapat memprediksi dengan
signifikan Instagram addicton (Instagram psoting addiction dan Instagram stories
addiction). Kesimpulan lain dari penelitian ini adalah bahwa self-esteem memiliki
kekuatan prediksi secara mandiri terhadap Instagram addiction jika dibandingkan
dengan narcissism.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alhabash, S., & Ma, M. (2017). A Tale of Four Platforms: Motivations and Uses
of Facebook, Twitter, Instagram, and Snapchat Among College Students?
Social Media + Society, 3(1), 205630511769154.
https://doi.org/10.1177/2056305117691544
Amâncio, M., & Doudaki, V. (2017). “Put it in your Story”: Digital Storytelling
in Instagram and Snapchat Stories. Uppsala University.
Ames, D. R., Rose, P., & Anderson, C. P. (2006). The NPI-16 as a short measure
of narcissism. Journal of Research in Personality, 40(4), 440–450.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2005.03.002
Andreassen, C., & Pallesen, S. (2014). Social Network Site Addiction - An
Overview. Current Pharmaceutical Design, 20(25), 4053–4061.
https://doi.org/10.2174/13816128113199990616
Andreassen, C. S., Pallesen, S., & Griffiths, M. D. (2017). The relationship
between addictive use of social media, narcissism, and self-esteem: Findings
from a large national survey. Addictive Behaviors, 64, 287–293.
https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2016.03.006
Andreassen, C. S., Torsheim, T., Brunborg, G. S., & Pallesen, S. (2012).
Development of a Facebook Addiction Scale. Psychological Reports, 110(2),
501–517. https://doi.org/10.2466/02.09.18.PR0.110.2.501-517
Balakrishnan, J., & Griffiths, M. D. (2018). An Exploratory Study of “Selfitis”
and the Development of the Selfitis Behavior Scale. International Journal of
Mental Health and Addiction, 16(3), 722–736.
https://doi.org/10.1007/s11469-017-9844-x
Bosson, J. K., Lakey, C. E., Campbell, W. K., Zeigler-Hill, V., Jordan, C. H., &
Kernis, M. H. (2008). Untangling the Links between Narcissism and Self-
esteem: A Theoretical and Empirical Review. Social and Personality
Psychology Compass, 2(3), 1415–1439. https://doi.org/10.1111/j.1751-
9004.2008.00089.x
Campbell, W. K., Rudich, E. A., & Sedikides, C. (2002). Narcissism, Self-
Esteem, and the Positivity of Self-Views: Two Portraits of Self-Love.
Personality and Social Psychology Bulletin, 28(3), 358–368.
https://doi.org/10.1177/0146167202286007
Cramer, S., & Inkster, B. (2017). Status of Mind: Social media and young
people’s mental health and wellbeing. Retrieved from
https://www.rsph.org.uk/uploads/assets/uploaded/62be270a-a55f-4719-
ad668c2ec7a74c2a.pdf%0Ahttps://www.rsph.org.uk/our-work/policy/social-
media-and-young-people-s-mental-health-and-wellbeing.html
Dumas, T. M., Maxwell-Smith, M., Davis, J. P., & Giulietti, P. A. (2017). Lying
22
or longing for likes? Narcissism, peer belonging, loneliness and normative
versus deceptive like-seeking on Instagram in emerging adulthood.
Computers in Human Behavior, 71, 1–10.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2017.01.037
Ershad, Z. S., & Aghajani, T. (2017). Prediction of Instagram Social Network
Addiction Based on the Personality, Alexithymia and Attachment Styles,
8(26), 2476–5198.
Gosling, S. D., Augustine, A., Vazire, S., Holtzman, N., & Gaddis, S. (2011).
Manifestations of Personality in Online Social Networks: Self-Reported
Facebook-Related Behaviors and Observable Profile Information.
Cyberpsychology, Behavior & Social Networking, 14(9), 483–488.
Griffiths, M. (2005). A “components” model of addiction within a
biopsychosocial framework. Journal of Substance Use, 10(4), 191–197.
https://doi.org/10.1080/14659890500114359
Griffiths, M. D. (1996). Internet" addiction": an issue for clinical psychology?
