ArticlePDF Available

KAJIAN KONSEP RESILIENT DESIGN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN WADUK JATIBARANG KOTA SEMARANG

Authors:

Abstract

Environmental deterioration which is increasing the area’s vulnerability occured in the Area of Jatibarang Dam in Semarang City. The deterioration is caused by the construction of the Dam. It is worsening the sustainability, disturbing the harmony of the flora & fauna especially the macaca (long-tailed monkey) lost their food and access to the hill , the main area of theirs ; and then due to be a tourism destination area, the development of the surrounding have gradually demolished the landscape and worsening the ecosystem. Therefore, the Dam Area requires an increased capacity to face the deterioration. It needs to be well designed to achieve a state of area that is resistant to deterioration. To form a resilient area, resilient ways are required. The purpose of this research is to find an innovative concept of resilience ways to actualize the sustainability of The Area of Jatibarang Dam in Semarang City through resilience design.The research uses descriptive analysis method based on the 4 factors of : spatial arrangement, technology innovation, disaster mitigation, and disaster adaptation.The results of the research found the integration of : 1. the enhancement of the adaptive capacity of society (local wisdom of tradition & spiritual heritage), 2. the implementation of orderly spatial management through green architecture and 3. a dynamic and planned urban systems which promote the access for all to actualize a resilient and sustainable area, would be the effective resilient ways to promote the Resilience Design of the Dam Area.
Available online through http://ejournal.undip.ac.id/index.php/modul
kajian konsep resilient design untuk pengembangan kawasan waduk jatibarang kota semarang
41
KAJIAN KONSEP RESILIENT DESIGN
UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN WADUK JATIBARANG
KOTA SEMARANG
Indriastjario *
*)Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Abstract
Environmental deterioration which is increasing the area’s vulnerability occured in the Area of Jatibarang Dam in
Semarang City. The deterioration is caused by the construction of the Dam. It is worsening the sustainability, disturbing
the harmony of the flora & fauna especially the macaca (long-tailed monkey) lost their food and access to the hill , the
main area of theirs ; and then due to be a tourism destination area, the development of the surrounding have gradually
demolished the landscape and worsening the ecosystem.
Therefore, the Dam Area requires an increased capacity to face the deterioration. It needs to be well designed to
achieve a state of area that is resistant to deterioration. To form a resilient area, resilient ways are required.
The purpose of this research is to find an innovative concept of resilience ways to actualize the sustainability of The
Area of Jatibarang Dam in Semarang City through resilience design.
The research uses descriptive analysis method based on the 4 factors of : spatial arrangement, technology innovation,
disaster mitigation, and disaster adaptation.
The results of the research found the integration of : 1. the enhancement of the adaptive capacity of society (local
wisdom of tradition & spiritual heritage), 2. the implementation of orderly spatial management through green
architecture and 3. a dynamic and planned urban systems which promote the access for all to actualize a resilient and
sustainable area, would be the effective resilient ways to promote the Resilience Design of the Dam Area.
Keywords: vulnerability, innovation, disaster,integration, resilience
Pendahuluan
Pembangunan perkotaan saat ini mengarah kepada suatu
konsep kota tangguh (resilient city concept). Dalam
konsep ini, kota sebagai ruang aktivitas bagi
penduduknya diharapkan dapat menciptakan suatu
kondisi yang ramah lingkungan, yang dibangun
berdasarkan dimensi sosial, ekonomi dan
lingkungannya. Pembangunan kota wajib
memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan dan
efisiensi dalam pengalokasian sumberdaya dan
ruangnya. Dengan demikian tantangan pembangunan
yang dihadapi kota saat ini adalah bagaimana
mengembangkan ketangguhan kota dengan
mengendalikan pembangunan sebagai perimbangan
kegiatan sosial-ekonomi , ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Kota Semarang dihadapkan pada tantangan
urbanisasi yang tinggi. Pertumbuhan kota yang semakin
pesat menyebabkan peningkatan kebutuhan lahan bagi
pemenuhan aktivitas dan sarana prasarana
pendukungnya. Di sisi lain, daya dukung lahan yang
terbatas memicu adanya penurunan kualitas lingkungan.
Pembangunan pada kawasan Semarang bagian atas
seringkali kurang memperhatikan lingkungan. Kawasan
bukit dikepras sehingga menjadikan berkurangnya
daerah resapan air. Perubahan guna lahan dari ruang
terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di bagian hulu
sungai menyebabkan tingginya debit run off air. Salah
satu dampak yang ditimbulkan adalah adanya
permasalahan banjir pada pusat kota dan kawasan
Semarang bagian bawah.
