PosterPDF Available

PENINGKATAN KADAR MAKRONUTRIEN, ZINK DAN MUTU ORGANOLEPTIK PADA SUSU NABATI BIJI LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch.) MELALUI PROSES PERENDAMAN

Authors:

Abstract

Biji labu kuning (Cucurbita moschata Durch.) merupakan salah satu sumber zink. Pengolahan biji labu kuning menjadi susu nabati dapat menjadi alternatif susu bagi anak dengan Kekurangan Energi Protein. Proses perendaman biji labu kuning dalam pembuatan susu nabati kemungkinan dapat meningkatkan makronutrien dan zink.
PENINGKATAN KADAR MAKRONUTRIEN, ZINK DAN MUTU ORGANOLEPTIK PADA
SUSU NABATI BIJI LABU KUNING (Cucurbita moschata Durch.) MELALUI PROSES
PERENDAMAN
Fildzah Karunia P*, Soemardini**, Yosfi Rahmi*
* Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
** Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
Telp. 62-341-567886; fax. 62-341-551430; Telex. 31873 Unibwaw IA
Email: fildzahkputri@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang : Biji labu kuning (Cucurbita moschata Durch.) merupakan salah satu
sumber zink. Pengolahan biji labu kuning menjadi susu nabati dapat menjadi alternatif susu bagi
anak dengan Kekurangan Energi Protein. Proses perendaman biji labu kuning dalam pembuatan
susu nabati kemungkinan dapat meningkatkan makronutrien dan zink. Tujuan : Mengetahui
peningkatan kadar makronutrien, zink dan mutu organoleptik pada susu nabati dari biji labu kuning
melalui proses perendaman. Metode : Penelitian eksperimen murni dengan 20 sampel biji labu
kuning yang direndam dengan lama waktu 4, 8, 12 dan 24 jam. Sampel yang direndam diolah
menjadi susu nabati. Kadar makronutrien dan zink dianalisis menggunakan One Way ANOVA
sedangkan uji organoleptik menggunakan Uji Hedonik. Hasil : Pada 100 ml susu nabati biji labu
kuning, kadar karbohidrat 5,33 g; protein 1,13 g; lemak 3,51 g dan zink 1,38 mg . Tidak ada
perbedaan signifikan pada mutu organoleptik yang meliputi warna, rasa dan tekstur. Kesimpulan :
Proses perendaman tidak membuat perbedaan pada peningkatan kadar karbohidrat, protein, zink
maupun organoleptik susu nabati biji labu kuning. Namun, kadar zink pada susu nabati biji labu
kuning 3,5 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi. Susu nabati biji labu kuning dapat
menjadi alternatif konsumsi susu bagi anak dengan KEP. Penelitian lanjut mengenai
kandungan asam fitat pada susu biji labu kuning untuk mengetahui bioavaibilitas susu nabati.
Pemantauan suhu saat proses pengolahan susu nabati biji labu kuning untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap zat gizi susu biji labu kuning.
Kata kunci: makronutrien, zink, mutu organoleptik, susu nabati, biji labu kuning
ABSTRACT
Background : Pumpkin seeds (Cucurbita moschata Durch.) known as source of zinc.
Processing of pumpkin seed into plant-milk could be an alternative milk for Protein Energy
Malnutrition children. Soaking process in processing plant-milk may enhance macronutrient and
zinc level. Objective : Analyze the enhancement level of macronutrient, zinc and organoleptic
quality from pumpkin seeds milk which has been through soaking process. Method : This study
used true experimental research with 20 samples of pumpkin seeds which had been soaked for 4,
8, 12 and 24 hours. The soaked samples processed into plant-milk. The level of macronutrient and
zinc statistically analyze with One-Way ANOVA. Meanwhile, the organoleptic test used Hedonic
test. Result : In 100 ml of pumpkin seeds milk contain 5.33g of carbohydrate; 1.13g of protein;
3.51g of fat and 1.38mg of zinc. There was no significantly difference on pumpkin seeds milk
organoleptic quality which include colour, flavour and texture. Conclusions : Soaking process
didn’t differentiate the enhancement level of carbohydrate, protein and zinc as well as organoleptic
quality from pumpkin seeds milk. However, the zinc level of pumpkin seed milk is 3.5 times higher
than cow’s milk. Pumpkin seeds milk could be an alternative milk for PEM children. Further
research on the phytic acid content of pumpkin seed milk to determine the bioavailability of plant-
milk. Monitoring the temperature during the pumpkin seed milk processing plant to determine their
effects on nutrients of pumpkin seeds milk.
