ArticlePDF Available

POTENSI TUMBUHAN AKUATIK PISANG AIR (Typhonodorum lindlyanum) DAN PERBANYAKANNYA DI KEBUN RAYA PURWODADI POTENCY AND PROPAGATION OF AQUATIC PLANT GIANT AROID (Typhonodorum lindlyanum) AT PURWODADI BOTANIC GARDEN

Authors:

Abstract

ABSTRAK Pisang Air (Typhonodorum lindlyanum) termasuk dalam suku Araceae. Karakteristik umum suku Araceae adalah tumbuhan perdu, batang berdaging dengan susunan bunga berbentuk tongkol dan seludang yang berwarna menarik. Jenis Typhonodorum lindlyanum termasuk dalam tumbuhan akuatik, karena habitat tumbuhnya di perairan. Tumbuhan akuatik banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman hias dalam taman air atau kolam karena bentuk, warna daun ataupun bunga yang indah. Selain bernilai estetik, tumbuhan akuatik memiliki nilai ekologi yang tinggi, salah satunya sebagai fitoremediasi lingkungan. Fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu teknologi yang menggunakan tumbuhan tertentu untuk pemulihan kualitas lingkungan. Jenis pisang air ini belum banyak diungkap potensi dan upaya perbanyakannya, sehingga sangat menarik untuk mengali potensi dan upaya perbanyakannya dengan biji dan fase perkecambahannya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Kebun Raya Purwodadi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian dan pengembangan tumbuhan pisang air lebih lanjut. Kajian ini merupakan studi awal mengenai biji, perkecambahan dan pemanfaatannya berdasarkan sumber pustaka. Tumbuhan Typhonodorum lindlyanum memiliki biji yang bersifat rekalsitran, dengan tipe perkecambahan hipogeal dan daya viabilitas yang tinggi (di atas 80 %). Fase perkecambahan memerlukan waktu selama 4-6 minggu dengan pertumbuhan bibit selama 6 bulan mencapai tinggi 65 cm dan diameter batang 1,5 cm. ABSTRACT Typhonodorum lindlyanum is call aquatic banana plant (indonesia) or Giant Aroid (english), clasification in Araceae family. General characteristics of Araceae are herbaceous plant, fleshy stem with spadix and colorfull spathe. This spesies (Typhonodorum lindlyanum) is aquatic plant, because habitat in the water. Many people known aquatic plants as the ornamental plants in garden or pond. The aquatic plants have beautiful shape of leaves and color of flowers. Besides for ornamental uses, aquatic plant has high ecology values, such as environment phytoremediation. Phytoremediation is technology using spesific plants for environment recovery or remediation. This plant spesies is not widely known about potential uses and propagation efforts. The purpose of this research to determine the potency and plant propagation efforts from seeds and germination in Purwodadi Botanic Garden. The result can be used as the fundamental research and next plant development. This study describe about seed, germination and potential uses from literature. Seed of Typhonodorum lindlyanum is recalcitrant, with hipogeal germination types and high viability (> 80%). Germination stage take about 4-6 weeks with seedling growth (6 months) reached 65 cm in high and 1.5 cm in stem diameter. Pendahuluan Tumbuhan yang dikenal dengan pisang air, merupakan tumbuhan yang hidup di habitat perairan atau sering disebut tumbuhan akuatik. Secara umum tumbuhan akuatik dapat dikelompokan menjadi tiga kategori: a. Mengapung (floating) dimana seluruh bagian tumbuhan atau sebagian (daun) mengapung pada permukaan air, b. Muncul (emerged) dimana tumbuhan muncul di atas permukaan air namun akarnya berada dalam sedimen, dan c. Tengelam (submerged) dimana seluruh tumbuhan berada di dalam air (Tanaka dkk., 2011). Pengelompokan ini umumnya didasarkan atas posisi alami tumbuhan akuatik tersebut di perairan (Beardshow, 2003).
1
POTENSI TUMBUHAN AKUATIK
PISANG AIR (Typhonodorum lindlyanum) DAN PERBANYAKANNYA
DI KEBUN RAYA PURWODADI
POTENCY AND PROPAGATION OF AQUATIC PLANT
GIANT AROID (Typhonodorum lindlyanum)
AT PURWODADI BOTANIC GARDEN
Apriyono Rahadiantoro 1), Roif Marsono 2), Rony Irawanto 3)
1,2,3 Kebun Raya Purwodadi – LIPI, Jl. Surabaya-Malang Km 65 Pasuruan.
e-Mail : onoy29@gmail.com 1, roifmarsono@gmail.com 2, rony001@lipi.go.id 3
ABSTRAK
Pisang Air (Typhonodorum lindlyanum) termasuk dalam suku Araceae. Karakteristik umum suku Araceae adalah
tumbuhan perdu, batang berdaging dengan susunan bunga berbentuk tongkol dan seludang yang berwarna
menarik. Jenis Typhonodorum lindlyanum termasuk dalam tumbuhan akuatik, karena habitat tumbuhnya di perairan.