Berdasarkan permasalahan tersebut, Pemerintah
Kota Semarang telah merencanakan pembangunan
Waduk Jatibarang, sebagaimana tertuang didalam
Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 14 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Semarang Tahun 2011-2031. Kawasan Waduk
Jatibarang ditetapkan sebagai kawasan strategis daya
dukung lingkungan hidup, dengan fungsi utama sebagai
pengendali limpasan air ke kawasan dibawahnya dan
pengembangan wisata. Pembangunan Kawasan Waduk
Jatibarang telah menjadi komitmen bersama dari
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dan Pemerintah Kota Semarang dalam rangka
penanganan dan pengendalian banjir, pemenuhan
kebutuhan air baku, penggerak kegiatan ekonomi
ISSN (P)0853-2877 (E) 2598-327X MODUL vol 18 no 1,issues period 2018
42
kawasan maupun wahana pendidikan lingkungan.
Kawasan Waduk Jatibarang yang terletak pada BWK
VIII Kecamatan Gunungpati dan BWK IX Kecamatan
Mijen ini memiliki fungsi kawasan konservasi dengan
pemanfaatan secara terbatas pada kawasan lindung.
Adapun Kawasan Waduk Jatibarang ini memiliki
karakteristik :
a) sebagai kawasan konservasi alam yang terdiri dari
hutan, sungai, waduk dengan flora dan faunanya,
b) keberadaan situs religi Gua Kreo dengan satwa khas
monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) sebagai
satwa penjaga gua dan tradisi prosesi sesaji
Rewandha
c) diapit dua akses jalan utama Semarang-Gunungpati
dan Semarang-Mijen yang ramai
d) pembangunan Waduk Jatibarang dan penetapannya
sebagai kawasan wisata akan menimbulkan
multiplier effect terhadap kawasan disekitarnya.
Fungsi ekonomi diperkirakan akan berkembang
dengan adanya fungsi pemanfaatan waduk sebagai
kawasan wisata.
e) di wilayah catchment area Waduk Jatibarang mulai
terjadi alih fungsi lahan dan perubahan kegiatan.
Permasalahan di atas tentu saja sebagai indikator
resiko kawasan waduk Jatibarang sebagai Bagian
Wilayah Kota dalam menghadapi kerentanannya
(vulnerability). Hal ini, dikarenakan oleh adanya
aktifitas populasi / manusia, barang dan jasa yang
semakin hari semakin meningkat dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar manusia (sebagai kapasitas
suatu kota dalam menampung kegiatan masyarakat).
Permasalahan perubahan karakteristik wilayah baik fisik
maupun non-fisik memiliki hubungan dengan
permasalahan pembangunan pada suatu bagian wilayah
kota. Keberhasilan pembangunan kota sangat
dipengaruhi oleh kemampuan kota itu untuk
mempertahankan ketangguhan kotanya (Resilient City).
Untuk itu perlu adanya kajian yang inovativ
tentang konsep dan strategi perencanaan pembangunan
yang mendorong terwujudnya ketangguhan kotanya
(Resilient City) guna menunjang pergerakan
pembangunan kota mendukung pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
Oleh karenanya dengan berbagai karakteristik itu,
upaya pengendalian pertumbuhan kawasan terbangun
pada kawasan disekitar waduk harus dilakukan guna
menjaga fungsi konservasi Waduk Jatibarang.
Konsep dan strategi sebagai Pedoman
Perencanaan Perancangan Arsitektur Bangunan &
Lingkungan Binaan sebagai landasan pembangunan
kawasan Waduk Jatibarang Kota Semarang yang
mendorong terwujudnya ketangguhan bagian wilayah
kotanya (Resilient City) guna menunjang pergerakan
pembangunan kota mendukung pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan kota yang berkelanjutan.
Fungsi Pedoman Perencanaan Perancangan
Arsitektur Bangunan & Lingkungan Binaan sebagai alat
pengendali pertumbuhan diharapkan dapat mewujudkan
peran kawasan Waduk Jatibarang dalam mewadahi
perkembangan kegiatan yang ada / eksisting dan
perkembangannya, khususnya perkembangan kegiatan
wisata serta dalam rangka memberikan perlindungan
terhadap fungsi konservasi dan daya dukung lingkungan
hidup bagian wilayah kota yang terdampak dan
khususnya kawasan sekitar waduk.