Keywords: macronutrient, zinc, organoleptic quality, plant-milk, pumpkin’s seeds
PENDAHULUAN
KEP merupakan masalah gizi utama di
Indonesia. Pada anak KEP sering terjadi defisiensi zink
yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun, gagal
pertumbuhan, luka pada kulit, diare, penyembuhan luka
yang lama dan kurangnya respon imun serta
menghambat tahap pemulihan pada anak KEP1.
Biji labu kuning dikenal sebagai sumber zink,
asam lemak tak jenuh rangkap dan fitosterol serta
mengandung zink sebesar 7,2 mg/100 2,3. Hasil rata-
rata produksi labu kuning di Indonesia sekitar 114.000
ton pada tahun 2004 4. Namun, pemanfaatan biji labu
kuning selama ini masih kurang oleh penduduk
Indonesia5.
Pada bahan biji-bijian terdapat kandungan asam
fitat yang merupakan zat anti gizi terhadap zink.
Peningkatan bioavaibilitas zink dapat dilakukan dengan
cara perendaman pada biji-bijian6. Proses perendaman
juga dapat meningkatkan kadar karbohidrat pada biji
kacang hijau7. Selain meningkatkan kadar karbohidrat,
proses perendaman dapat meningkatkan kadar protein
dan lemak pada biji tanaman serealia dan mangga liar
di Nigeria8.
Biji labu kuning dapat dibuat menjadi susu
nabati, namun perlu diketahui pengaruh proses
perendaman terhadap peningkatan kadar makronutrien
dan zink serta mutu organoleptik pada susu nabati biji
labu kuning (Cucurbita moscahata Durch).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode true
experimental dengan rancangan penelitian
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sampel penelitian
sebanyak 20 sampel dari masing-masing lama
perendaman biji labu kuning dengan banyak
replikasi 5 kali. Metode yang digunakan lama
perendaman biji yaitu :
D1= lama perendaman selama 4 jam
D2= lama perendaman selama 8 jam
D3= lama perendaman selama 12 jam
D4= lama perendaman selama 24 jam
Variabel dependen adalah kadar karbohidrat,
lemak, protein, zink dan mutu organoleptik susu biji
labu kuning sedangkan variabel independen adalah
lama waktu perendaman biji labu kuning. Analisis
statistik menggunakan uji ANOVA untuk kadar
makronutrien dan zink serta uji Kruskall-Wallis untuk
mutu organoleptik pada tingkat kepercayaan 95%
dengan instrumen SPSS 16 for Windows.
Alur kerja penelitian dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 1. Alur Penelitian
HASIL PENELITIAN
Kadar Makronutrien (Karbohidrat, Protein Dan
Lemak) dan Zink Pada Susu Nabati Biji Labu Kuning
Kadar makronutrien pada susu biji labu kuning
yang bijinya direndam selama 4, 8, 12 dan 24 jam
disajikan pada Tabel 1. Kadar karbohidrat dari
sampel bervariasi dari 5,21 hingga 5,45%, D3
mempunyai kadar karbohidrat tertinggi (5,45%)
sedangkan D1 mempunyai kadar karbohidrat
terendah (5,21%). Kadar protein dari sampel
bervariasi dari 1,11 hingga 1,14% dan sampel D2
mempunyai kadar protein tertinggi (1,14%).
Terdapat perbedaan kadar karbohidrat dan protein
pada tiap sampel, namun perbedaan tersebut tidak
signifikan (p>0,05). Kadar lemak pada sampel juga
bervariasi dari 1,09 hingga 5,33%, sampel D1
mempunyai kadar lemak yang paling tinggi (5,33%)
Terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) pada
kadar lemak tiap sampel. Untuk kadar zink tiap
sampel bervariasi dari 1,19 hingga 1,53 mg. Pada
kadar zink tiap sampel terdapat perbedaan, namun
tidak signifikan (p>0,05).