Tumbuhan akuatik banyak dikenal masyarakat sebagai tanaman hias dalam taman air atau kolam karena bentuk,
warna daun ataupun bunga yang indah. Selain bernilai estetik, tumbuhan akuatik memiliki nilai ekologi yang tinggi,
salah satunya sebagai fitoremediasi lingkungan. Fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu teknologi yang
menggunakan tumbuhan tertentu untuk pemulihan kualitas lingkungan. Jenis pisang air ini belum banyak diungkap
potensi dan upaya perbanyakannya, sehingga sangat menarik untuk mengali potensi dan upaya perbanyakannya
dengan biji dan fase perkecambahannya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Kebun Raya Purwodadi. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian dan pengembangan tumbuhan pisang air
lebih lanjut. Kajian ini merupakan studi awal mengenai biji, perkecambahan dan pemanfaatannya berdasarkan
sumber pustaka. Tumbuhan Typhonodorum lindlyanum memiliki biji yang bersifat rekalsitran, dengan tipe
perkecambahan hipogeal dan daya viabilitas yang tinggi (di atas 80 %). Fase perkecambahan memerlukan waktu
selama 4-6 minggu dengan pertumbuhan bibit selama 6 bulan mencapai tinggi 65 cm dan diameter batang 1,5 cm.
Kata kunci: potensi, perkecambahan, Typhonodorum lindlyanum, Kebun Raya Purwodadi.
ABSTRACT
Typhonodorum lindlyanum is call aquatic banana plant (indonesia) or Giant Aroid (english), clasification in Araceae
family. General characteristics of Araceae are herbaceous plant, fleshy stem with spadix and colorfull spathe. This
spesies (Typhonodorum lindlyanum) is aquatic plant, because habitat in the water. Many people known aquatic
plants as the ornamental plants in garden or pond. The aquatic plants have beautiful shape of leaves and color of
flowers. Besides for ornamental uses, aquatic plant has high ecology values, such as environment phytoremediation.
Phytoremediation is technology using spesific plants for environment recovery or remediation. This plant spesies is
not widely known about potential uses and propagation efforts. The purpose of this research to determine the
potency and plant propagation efforts from seeds and germination in Purwodadi Botanic Garden. The result can be
used as the fundamental research and next plant development. This study describe about seed, germination and
potential uses from literature. Seed of Typhonodorum lindlyanum is recalcitrant, with hipogeal germination types and
high viability (> 80%). Germination stage take about 4-6 weeks with seedling growth (6 months) reached 65 cm in
high and 1.5 cm in stem diameter.
Keywords: Potential uses, Seed, Germination, Typhonodorum lindlyanum, Purwodadi Botanic Garden.
Pendahuluan
Tumbuhan yang dikenal dengan pisang air, merupakan tumbuhan yang hidup di habitat perairan atau sering
disebut tumbuhan akuatik. Secara umum tumbuhan akuatik dapat dikelompokan menjadi tiga kategori: a.
Mengapung (floating) dimana seluruh bagian tumbuhan atau sebagian (daun) mengapung pada permukaan air, b.
Muncul (emerged) dimana tumbuhan muncul di atas permukaan air namun akarnya berada dalam sedimen, dan c.
Tengelam (submerged) dimana seluruh tumbuhan berada di dalam air (Tanaka dkk., 2011). Pengelompokan ini
umumnya didasarkan atas posisi alami tumbuhan akuatik tersebut di perairan (Beardshow, 2003).
2
Jenis pisang air memiliki nama ilmiah yaitu Typhonodorum lindleyanum Schott. Tumbuhan ini termasuk dalam
suku Araceae. Suku Araceae terdiri dari 106 marga dan 2.950 jenis (Hong, dkk. 1998) bahkan lebih dari 3.300 jenis
(Yuzammi, 2007) yang tersebar di daerah tropis maupun sub tropis. Indonesia sendiri merupakan kawasan dengan
keanekaragaman yang paling besar sekitar 31 marga. Di alam, suku Araceae mendiami tiga habitat, yaitu jenis yang
hidup di daratan (terestrial), jenis yang hidup di perairan (akuatik: baik mengapung, tenggelam ataupun separuh
terendam di air) dan jenis yang hidup secara merambat (epifit). Beberapa jenis suku Araceae sangat digemari
masyarakat sebagai tanaman hias (ornamental), seperti Anthurium, Aglaonema dan Alokasia. Pada umumnya
keindahan Araceae terletak pada bentuk daun dan atau warna bunga (Hong, dkk. 1998).