Clinical Psychology Forum. https://doi.org/10.1016/S1365-1609(97)00212-8
Griffiths, M. D. (1998). Internet addiction: Does it really exist? In J. Gackenbach
(Ed.), Psychology and the Internet: Intrapersonal, interpersonal and
transpersonal applications. New York: Academic Press.
Hamm, M. P., Chisholm, A., Shulhan, J., Milne, A., Scott, S. D., Given, L. M., &
Hartling, L. (2013). Social media use among patients and caregivers: A
scoping review. BMJ Open, 3(5). https://doi.org/10.1136/bmjopen-2013-
002819
Holland, G., & Tiggemann, M. (2017). “Strong beats skinny every time”:
Disordered eating and compulsive exercise in women who post fitspiration
on Instagram. International Journal of Eating Disorders, 50(1), 76–79.
https://doi.org/10.1002/eat.22559
Hong, F. Y., Huang, D. H., Lin, H. Y., & Chiu, S. L. (2014). Analysis of the
psychological traits, Facebook usage, and Facebook addiction model of
Taiwanese university students. Telematics and Informatics, 31(4), 597–606.
https://doi.org/10.1016/j.tele.2014.01.001
Horvath, S., & Morf, C. C. (2010). To be grandiose or not to be worthless:
Different routes to self-enhancement for narcissism and self-esteem. Journal
of Research in Personality, 44(5), 585–592.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2010.07.002
Huang, Y. T., & Su, S. F. (2018). Motives for instagram use and topics of interest
among young adults. Future Internet. https://doi.org/10.3390/fi10080077
Kaplan, A. M., & Haenlein, M. (2010). Users of the world, unite! The challenges
and opportunities of Social Media. Business Horizons, 53(1), 59–68.
https://doi.org/10.1016/j.bushor.2009.09.003
23
Kemp, S. (2018). Digital in 2018 Report: Internet Users Pass The 4 Billion Mark.
Retrieved from https://wearesocial.com/blog/2018/01/global-digital-report-
2018
Kircaburun, K., & Griffiths, M. D. (2018). Instagram addiction and the Big Five
of personality: The mediating role of self-liking. Journal of Behavioral
Addictions, 1–13. https://doi.org/10.1556/2006.7.2018.15
Kuss, D., Griffiths, M., Karila, L., & Billieux, J. (2014). Internet Addiction: A
Systematic Review of Epidemiological Research for the Last Decade.
Current Pharmaceutical Design.
https://doi.org/10.2174/13816128113199990617
Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2017). Social networking sites and addiction: Ten
lessons learned. International Journal of Environmental Research and Public
Health. https://doi.org/10.3390/ijerph14030311
Martinez, C. (2017). Who Uses Social Networking Sites? Exploring Associations
among Personality and the Relationship with Facebook, Twitter, and
Instagram. scholarworks.boisestate.edu.
Mehdizadeh, S. (2010). Self-Presentation 2.0: Narcissism and Self-Esteem on
Facebook. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 13(4), 357–
364. https://doi.org/10.1089/cyber.2009.0257
Orosz, G., Tóth-Király, I., Bőthe, B., & Melher, D. (2016). Too many swipes for
today: The development of the Problematic Tinder Use Scale (PTUS).
Journal of Behavioral Addictions, 5(3), 518–523.
https://doi.org/10.1556/2006.5.2016.016
Orth, U., Robins, R. W., Meier, L. L., & Conger, R. D. (2016). Refining the
vulnerability model of low self-esteem and depression: Disentangling the
effects of genuine self-esteem and narcissism. Journal of Personality and
Social Psychology, 110(1), 133–149. https://doi.org/10.1037/pspp0000038
Paramboukis, O., Skues, J., & Wise, L. (2016). An Exploratory Study of the
Relationships between Narcissism, Self-Esteem and Instagram Use. Social
Networking, 5, 82–92. https://doi.org/10.4236/sn.2016.52009
Ramkumar, P. N., Navarro, S. M., Haeberle, H. S., Chughtai, M., Flynn, M. E., &
Mont, M. A. (2017). Social Media and Total Joint Arthroplasty: An Analysis
of Patient Utilization on Instagram. The Journal of Arthroplasty, 32(9),
2694–2700. https://doi.org/10.1016/j.arth.2017.03.067
Rosenberg, M. (1965). Rosenberg Self-Esteem Scale. New York, ?
https://doi.org//S0034-98872009000600009
Salim, F., Rahardjo, W., Tanaya, T., & Qurani, R. (2017). Are Self-Presentation
Influenced by Friendship-Contingent Self-Esteem and Fear Of Missing Out?