Mutu Organoleptik Susu Nabati Biji Labu Kuning
Mutu organoleptik susu nabati biji labu kuning
diujikan pada panelis menggunakan metode uji hedonik
dengan 4 skala penilaian. Hasil uji organoleptik dengan
metode uji hedonik disajikan pada Gambar 2. Pada
mutu organoleptik rasa susu nabati biji labu kuning nilai
modus kesukaan panelis adalah poin 1 dan 2. Untuk
mutu organoleptik warna, nilai modus kesukaan panelis
adalah poin 1. Nilai modus kesukaan panelis adalah
poin 1 dan 3 untuk mutu organoleptik tekstur pada susu
nabati biji labu kuning.
Dari ketiga indikator (rasa, warna dan tekstur)
mutu organoleptik pada susu nabati biji labu kuning
yang dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal-
Wallis. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lama
perendaman tidak berpengaruh secara nyata
(asymp. Sig >0,05) terhadap ketiga indikator mutu
organoleptik susu nabati biji labu kuning.
Tabel 1. Mutu Gizi Susu Nabati Biji Labu Kuning
(per 100 ml)
Mutu Gizi
Perlakuan
D1
D2
D3
D4
Karbohidrat
(%)
5,21
5,37
5,45
5,29
Protein (%)
1,13
1,14
1,13
1,11
Lemak (%)
5,03
2,11
4,89
1,99
Zink (mg)
1,53
1,33
1,46
1,19
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Kimia FMIPA UB
Gambar 2. Nilai Modus Kesukaan Panelis
Terhadap Rasa, Warna dan Tekstur
Susu Nabati Biji Labu Kuning
(b)
Keterangan :
Taraf perlakuan D1,D2,D3,D4 = lama perendaman biji
D1 (4 jam ),D2 (8 jam), D3 (12 jam), D4 (24 jam).
Kategori penilaian :
1 = suka, 2 = agak suka, 3 = agak tidak suka, 4= tidak suka
Grafik :
a = warna, b = rasa, c = tekstur
Tabel 2. Perbandingan Kadar Makronutrien
(Karbohidrat, Protein dan Lemak) dan Zink
Susu Kedelai dan Susu Biji Labu Kuning
Mutu Gizi
Jenis Susu
Susu
Sapi
Segar
Susu
Kedelai
Susu Biji
Labu
Kuning
Karbohidrat (g)
4,30
5,00
5,33
Protein (g)
3,20
3,50
1,13
Lemak (g)
3,50
2,50
3,51
Zink (mg)
0,4
0,55
1,38
PEMBAHASAN
Kadar Makronutrien (Karbohidrat, Protein Dan
Lemak) dan Zink Pada Susu Nabati Biji Labu Kuning
Kadar karbohidrat pada biji labu kuning mentah
sebesar 10,71 gram per 100 gram 9 sedangkan
pada susu biji labu kuning sebesar 5,33 gram per
100 ml. Penurunan kadar karbohidrat juga terjadi
pada penelitian Alajaji (2006) yang melakukan
perendaman dan perebusan pada biji chickpea
terjadi penurunan kadar karbohidrat karena
terjadinya difusi pada medium perendaman dan
perebusan10.
Terjadi penurunan kadar protein biji labu kuning
dari 30,23 gram per 100 gram9 menjadi 1,13
gram per 100 ml. Penurunan kadar protein juga
terjadi pada penelitian Mubarak (2004) pada
kacang hijau yang mendapat perlakuan dan
perebusan7. Berdasarkan penelitian Okorie
(2013), penurunan kadar protein dikarenakan
banyaknya nitrogen yang larut pada medium8
Berdasarkan hasil uji statistik One Way
ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% (p<0,05)
menunjukkan bahwa lama perendaman biji labu
kuning tidak memberikan pengaruh yang signifikan
(p>0,05) terhadap parameter kadar karbohidrat dan
protein pada susu nabati biji labu kuning. Hal ini
terjadi dikarenakan masuknya air ke dalam biji-bijian
hingga mencapai titik jenuh pada proses
perendaman dengan suhu lingkungan membutuhkan
waktu lebih dari satu hari11
Menurut USDA (2007), kadar lemak pada
biiji labu kuning mentah sebesar 49,05 gram per 100
gram9 sedangkan pada susu biji labu kuning sebesar
3,51 gram per 100 ml. Proses perebusan dapat
menurunkan viskositas lemak yang terdapat pada
biji sehingga memudahkan terjadinya pemecahan
sel lemak dan menghasilkan minyak12. Minyak yang
keluar akan larut pada medium selama proses
perebusan sehingga jika medium perebusan tidak
digunakan untuk proses selanjutnya maka akan
terjadi penurunan kadar lemak10.