Beberapa jenis tumbuhan dari suku Araceae sering digunakan sebagai komponen dari taman, seperti taman air.
Taman air dapat menjadi sumber inspirasi, percikan serta pantulan air dari benda yang berada didekatnya digabung
dengan uniknya bentuk dan warna tumbuhan yang memikat memberikan hal yang sangat mempesona. Keberadaan
tumbuhan akuatik dapat memberikan dimensi khusus dalam taman sehingga berkesan alami dan indah dipandang
mata. Oleh karena itu pesona tumbuhan akuatik dapat dijadikan suatu komponen pokok maupun penunjang bagi
terbentuknya suatu tatanan taman yang indah. Tumbuhan akuatik dalam tantanan taman dapat pula berfungsi
sebagai pengolah air limbah (Kusumawardani dan Irawanto, 2013). Meskipun berasal dari tempat yang berlumpur
dan kotor, dari tepian sawah atau rawa, namun bila dikemas dalam media yang cantik dan menawan, dipadukan
dengan tatanan taman yang mempesona akan menjadi tanaman hias yang elegan dan layak ditempatkan pada
rumah mewah atau hotel berbintang (Hidayat, dkk. 2004).
Selain sebagai ornamental, tumbuhan akuatik juga memiliki nilai ekologi yang tinggi, salah satunya sebagai
fitoremediasi lingkungan. Fitoremediasi merupakan suatu teknologi yang menggunakan tumbuhan tertentu untuk
pemulihan kualitas lingkungan. Tumbuhan akuatik dapat membantu menciptakan keseimbangan ekosistem yang
baik, secara langsung dan tidak langsung sebagai sumber makanan organik, media bertelur dan tempat berlindung
anakan ikan ataupun biota air lainnya. Peran lain yang dapat diambil adalah sebagai indikator kualitas air, karena
tumbuhan akuatik sanggup menyerap kotoran yang ukurannya sangat lembut dan melayang dalam air dan
dipergunakan sebagai pupuk pertumbuhannya sehingga kondisi air tampak lebih jernih dan bersih. Tumbuhan
akuatik juga dapat mengurangi intensitas cahaya yang berlebihan dari sinar matahari.
Sebagai salah satu lembaga konservasi tumbuhan ex-situ, Kebun Raya Purwodadi mempunyai tugas
melaksanakan konservasi, salah satunya dengan penanaman koleksi dan pemeliharaan tumbuhan yang memiliki
nilai ilmu pengetahuan dan berpotensi untuk dikoleksi (dikonservasi). Beberapa koleksi Kebun Raya Purwodadi yang
menarik adalah koleksi tumbuhan akuatik. Salah satu jenis tumbuhan akuatik yaitu jenis pisang air (Typhonodorum
lindleyanum) yang merupakan koleksi baru. Mengingat potensinya sebagai tanaman hias, ataupun potensi lainnya
yang belum digali maka penelitian ini menarik untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakterisasi biji, fase pertumbuhan bibit, dan cara perbanyakan serta potensi jenis tersebut bagi lingkungan.
Informasi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi dasar dalam penelitian maupun pengembangan budidaya jenis
tersebut maupun tumbuhan akuatik lainnya yang berpotensi.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2015 sampai dengan Januari 2016 di rumah kaca Kebun Raya Purwodadi.
Bahan yang digunakan berasal dari biji pisang air (Typhonodorum lindleyanum). Material biji diperoleh dari
pengumpulan buah/biji tumbuhan pisang air di kebun. Aktivitas pengumpulan biji, pemprosesan sampai pengujian /
perkecambahannya dilakukan oleh Sub-unit Biji. Selain biji, bahan yang dipergunakan adalah tempat semai dan
media tanam untuk perkecambahan. Tempat semai yang digunakan berupa bak plastik persegi panjang dengan
kapasitas 10 Liter, berdimensi panjang 30 cm, lebar 25 cm dan tinggi 10 cm. Bak semai diberi media tanam yang
berbeda yaitu media pasir dan media tanah. Kedua media tanam tersebut tergenangi oleh air untuk menjaga
ketersedian air dalam tempat semai dan kondisi fisiologis tumbuhan akuatik. Penambahan air dilakukan setiap
minggu.