Metode Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan
penelitian tentang setting ruang terbuka publik yang
dikaitkan dengan budaya menghuni dan berkegiatan
masyarakat kampung sekitar kawasan Waduk Jatibarang
Kota Semarang dan kajian tentang regulasi-regulasi
yang berlaku untuk rekayasa kawasan wilayah waduk
tersebut. Langkah-langkah penelitian dilakukan dalam
wilayah paradigma penelitian sosial atau penelitian
kualitatif (Groat & Wang, 2002).
Dalam penelitian kualitatif dituntut kajian yang
lebih komprehensif serta menukik ke kedalamannya.
Oleh karena itu sampel penelitian tidak berjumlah
banyak berupa kasus-kasus yang dipilih dengan tujuan
tertentu dan mengarah pada didapatkannya keragaman
karakter budaya, rona wilayah alamiah dan perubahan-
perubahannya. Tujuan penelitian tidak untuk
menggeneralisir kesimpulan yang ada.
Lokus penelitian ini adalah Kawasan Waduk
Jatibarang Kota Semarang, yang terletak pada BWK
VIII Kecamatan Gunungpati dan BWK IX Kecamatan
Mijen. Secara administrasi Kawasan Waduk Jatibarang
meliputi Kelurahan Kedungpane dan Kelurahan
Jatibarang di Kecamatan Mijen, serta Kelurahan Kandri
dan Kelurahan Jatirejo di Kecamatan Gunungpati. Luas
total kawasan Waduk Jatibarang adalah 600,86 Ha yang
terdiri atas luas genangan waduk sebesar 91,17 Ha, luas
kawasan greenbelt konservasi adalah 128,80 Ha serta
luas kawasan diluar greenbelt adalah 380,71 Ha.
Data non-fisik berupa informasi tentang
kegiatan-kegiatan bersama masyarakat kampung di
Kelurahan Kedungpane dan Kelurahan Jatibarang di
Kecamatan Mijen, serta Kelurahan Kandri dan
Kelurahan Jatirejo di Kecamatan Gunungpati digali
dalam kaitannya dengan penggunaan ruang untuk
kegiatan tersebut, bagaimana kebiasaan dan kegiatan
kesehariannya dilakukan serta bagaimana atau dimana
tempat kegiatan tersebut berlangsung. Sementara pada
data fisik ruang publiknya akan dilihat susunan
ruangnya dan bagaimana kegiatan keseharian
berlangsung dalam ruang dan bagaimana kegiatan
tersebut membentuk ruang. Penggalian data dilakukan
dengan cara wawancara mendalam dengan pelaku
kegiatan serta mengeksplorasi wadah kegiatan tersebut.
ISSN (P)0853-2877 (E) 2598-327X MODUL vol 18 no 1,issues period 2018
43
Untuk itu akan diperlukan peralatan rekaman, sementara
untuk eksplorasi fisik rumah diperlukan peralatan sketsa,
alat ukur serta kamera.
Data-data yang didapatkan di lapangan langsung
dianalisis dengan mengkaitkannya dengan kondisi
setting ruang sebelum terjadi perubahan. Bahasan
kemudian dipilah-pilah sesuai dengan tema-tema yang
nantinya akan dikaitkan antar tema dan dimaknai
mengarah pada penggalian konsep dibalik keragaman
setting ruang publik yang ada.
Pembahasan & Hasil Kajian
Fokus Teori Ketangguhan Kota (Resilient City) dan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Ketangguhan Kota (Resilient City) Konsep Resiko
(Risk)
Resiko merupakan kondisi “merugikan” dari
sebuah kemunculan (exsposure) sampai tekanan (stress)
terkait dengan perubahan lingkungan dan sosial karena
kurang/tidak adanya kapasitas untuk beradaptasi.
(Adger, 2006). Dalam konsep resiko terbagi ke dalam
tiga konstelasi aspek yakni Bahaya (Hazard),
Kerentanan (Vulnarability) dan Kapasitas.
Adapun beberapa penjelasan dari masing-masing
konstelasi aspek resiko sebagai berikut:
· Kerentanan (Vulnerability) merupakan “kerugian”
yang dapat dinyatakan melalui kerusakan dan
kehilangan karena bahaya (hazard) tertentu untuk
daerah tertentu dan pada periode tertentu.