Lama perendaman memberikan perbedaan
yang signifikan pada kadar lemak menurut uji
statistik One Way ANOVA, Kadar lemak tertinggi
ditunjukkan oleh perlakuan D1 (lama perendaman 4
jam) yaitu 5,03 + 1,81 per 100 ml. Kadar lemak
terendah ditunjukkan pada sampel D4 (lama
perendaman 24 jam) yaitu 1,99 + 0,77 per 100 ml.
Pada penelitian Okorie (2013) proses perendaman
(c)
dapat menurunkan kadar lemak dikarenakan
larutnya beberapa material pada medium
perendaman8. Suhu pada proses penggilingan lebih
mempengaruhi terjadinya penurunan kadar lemak,
semakin tinggi suhu penggilingan semakin rendah
penurunan kadar lemak13. Pada penelitian ini, suhu
saat proses penggilingan kurang diperhatikan dan
terjadi sedikit jeda antar perlakuan saat proses
penggilingan.
Biji labu kuning mentah mempunyai kadar
zink sebesar 7,81 mg per 100 gram9 sedangkan
pada susu biji labu kuning kadar zink sebesar 1,38
mg per 100 ml. Jadi, mineral loss pada susu biji labu
kuning karena proses perebusan sebesar 82,3%.
Hal ini dikarenakan sifat zink yang larut air, sehingga
selama proses pemasakan zink larut kedalam air
rebusan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Afify
(2012), terhadap sorghum yang direndam lalu
direbus mengalami penurunan kadar zink karena
larutnya zink pada medium saat proses perebusan14.
Lama perendaman biji labu kuning tidak
memberikan pengaruh yang signifikan (p>0,05)
terhadap parameter kadar zink. Hal ini dikarenakan
untuk mencapai titik jenuh pada proses perendaman
dengan suhu lingkungan membutuhkan waktu lebih
dari satu hari11.
Pada Tabel 2 dapat dilihat kekurangan dan
kelebihan susu biji labu kuning. Susu biji labu kuning
mempunyai kadar karbohidrat dan lemak yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan susu sapi segar dan
susu kedelai. Susu biji labu kuning mempunyai
kadar protein terendah jika dibandingkan dengan
susu sapi segar dan susu kedelai15
Mutu Organoleptik Susu Nabati Biji Labu Kuning
Penilaian mutu organoleptik pada tingkat
kesukaan warna menyebutkan perlakuan D1, D2,
D3 dan D4 memiliki modus kesukaan pada tingkat
menyukai. Warna biji yang cenderung kuning gelap
diperkirakan juga mengandung klorofil. Klorofil
berasosiasi pada karotenoid dan akan rusak pada
proses perebusan sehingga pada saat dihaluskan
klorofil akan keluar dan larut pada air16.
Pada tingkat kesukaan rasa yang mempunyai
nilai modus menyebutkan 36% panelis menyukai
perlakuan D1 dan D2, 36% agak menyukai
perlakuan D3, 32% panelis menyukai dan agak tidak
menyukai perlakuan D4. Rasa susu biji labu kuning
masih mempunyai rasa dari labu kuning itu sendiri.
Proses perendaman telah menurunkan rasa pahit
yang berasal dari asam fitat yang berada pada biji
labu kuning. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang dilakukan Quasem (2009) pada susu dari biji
wijen, proses pengolahan awal seperti perendaman
dan perebusan mengurangi rasa pahit pada produk
susu nabati sehingga rasa dari susu dapat diterima
oleh panelis17.