Peralatan yang digunakan berupa alat ukur seperti: jangka sorong/kaliper, pita meteran dan termohigro digital.
Peralatan tulis untuk pencatatan data dan kamera untuk dokumentasi. Bak plastik untuk tempat semai. Skop/cetok
untuk mengambil media tanam.
Pengamatan dilakukan secara rutin mulai dari biji sampai munculnya daun secara lengkap. Kemudian dilakukan
pencatatan faktor lingkungan saat pengamatan berupa suhu dan kelembaban udara. Selanjutnya dilakukan pula
studi pustaka mengenai ekologi, penyebaran, habitat, potensi dan konservasinya. Data yang diperoleh, kemudian
dianalisis dan disajikan dalam uraian maupun dalam bentuk Tabel ataupun Gambar.
3
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Suku Araceae
Suku Araceae merupakan tumbuhan perdu dengan batang berdaging atau berkayu, beberapa memanjat
dengan variasi bentuk daun yang sangat luas. Karakteristiknya pada susunan bunga yang berbentuk tongkol dengan
seludang yang berwarna menarik. Beberapa ciri umum famili Araceae adalah akarnya berwarna putih atau krem
ataupun kecoklatan, akar menyerabut dengan batang tegak, daun terdiri dari tangkai daun, pelepah dan helai daun,
perbungaan terdiri dari seludang dan tongkol, pada bagian tongkol tersusun baik bunga jantan dan betina, buah
terbentuk apabila terjadi penyerbukan (polinator: serangga), dalam masa menunggu buah sampai matang, buah
dilindungi oleh seludang bagian bawah, sedangkan bagian atas mengering berikut tongkol bagian atas. Penyeberan
buah dapat terjadi oleh bantuan binatang ataupun lingkungan (air/angin).
Jenis Typhonodorum lindleyanum termasuk dalam suku Araceae. Jenis ini dikenal masyarakat dengan nama
“Pisang air” karena sangat mudah dikenali dari bentuknya yang menyerupai pohon pisang bedanya hidup di
perairan. Para penghobi menyebutnya “Giant Arum” atau Araceae raksasa dan “Pisang berdaun talas” ataupun
“Alokasi pisang” karena bentuk batangnya yang mirip dengan batang pisang tetapi berdaun seperti daun alokasia
(Kadir, et.al 2008). Typhonodorum lindleyanum, memiliki sinonim yaitu Typhonodorum madagasariense. Selain
disebut sebagai pisang air masyarakat menyebutnya alokasia pisang, sedangkan nama daerah lainnya adalah Giant
aroid (Inggris) atau Mgombakofi dan Mtongonya (Swahili).
Deskripsi Typhonodorum lindleyanum
Pisang air dikenali dari perawakannya yang berupa herba tahunan besar, dengan batang seperti pisang dan
tinggi antara 1 m sampai 4 m (3-12 ft), akarnya (rhizome) pendek, batang muncul dalam tanah dari akar, dengan
batang semu (pseudostem) berasal dari tangkai daun yang kuat, diameter batang bagian bawah dapat mencapai 30
cm (1 ft), batang berdaging dengan getah yang gatal (irritant). Memiliki daun berukuran besar, panjang sampai 1 m
(4 ft), berbentuk meruncing (sagittate) atau seperti anak panah (arrowhead), bagian yang runcing dapat mencapai
140 cm, dengan lebar 85 cm, dasar daun berwarna merah muda keputihan, berbintik dan berbelang ungu, panjang
daun dan tangkai dapat mencapai 3 m, pada dasar daun berpelepah, yang tumbuh dari batang (pseudostem).
Perbungaan umumnya sama seperti pada famili Araceae yang lain, berbunga dalam suatu tongkol yang dikelilingi
oleh seludang, bunganya berumah satu (unisexual), dengan bunga jantan di atas dan bunga betina di bawah,
tongkol bunga (spadix) besar berwarna putih, tongkol seperti tabung (columnar spadix) dengan panjang sampai 55
cm, berwarna putih kekuningan, indung telur (ovary) berwarna kuning kemerahan, dikelilingi tutup selundang
(spathe) berbentuk seperti daun berwarna putih, berukuran panjang 80 cm dengan lekukan kedalam buah. Buah
berupa buah beri, berbentuk seperti telur (oval), ukuran melintang sekitar 4 cm, berwarna kuning bila telah masak.