Berdasarkan perhitungan matematis , resiko adalah
produk dari bahaya dan kerentanan. (Bech, 1992)
· Bahaya (Hazard) merupakan Kejadian “luar
biasa/diuar kebiasaan” yang mampu mengganggu,
mengurangi atau menghilangkan kondisi kenyataan
yang ada, sehingga mengakibatkan kerugian
(lost/cost) pada aspek terkait. (disesuaikan dari
Hyndman, D.W. (2010). Natural Hazards and
Disasters) .
· Kapasitas merupakan performa (ukuran) yang
menyatakan kemampuan atribut tertentu dari
sebuah kondisi (ruang) dalam mendukung
tercapainya kelangsungan sistem
kehidupan.(disesuaikan dari Urban Task Force.
(1999). Towards an Urban Renaissance)
Dengan demikian, suatu kota memiliki tingkat
resiko tinggi ketika kota tersebut mengalami
permasalahan-permasalahan kota seperti: Kemacetan
lalu lintas, Kemiskinan, Bencana alam, Pencemaran
lingkungan dsb. yang menimbulkan bahaya dan kota
tersebut kurang adanya kapasitas dalam beradaptasi
untuk menyelesaikan masalah yang menimbulkan
kerentanan terhadap masyarakatnya sehingga perlu
adanya inovasi untuk menyelesaikan masalah perkotaan
tersebut.
Konsep Ketangguhan Kota (Resilient City)
Konsep ketangguhan kota merupakan konsep yang
punya korelasi dengan konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Konsep ini
bukan didorong akan tetai diadakan dengan dukungan
inovasi, mitigasi dan adaptasi. Dalam konsep
ketangguhan kota (resilient city) terbagi ke dalam tiga
konstelasi aspek yakni inovasi (inovation), mitigasi
(mitigation) dan adaptasi (adaptation)
Adapun beberapa penjelasan dari masing-masing
konstelasi aspek Ketangguhan Kota (Resilient City )
sebagai berikut:
· Mitigasi merupakan pengurangan resiko yang
disesuaikan dengan kapasitas objek yakni objek itu
sendiri sesuai kapasitasnya.
· Adaptasi merupakan penyesuaian (diri) terhadap
resiko, yang disesuaikan dengan bahaya dan
kerentanan yang ada pada objek.
· Inovasi merupakan time frame
pengimplementasian kegiatan yang dianggap
“baru” dalam penanganan resiko yang sebenarnya
diluar kebiasaan kapasitas yang ada pada objek.
Dengan demikian, kota dikatakan tangguh ketika
memiliki hubungan yang erat diantara masing-masing
aspek ketangguhan kota yakni “Semakin tangguh suatu
kota maka dalam pengentasan resiko kota tersebut
memiliki inovasi adaptasi dan mitigasi yang baik”.
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
merupakan proses pembangunan yang berprinsip untuk
memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mmengorbankan
kebutuhan generasi yang akan datang (Brutland Report,
PBB 1987).
Sustainable development is the development that
meets the needs of the present without compromising
the ability of future generations to meet their own
needs”. (Brutland Report, PBB 1987)
Pembangunan berkelanjutan berarti
pembangunan yang dapat tumbuh secara terus menerus
dan konsisten dengan memberikan kepuasan dan
kualitas hidup (well being) kepada masyarakat dengan
tidak merusak lingkungan dan mempertimbangkan
cadangan sumber daya yang ada.
Dengan demikian, perlu adanya paradigma baru
perencanaan pembangunan kota yang market driven
(ekonomi), dimensi sosial, lingkungan dan budaya
sebagai prinsip keadilan antar dan lintas generasi.
Kajian Zonasi Kawasan Waduk Jatibarang
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kawasan
Waduk Jatibarang akan dikembangkan sebagai kawasan
pariwisata. Oleh karena itu, pada kawasan perencanaan
direncanakan untuk dibentuk sub-sub pertumbuhan
(growth center) yang merupakan pusat kegiatan pada
ISSN (P)0853-2877 (E) 2598-327X MODUL vol 18 no 1,issues period 2018
44
setiap lokasi pertumbuhan yang berfungsi sebagai
magnet kawasan yang saling dihubungkan oleh
kerangka kawasan.
Growth center ini didistribusikan pada aeral sekitar
kawasan Waduk Jatibarang yang dapat
dikelompokkan ke dalam zonasi-zonasi sebagai
berikut:
· Zona I : Areal kampung Jatirejo
Dikembangkan sebagai bumi perkemahan (camping
ground) dan jogging track.