Makara Human Behavior Studies in Asia, 21(2), 70.
https://doi.org/10.7454/mssh.v21i2.3502
24
Sheldon, P., & Bryant, K. (2016). Instagram: Motives for its use and relationship
to narcissism and contextual age. Computers in Human Behavior, 58, 89–97.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2015.12.059
Sholeh, A., & Rusdi, A. (2019). A new measurement of instagram addiction:
Psychometric properties of the instagram addiction scale (TIAS). CISAK, 91-
97
Stapleton, P., Luiz, G., & Chatwin, H. (2017). Generation Validation: The Role of
Social Comparison in Use of Instagram Among Emerging Adults.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 20(3), 142–149.
https://doi.org/10.1089/cyber.2016.0444
Yang, C. (2016). Instagram Use, Loneliness, and Social Comparison Orientation:
Interact and Browse on Social Media, But Don’t Compare. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 19(12), 703–708.
https://doi.org/10.1089/cyber.2016.0201
Young, K. S. (1996). Psychology of Computer Use: XL. Addictive Use of the
Internet: A Case That Breaks the Stereotype. Psychological Reports, 79(3),
899–902. https://doi.org/10.2466/pr0.1996.79.3.899
Young, K. S. (1998). Internet Addiction : The Emergence of a New Clinical
Disorder. Published in CyberPsychology and Behavior, 1(3), 237–244.
https://doi.org/doi:10.1089/cpb.1998.1.237.
Zeigler-Hill, V. (2006). Discrepancies between implicit and explicit self-esteem:
Implications for narcissism and self-esteem instability. Journal of
Personality. https://doi.org/10.1111/j.1467-6494.2005.00371.x
Zhao, S., Grasmuck, S., & Martin, J. (2008). Identity construction on Facebook:
digital empowerment in anchored relationships. Computers in Human
Behavior, 24(18), 16–36.
... Aydin et al., 2021;López Rosales & Jasso Medrano, 2019;Sholeh & Rusdi, 2019), sehingga menyebabkan seseorang kehilangan orientasi dengan kehidupan nyata (LópezRosales & Jasso Medrano, 2019;Guedes et al., 2016;Ryan et al., 2014). ...
Conference Paper
Full-text available
This study aims to construct The Instagram Addiction Scale (TIAS) to measure addiction behavior on Instagram. TIAS was designed to identify addictive behavior in Instagram users. This scale consists of two subscales which are Instagram Feed Addiction and Instagram Stories Addiction. The Instagram Addiction Scale (TIAS) refers to the concept of addiction put forward by Griffiths (2005). The concept of addiction was illustrated through six core components which included 1) salience, 2) mood modification, 3) tolerance, 4) withdrawal, 5) conflict, and 6) relapse (Griffiths, 2005). This study involved 251 respondents who were active Instagram users with a personal account. This study employed some methods such as 1) exploratory factor analysis, 2) internal consistency test, and 3) relationship test using other scales. The results show that TIAS is valid and reliable in measuring addiction to Instagram.
Article
Full-text available
Instagram is currently the most popular social media app among young people around the world. More than 70% of people between the ages of 12 and 24 are Instagram users. The research framework of this study was constructed based on smartphone addiction and the uses and gratifications theory. We used 27 question items divided into five factors, namely social interaction, documentation, diversion, self-promotion, and creativity, to investigate the motives for Instagram use and topics of interest among university students in Taiwan. A total of 307 valid questionnaires were obtained. The results revealed that on the whole, the motives for Instagram use were mostly to look at posts, particularly involving social interaction and diversion motives. The level of agreement expressed toward motives for creating posts was lower. Gender, professional training background, and level of addiction to Instagram all exert influence on motives for Instagram use. Over half of the students majoring in design followed artisans and celebrities (including designers), and female students noticed ads on Instagram more than male students did.