Tingkat kesukaan tekstur menyebutkan perlakuan
D1, D2, D3 dan D4 memiliki modus kesukaan pada
tingkat menyukai. Tekstur pada susu biji labu kuning
dipengaruhi oleh proses perendaman sesuai dengan
penelitian Sinta (2010) pada kedelai, perendaman
dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular biji
sehingga mudah digiling dan memberikan dispersi
dan suspensi bahan padat biji lebih baik pada waktu
ekstraksi18
Implikasi Terhadap Bidang Gizi
Bila 1 kali konsumsi susu nabati biji labu
kuning sesuai dengan URT susu yaitu 1 gelas sama
dengan 200 ml, maka susu nabati biji labu kuning
dapat memenuhi kebutuhan zink sebesar 56% pada
anak usia 4-6 tahun dan 25,44% pada anak usia 7-9
tahun. Dilihat dari Tabel 3, kandungan protein dan
lemak susu nabati biji labu kuning sudah memenuhi
persyaratan susu nabati yang terdapat pada SNI
Susu Kedelai. Pada SNI Susu Kedelai dicantumkan
bahwa minimal kandungan protein sebesar 1,0 dan
lemak sebesar 0,3019.
Tabel 3. Perbandingan Kandungan Susu Nabati
Biji Labu Kuning dengan AKG Anak Usia 4-9
tahun
Kandungan
Jumlah
AKG Anak
Usia 4-6
tahun
AKG
Anak
Usia 7-9
tahun
Karbohidrat
(g)
5,33
2,42 %
2,09 %
Protein (g)
1,13
3,22 %
2,30 %
Lemak (g)
3,51
5,66 %
4,67 %
Zink (mg)
1,40
26 %
12,72 %
KESIMPULAN DAN SARAN
Proses perendaman tidak memberikan
perbedaan yang signifikan pada kadar karbohidrat,
protein dan zink. Perbedaan yang signifikan terjadi
pada kadar lemak dikarenakan perbedaan suhu
pada saat proses penggilingan. Proses perendaman
tidak dapat meningkatkan kadar zink susu nabati biji
labu kuning. Tidak ada perbedaan yang signifikan
pada kesukaan panelis terhadap rasa, warna dan
tekstur pada produk susu nabati biji labu kuning.
Penelitian lanjut mengenai kandungan asam fitat untuk
mengetahui bioavaibilitas susu nabati. Pemantauan
suhu saat proses pengolahan susu nabati biji labu
kuning untuk mengetahui pengaruhnya terhadap zat gizi
susu biji labu kuning. Pembuatan sampel dilakukan
secara bersamaan tanpa ada jeda waktu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Khubchandani, A., et al. 2013. Serum Copper &
Zinc Levels in Preschool Children With Protein
Energy Malnutrition. International Journal
Research Medical. 2(1);7-10
2. Mi Young Kim. 2012. Comparison of the Chemical
Compositions and Nutritive Values of Various
Pumpkin (Cucurbitaceae) Species and Parts.
Nutrition Research and Practice ;6(1):21-27
3. Food Standards Australia New Zealand. 2010.
NUTTAB 2010 Online Searchable Database
(www.foodstandards.gov.au/consumerinformation/
nuttab2010/nuttab2010onlinesearchabledatabase/
onlineversion.cfm, diakses 25 November 2012)
4. Usmiati, S., et al. 2005. Karakteristik Proksimat
dan Profil Warna Tepung Labu Kuning. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian
5. Igfar, A. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung
Labu Kuning (Cucurbita moschata) dan Tepung
Terigu Terhadap Pembuatan Biskuit. Universitas
Hasanuddin Makassar
6. Gupta, R.K., et al. 2013. Reduction of Phytic Acid
and Enhancement of Bioavailable Micronutrients in
Food Grains. Journal Food Science Technology
7. Mubarak, A.E., 2004. Nutritional Composition
and Antinutritional Factors of Mung Bean Seeds
(Phaseolus aureus) as Affected by Some Home
Traditional Processes. Food Chemistry; 489-495
8. Okorie, S.U., 2013. Soaking and Boiling Effects
on the Proximate Composition and Functional
Properties of Ukpo (Mucuna flagellipes), Egusi
(Colocynthis citrullus) and Ogbono (Irvingia
Gabonesis). SAVAP International Vol.4 No.4; 51-
57
9. United States Department of Agriculture. 2007.
Nutrient Data For 12016, Seeds, Pumpkin And
Squash Seed Kernels, Roasted, Without Salt.