· Zona II : Areal perbukitan Siwarak
Dikembangkan sebagai area tempat peristirahatan
(homestay), tempat sarana gedung pertemuan, dan
kawasan permukiman menengah ke atas.
· Zona III : Areal kampung Talun
Kacang dan Goa Kreo
Dikembangkan sebagaidesa wisata Talun Kacang,
fasilitas aktivitas budaya, pusat kuliner tradisional,
dan jembatan gantung penghubung Desa Talun
Kacang dan Goa Kreo. Selain itu juga dilakukan
pengembangan seni, budaya dan tradisi lokal.
· Zona IV : Areal Limpahan waduk
Pengembangan unit IPA untuk pengelolaan dan
pendistribusian air bersih bagi masyarakat Kota
Semarang.
· Zona V : Areal perbukitan dan tepian
waduk di Kelurahan Kedungpane
Pengembangan taman wisata satwa, gedung
pengelola, dan kawasan parkir.
· Zona VI : Areal permukiman
perkantoran di Kelurahan Kedungpane
Pengembangan small CBD pada Kedungpane
khususnya di sepanjang koridor kawasan.
· Zona VII : Areal perkebunan
Kedungpane
Pengembangan pariwisata agro dan kebun buah
yang mengoptimalkan produk lokal.
· Zona VIII : Areal perbukitan Jatibarang
Dikembangkan sebagai pusat laboratorium flora dan
fauna yang dilengkapi dengan sangkar satwa, kantor
pengelola, dan tempat pameran.
· Zona IX : Genangan waduk Jatibarang
Pengembangan dermaga perahu wisata, gedung
pengelola, dan art center.
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil kajian penelitian ini adalah :
· Pengembangan Kawasan Waduk Serbaguna
Jatibarang seyogyanya berbasis pada pelestarian dan
pengembangan ekologi, sosial, ekonomi Kawasan
Waduk untuk meningkatkan manfaat baik bagi
masyarakat di sekitar Kawasan Waduk dan Kota
Semarang pada khususnya dan seluruh pengunjung
Kawasan Waduk pada umumnya.
· Keberadaan Waduk serbaguna Jatibarang dan Goa
Kreo merupakan potensi yang saling mendukung
guna mewujudkan kawasan wisata alam dengan
tetap mengakomodasikan kegiatan-kegiatan terutama
prosesi ritual tradisonal yang telah ada dan yang
akan dikembangkan.
· Pengembangan Kawasan Waduk Serbaguna
Jatibarang yang mensinergikan dan
mengintegrasikan konstruksi bangunan baru Waduk
dengan pelestarian lingkungan alam dan masyarakat
dengan kegiatan / kehidupan tradisionalnya
mendorong ketangguhan Kawasan Waduk
Serbaguna Jatibarang sebagai bagian wilayah Kota
Semarang.
Daftar Pustaka
Anita. Juarni Ed All, 2012, Kajian Terhadap ruang
Publik Sebagai Sarana Interaksi Warga di
Kampung Muararajeun Lama Bandung, Reka
Karsa Jurnal online Institut Teknologi nasional
Vol.1 No.1 Juli 2012.
Budihardjo, Eko.2006. Sejumlah Masalah Permukiman
Kota, Bandung : P.T. Alumni.
Catanese, Antoni dan Synder. 1979, An Introduction of
Urban Desain, Harper and Row, New York
Koentjaraningrat, 1967, Villages in Indonesia, Ithaca:
Cornell University Press
Muhajir, Noeng. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Surasin
Nugroho, Agung Cahyo, 2009, Kampung kota sebagai
sebuah titik tolak dalam membentuk urbanitas
dan Ruang Kota Berkelanjutan, Jurnal Rekayasa
Vol. 13 No. 3, Desember 2009
Purnamasari, Wulan Dwi, 2003, Model Konseptual
Adaptasi Ruang Kampung Kota Akibat
Keberadaan Sektor Perdagangan Formal
(Kampung Sekayu Kota Semarang), Majalah
Tata Loka Volume 15 No. 2 Mei 2013, BP
Planologi UNDIP Semarang.
Putera, Yoedhistira Andri, 2014, Ambiguitas Ruang
Kampung Pluis Dalam Perspektif Privat Publik,
E-Journal Graduate Unpar Vol.1 No.2 2014.