Article
Full-text available
One social media platform that is still highly favored by most people in this day and age is Instagram. Instagram users can present themselves in a visual form (eg, pictures and video) and text. Instagram promotes visual use, coupled with editing features which enable Instagram users to present themselves distinctly on social media. Friendship-contingent self-esteem is an important factor in presenting one's behavior in the context of friendly relations. However, there are negative impacts of use of social networking sites, such as lowering self-esteem, which is mediated by the fear of losing or fear of missing out (FoMO). This study aims to analyze the influence of friendship-contingent self-esteem and fear of missing out on self-presentation of Instagram users. Participants of this study were 326 male and female Instagram users spread across several provinces in Indonesia. This study uses Structural Equation Modeling (SEM) to construct an empirical model of friendship-contingent self-esteem, fear of missing out, and self-presentation which fits the data. Results show adequate goodness of fit, however, the only variable found to influence self-presentation was only fear of missing out. Friendship-contingent self-esteem was found to affect the fear of missing out, while friendship-contingent self-esteem did not affect self-presentation.
Article
Full-text available
Background and aims Recent research has suggested that social networking site use can be addictive. Although extensive research has been carried out on potential addiction to social networking sites, such as Facebook, Twitter, YouTube, and Tinder, only one very small study has previously examined potential addiction to Instagram. Consequently, the objectives of this study were to examine the relationships between personality, self-liking, daily Internet use, and Instagram addiction, as well as exploring the mediating role of self-liking between personality and Instagram addiction using path analysis. Methods A total of 752 university students completed a self-report survey, including the Instagram Addiction Scale (IAS), the Big Five Inventory (BFI), and the Self-Liking Scale. Results Results indicated that agreeableness, conscientiousness, and self-liking were negatively associated with Instagram addiction, whereas daily Internet use was positively associated with Instagram addiction. The results also showed that self-liking partially mediated the relationship of Instagram addiction with agreeableness and fully mediated the relationship between Instagram addiction with conscientiousness. Discussion and conclusions This study contributes to the small body of literature that has examined the relationship between personality and social networking site addiction and is one of only two studies to examine the addictive use of Instagram and the underlying factors related to it.
Article
Full-text available
Abstract: In 2014, stories appeared in national and international media claiming that thecondition ofBselfitis^(the obsessive taking of selfies) was to be classed as a mental disorderby the American Psychiatric Association and that the condition could be borderline, acute, orchronic. However, the stories were a hoax but this did not stop empirical research being carriedout into the concept. The present study empirically explored the concept and collected data onthe existence of selfitis with respect to the three alleged levels (borderline, acute, and chronic)and developed the Selfitis Behavior Scale (SBS). Initially, focus group interviews with 225Indian university students were carried out to generate potential items for the SBS. The SBSwas then validated using 400 Indian university students via exploratory factor analysis (EFA).Six factors were identified in the EFA comprising environmental enhancement, social com-petition, attention seeking, mood modification, self-confidence, and social conformity. Thefindings demonstrate that the SBS appears to be a reliable and valid instrument for assessingselfitis but that confirmatory studies are needed to validate the concept more rigorously.
Article
Full-text available
Online social networking sites (SNSs) have gained increasing popularity in the last decade, with individuals engaging in SNSs to connect with others who share similar interests. The perceived need to be online may result in compulsive use of SNSs, which in extreme cases may result in symptoms and consequences traditionally associated with substance-related addictions. In order to present new insights into online social networking and addiction, in this paper, 10 lessons learned concerning online social networking sites and addiction based on the insights derived from recent empirical research will be presented. These are: (i) social networking and social media use are not the same; (ii) social networking is eclectic; (iii) social networking is a way of being; (iv) individuals can become addicted to using social networking sites; (v) Facebook addiction is only one example of SNS addiction; (vi) fear of missing out (FOMO) may be part of SNS addiction; (vii) smartphone addiction may be part of SNS addiction; (viii) nomophobia may be part of SNS addiction; (ix) there are sociodemographic differences in SNS addiction; and (x) there are methodological problems with research to date. These are discussed in turn. Recommendations for research and clinical applications are provided.