USDA National Food and Nutrient Analysis
Program Wave 12a
10. Alajaji, Saleh A., El-Adawy, Tarek A., 2006.
Nutritional Composition of Chickpea (Cicer
arietinum L.) as Affected by Microwave Cooking
and Other Traditional Cooking Methods. Journal
of Food Composition and Analysis pp 1-7
11. Agustina, Nanik, et al. 2013. Pengaruh
Perendaman Terhadap Koefisien Difusi dan Sifat
Fisik Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.).
Jurnal Teknik Pertanian Lampung-Vol.2, No.
1:35-42
12. Tunde-Akitunde, T.Y., Souley, A. 2009. Effect of
Processing Methods on Quality of Soymilk.
Pakistan Journal of Nutrition 8 (8); 1156-1158
13. Wilkens, W.F., Hackler, L.R. 1969. Effect of
Processing Conditions on the Composition of
Soy Milk. Cornell University:New York
14. M.R. Afify, A. E. 2012. Effect of Soaking,
Cooking, Germination and Fermentation
Processing on Proximate Analysis and Mineral
Content of Three White Sorghum Varieties
(Sorghum bicolor L. Moench). Not Bot Hord
Agrobo, 40(2);92-98
15. Morelli, L.L., Godoy, A.T., Lima-Pallone, J.A.
2010. Iron and Zinc in Fortified Soybean-Based
Fruit Juice and Soymilk. Public Health Frontier
Vol.1 Issue 2; 53-56
16. Juwana, A. 2011. Optimalisasi Suhu Pemanasan
(Pemasakan dan Pasteurisasi Susu Kacang
Hijau (Vigna radiate (L) R. Wilczek) Berdasarkan
Karakteristik Fisik, Kimia, Mikrobiologi dan
Sensori. Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang
17. Quasem, J.M., et al. 2009. Development of
Vegetable Based Milk from Decorticated Sesame
(Sesanum indicum). American Journal of Applied
Science 6 (5); 888-896
18. Sinta, D.A. 2010. Pengaruh Lama Perendaman
Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal Terhadap
Mutu Tahu. Universitas Diponegoro: Semarang
19. Badan Standarisasi Nasional (BSN). SNI 01-
3830-1995 tentang Susu Kedelai
... The addition of pumpkin seeds imparts a slight bitter aftertaste. However, the processing process, particularly the prolonged washing of pumpkin seeds, can reduce the bitter taste caused by phytic acid in pumpkin seeds [31]. As a result, increasing the percentage of pumpkin seeds can improve taste acceptance. ...
Article
Full-text available
The changes in chemical composition, amylose and minerals content after soaking, cooking, germination and fermentation of three white sorghum varieties, named ‘Dorado’, ‘Shandaweel-6’, and ‘Giza-15’ were investigated. The chemical composition concluded including crude protein, oils, crude fiber and ash. Crude protein content ranged from 10.62 to 12.46% in raw sorghum. ‘Shandaweel-6’ was the highest variety in crude protein content (12.46%). ‘Dorado’ was the highest variety in oils and ash (3.91 and 1.45%). ‘Shandaweel-6’ was the highest variety in crude fiber (1.85%). Amylose content ranged from 18.30 to 20.18% in raw sorghum. Amylose was higher in ‘Giza-15’ than other varieties. Minerals content i.e., Zn, Fe, Ca, K, Na, Mg, Mn and Cu were investigated. Results indicated that raw ‘Dorado’ was the highest variety in K, Mg, Ca, Fe and Mn (264.53, 137.14, 33.09, 7.65 and 1.98 mg/100g). While, ‘Shandaweel-6’ was the highest variety in Zn and Cu (5.02 and 0.84 mg/100 g). Finally ‘Giza-15’ was the highest variety in P and Na (381.37 and 119.29 mg/100 g). After treatments chemical composition, amylose and minerals were decreased. Processing techniques reduce the levels of antinutritional organic factors, which including phytates, phenols, tannins and enzyme inhibitors by releasing exogenous and endogenous enzymes such as phytase enzyme formed during processing.