Rappoport, Amos,1969, House, Form and Culture, New
York: Prentice Hall, Inc.
Renald, Andi, 2016, Toward Resilient and Sustainable
City Adaptation Model for Flood Disaster Prone
City: Case Study of Jakarta Capital
Region,Procedia Social and Behavioral
Sciences Vol 227, 14 July 2016, Pages 334-340
Sanapiah Faisal. (1990), Penelitian Kwalitatif, Dasar-
dasar dan Aplikasi, Yayasan Asih,Asah dan
Asuh, Malang
Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process. Van
Nostrand Reinhold Company. New York.
ISSN (P)0853-2877 (E) 2598-327X MODUL vol 18 no 1,issues period 2018
45
Spreiregen, Paul D, Urban Desain : The Architecture of
Town and Cities, Mc. Graw hill Book Company,
New York, 1965
Zahnd, Markus, 1999, Perancangan kota Secara Terpadu
: Teori Perancangan Kota dan Penerapannya,
Kanisius, Yogyakarta.
... In line with population growth, a city will grow in its development. The development of a city must consider the environment's capacity and efficiency in allocating resources and space (Indriastjario, 2018). In this regard, it is necessary to know the spatial distribution of the population in a city. ...
Article
Full-text available
Recently, the data on population distribution only illustrates a number of density of a city or a district. Thus, it can not show the exact area of the crowded population. The population density in a city can cause a mismatch between the available space and the carrying capacity of its environment. The discrepancy can make it challenging to allocate resources or assistance in a disaster. In this regard, it is necessary to conduct research on the population's spatial distribution and the potential for movement between spatial segments. It is important to locate the cramped space where the space has high density but low accessibility in the city. This study aimed to determine the distribution of the population in the grid of 0.5 km and its assessment on accessibility in Pontianak City. The methodology used in this research is the population mapping method and space syntax. This research performs a quadrant mapping and correlation analysis to assess city accessibility. The result of the population distribution of Pontianak City shows the density concentrated in the city's center and dispersed from the river to inland. The quadrant maps show that Pontianak City has good accessibility. The quadrant map can be used as a recommendation for city development. With the quadrant division, the government can first concentrate its resources on repairing or developing the grid unit with low accessibility. With a coefficient correlation of 40.5 % and 50.9 %, this research found a positive and moderate correlation between density distribution and accessibility.
Article
Full-text available
Jatibarang Reservoir is a reservoir built on the Kreo River ± 10 km upstream of the confluence with the Kali Garang river, Changes in water quality conditions due to tourism activities in the Jatibarang reservoir will cause changes in the ecosystem and composition of the plankton community. This study aims to examine the structure of the plankton community at different depths in the Jatibarang reservoir and examine the physical and chemical parameters at different depths in the Jatibarang reservoir. Sampling was carried out at 4 points with a depth of 0m, 1m, 2m, and 3m. Based on the results of the study, we found 34 species of plankton belonging to 6 divisions, namely 12 species of Bacillariophyta, 15 species of Chlorophyta, 1 species of Phyrrophyta, 2 species of Euglenophyta, 1 species of Cyanophyta, and 1 species of Copepoda. The abundance of plankton in all stations and the depth level ranged from 22.081-123.9928 Ind/L, with the highest abundance at 1m depth, namely 246.297-993.681 Ind/L. Based on the diversity index (H'), uniformity index (E), and dominance index (D), the community structure in all stations and the depth level of the Jatibarang reservoir is stable with moderate species diversity, uniformity index is evenly distributed and there is plankton that dominates, namely at a depth of 2m at station 1, the species Ankistrodesmus so. Chlorophyta and Bacillariophyta with species Achnanthes sp, Cymbella sp, and Ankistrodesmus sp are mostly found in the waters of the Jatibarang reservoir. The waters of the Jatibarang reservoir have temperatures ranging from 25-27℃, pH 6-7.5, and brightness 50.5-79.5 cm. Dissolved oxygen 6.9 – 8.25 mg/L. The value of nitrate is 0.163-2.698 mg/L and phosphate is 0.163-2.698 mg/L. The water quality in the Jatibarang reservoir is still within the range to support the life of aquatic organisms.
Perancangan kota Secara Terpadu : Teori Perancangan Kota dan Penerapannya
  • Markus Zahnd
Zahnd, Markus, 1999, Perancangan kota Secara Terpadu : Teori Perancangan Kota dan Penerapannya, Kanisius, Yogyakarta.