Article
Full-text available
Social networking sites (SNSs) provide emerging adults with extreme and unprecedented transparency, exposing them to a plethora of opportunities for social comparison. In light of the growing use of the popular SNS, Instagram, among emerging adults, the purpose of this study was to examine the impact of exposure to social media-based social comparison information on self-esteem. The study recruited 237 participants through social media. The sample was narrowed to young adults aged 18-29 years. The study used a correlational nonexperimental approach to investigate two mediation models proposed in the literature. First, the study investigated the mediating role of social comparison on Instagram in the relationship between intensity of Instagram use and self-esteem. Second, the study examined the mediating role of social comparison in the relationship between self-worth contingent on approval from others and self-esteem. Although the first model was found to be nonsignificant, results observed a significant indirect pathway that confirmed the second model. Thus, social comparison on Instagram mediated the relationship between contingent self-worth and self-esteem. Furthermore, moderation analyses found that self-worth contingent on approval from others moderated the relationship between intensity of Instagram use and social comparison on Instagram. Thus, although Instagram did not directly affect self-esteem, the significant moderation suggested that intensity of Instagram use is influential when the young person's self-worth is contingent on approval from others. Overall, the findings are consistent with previous research and enhance our understanding of the mechanisms that link SNS use to low self-esteem.
Article
Full-text available
The current research explores differences between Facebook, Twitter, Instagram, and Snapchat in terms of intensity of use, time spent daily on the platform, and use motivations. The study applies the uses and gratifications (U&G) approach to contrast the four platforms. A cross-sectional survey of college students (N = 396) asked participants to indicate the intensity of using Facebook, Twitter, Instagram, and Snapchat as well as nine different use motivations. Findings show that participants spent the most time daily on Instagram, followed by Snapchat, Facebook, and Twitter, respectively. They also indicated the highest use intensity for Snapchat and Instagram (nearly equally), followed by Facebook and Twitter, respectively. With regard to use motivations, Snapchat takes the lead in five of the nine motivations. Findings are discussed in relation to the U&G approach and uniqueness of different social media and social networking sites (SNSs).
Article
Background: The purpose of this study was to analyze the nature of shared content of total joint arthroplasty patients on Instagram. Specifically, we evaluated social media posts for: (1) perspective and timing; (2) tone; (3) focus (activities of daily living [ADLs], rehabilitation, return-to-work); and (4) the comparison between hip and knee arthroplasties. Methods: A search of the public Instagram domain was performed over a 6-month period. Total hip and knee arthroplasties (THA and TKA) were selected for the analysis using the following terms: "#totalhipreplacement," "#totalkneereplacement," and associated terms. 1287 individual public posts of human subjects were shared during the period. A categorical scoring system was utilized for media format (photo or video), time (preoperative, perioperative, or postoperative) period, tone (positive or negative), return-to-work, ADLs, rehabilitation, surgical site, radiograph image, satisfaction, and dissatisfaction. Results: Ninety-one percent of the posts were shared during the postoperative period. Ninety-three percent of posts had a positive tone. Thirty-four percent of posts focused on both ADLs and 33.8% on rehabilitation. TKA patients shared more about their surgical site (14.5% vs 3.3%, P < .001) and rehabilitation (58.9% vs 8.8%, P < .001) than THA patients, whereas THA patients shared more about ADLs than TKA patients (60.5% vs 7.6%, P < .001). Conclusion: When sharing their experience on Instagram, arthroplasty patients did so with a positive tone, starting a week after surgery. TKA posts focused more on rehabilitation and wound healing than THA patients, whereas THA patients shared more posts on ADLs. The analysis of social media posts provides insight into what matters to patients after total joint arthroplasty.
Article
We examined the extent to which emerging adults engage in different behaviors on Instagram, a popular social networking site, to gain attention and validation from others via “likes.” We also examined individual differences in the frequency of like-seeking behavior and motives for Instagram use as mediators of these relationships. Participants (N = 198 and 265 (replication study)) were recruited via an online crowdsourcing portal to complete a survey. Results demonstrated that, as predicted, participants engaged in an assortment of different like-seeking behaviors. Further, a two-factor solution emerged, with like-seeking behavior separated by whether they were normative (i.e., common or accepted, e.g., using filters or hashtags) or deceptive (e.g., buying likes or changing one’s appearance in photos using software). Deceptive like-seeking was predicted by stronger narcissism and a weaker sense of peer belonging, whereas normative like-seeking was predicted by stronger narcissism and a stronger sense of peer belonging. Further, consistent with hypotheses, significant mediators of the relation between narcissism and deceptive like-seeking included motives to use Instagram to increase popularity and showcase creativity. Results help to identify young people who are more susceptible to engaging in deceptive, potentially harmful acts to gain attention and validation on Instagram.