Article
Soybean based fruit juices and soymilk has been constantly increasing their market share among non-alcoholic beverages in the Brazilian market. Besides, companies adding some essential minerals like iron and zinc to these products, aiming to produce healthier beverages, are more appealing to their consumers. Although according to the Brazilian regulation, the mineral content must be informed at the labels, some companies do not show such values or show information of just some of them. Therefore, the purpose of this work was to evaluate the iron and zinc content in samples of soymilk and soybean based fruit juices commercialized in Brazil, also establishing the Fe: Zn molar ratio for these types of products. In soybean based fruit juices the iron levels ranged from 0.08 to 1.38 mg 100mL -1 (average of 0.96 mg 100mL -1 ± 0.29), and the zinc ones from 0.04 to 0.68 mg 100mL -1 (average of 0.43 mg 100mL -1 ± 0.12. In soymilk the same minerals content ranged from 0.38 to 1.738 mg 100mL -1 (average of 1.08 mg 100mL -1 ± 0.71), 0.25 to 0.38 mg 100mL -1 (average of 0.29 mg 100mL -1 ± 0.04), respectively. These results indicated that samples of soymilk contained, in average, more iron, when compared to soybean based fruit juices. For zinc levels, it was observed an inverse. The iron: zinc (Fe: Zn) molar ratio was in average 2.6:1.0 and 4.4:1 for soybean based fruit juices and soymilk, respectively. For all samples the Fe: Zn molar ratio indicated that iron and zinc absorption could be successful.
Article
The effects of microwave cooking and other traditional cooking methods such as boiling and autoclaving on the nutritional composition and anti-nutritional factors of chickpeas (Cicer arietinum L.) were studied. Cooking treatments caused significant (P<0.05) decreases in fat, total ash, carbohydrate fractions (reducing sugars, sucrose, raffinose and stachyose, while verbascose was completely eliminated after cooking treatments), antinutritional factors (trypsin inhibitor, haemagglutinin activity, tannins, saponins and phytic acid), minerals and B-vitamins. Cooking treatments decreased the concentrations of lysine, tryptophan, total aromatic and sulfur-containing amino acids. However, cooked chickpeas were still higher in lysine, isoleucine and total aromatic amino acid contents than the FAO/WHO reference. The losses in B-vitamins and minerals in chickpeas cooked by microwaving were smaller than those cooked by boiling and autoclaving. In-vitro protein digestibility, protein efficiency ratio and essential amino acid index were improved by all cooking treatments. The chemical score and limiting amino acid of chickpeas subjected to the various cooking treatments varied considerably, depending on the type of treatment. Based on these results, microwave cooking is recommended for chickpea preparation, not only for improving nutritional quality (by reducing the level of antinutritional and flatulence factors as well as increasing in-vitro protein digestibility and retention rates of both B-vitamins and minerals), but also for reducing cooking time.
Article
Soymilk is one of the easiest ways to add soyprotein, a high quality protein, to the human diet because it doesn’t alter the taste of food. It is a highly nutritious drink and must be prepared in such an easy way that the quality is maintained. Soymilk was processed using 5 methods including delayed filtration, hot extraction, cold extraction, soaking and blanching, potash and sodium bicarbonate processing methods. The highest protein content was between 3.05% for delayed filtration and 2.23% for soaking in potash. The sensory properties of the soymilk increased with decrease in nutritional quality indicating that methods which increase sensory properties of soymilk by reducing its beany flavour have lower nutritional qualities.
Effect of Processing Conditions on the Composition of Soy Milk
  • W F Wilkens
  • L R Hackler
Wilkens, W.F., Hackler, L.R. 1969. Effect of Processing Conditions on the Composition of Soy Milk. Cornell University:New York
Optimalisasi Suhu Pemanasan (Pemasakan dan Pasteurisasi Susu Kacang Hijau (Vigna radiate (L) R. Wilczek) Berdasarkan Karakteristik Fisik, Kimia, Mikrobiologi dan Sensori
  • A Juwana
  • J M Quasem
Juwana, A. 2011. Optimalisasi Suhu Pemanasan (Pemasakan dan Pasteurisasi Susu Kacang Hijau (Vigna radiate (L) R. Wilczek) Berdasarkan Karakteristik Fisik, Kimia, Mikrobiologi dan Sensori. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang 17. Quasem, J.M., et al. 2009. Development of Vegetable Based Milk from Decorticated Sesame (Sesanum indicum). American Journal of Applied Science 6 (5); 888-896
Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal
  • D A Sinta
Sinta, D.A. 2010. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal Terhadap Mutu Tahu. Universitas Diponegoro: Semarang