Bijinya dapat dimakan, berukuran sampai 3 cm panjangnya, pipih berwarna coklat.
Asal dan Penyebaran Typhonodorum lindleyanum
Jenis ini berasal dari Madagascar dan tersebar hingga Comoro, Afrika, Pantai Afrika Timur, Mascarene Islands
(sebelah timur Madagascar), dan hanya ditemukan pada Zanzibar dan Pemba Islands. Jenis ini dapat tumbuh pada
daerah-daerah yang lembab (humid), agak lembab (subhumid) sampai kering (dry). Merupakan tumbuhan akuatik
perdu/herba yang besar (Large herbaceous aquatic plant), berusia hingga tahunan (perennial), serta dapat hidup
baik pada kisaran suhu lingkungan diatas 5 oC (>40oF). Secara ekologi, pisang air dapat tumbuh pada ketinggian 0-
499 dan 500-999 m dpl. Umumnya hidup di rawa air tawar dan dekat dengan laut. Dijumpai pula pada formasi
vegetasi mangrove atau pada daerah basah air tawar (freshwater wetland).
Potensi Typhonodorum lindleyanum
Selain bermanfaat secara ekologis sebagai tumbuhan akuatik, Typhonodorum lindleyanum juga memiliki potensi
sebagai bahan makanan, biji dan umbinya (tubers) dapat dimakan, tetapi belum dipasarkan secara komersial.
Pengolahan makanan dari tumbuhan ini sebagai berikut: Umbi akar yang besar diambil dari dalam tanah, umumnya
umbi akar tersebut dapat ditemukan selama musim hujan. Kemudian umbi dikupas dan diiris-iris kecil. Irisan-irisan
tersebut kemudian direbus sampai mendidih dan dicuci beberapa kali dengan tujuan untuk menghilangkan senyawa
racunnya, senyawa inilah yang sering menyebabkan timbulnya rasa gatal di dalam tenggorokan saat dikonsumsi.
Jika telah bersih dapat ditambahkan santan kelapa untuk siap disajikan. Adapun cara lain, irisan-irisan umbi tersebut
tidak perlu direbus, tetapi direndap dalam air selama dua hari kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama
sehari. Irisan-irisan yang telah kering ditaburkan dalam tepung kemudian dimasak dalam ugali. Irisan-irisan kering
dan tepung dapat disimpan selama beberapa bulan.
4
Potensi lainnya, daunnya dapat digunakan sebagai pemulsa (mulching) dan rumbai (thatching) serta sebagai
tanaman hias (ornamental). Hingga saat ini, status konservasinya: belum diketahui (occasional), tetapi telah menjadi
perhatian pada daerah asal distribusinya (Ruffo, dkk. 2002). Informasi dan potensi dari jenis Typhonodorum
lindleyanum ini sangat kurang sekali, dan dari minimnya literatur inilah yang meyebabkan jenis ini jarang diteliti,
meskipun tumbuhan ini dapat dijumpai dengan mudah pada tatanan taman air maupun kolam. Mengingat jenis ini
sebagai tumbuhan akuatik, tidak menutup kemungkinan tumbuhan pisang air berpotensi dalam fitoteknologi
lingkungan (fitoremediator). Sehingga jenis ini perlu digali kemampuannya dalam fitoremediasi (Irawanto, 2010).
Fitoteknologi Lingkungan
Konsep fitoteknologi adalah memusatkan tumbuhan sebagai teknologi lingkungan hidup yang mampu
menyelesaikan masalah lingkungan. Fitoteknologi adalah penerapan ilmu dan teknologi untuk mengkaji dan
menyiapkan solusi masalah lingkungan dengan mengunakan tumbuhan. Dalam tinjauan teknologi dan proses
memperjelas fitoteknologi sebagai cara pendekatan berbasis alam dalam penyelesaian masalah lingkungan. Dimana
keseimbangan teknologi antara proses buatan manusia dan proses alam tumbuhan, menjadi representasi
bagaimana kedua proses mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Fitoteknologi didasari pada kajian
transformasi efek zat dalam ekotoksikologi. Sehingga perlu disikapi efek negatif suatu zat sebagai penjagaan
kesehatan dan keberlanjutan kehidupan (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2009).
Fitoteknologi melihat fitostruktur dan fitoproses sebagai teknologi alamiah dalam ekosistem. Sehingga fitoteknologi
dapat diterapkan dalam pencegahan (fitoproteksi), pemulihan (fitoremediasi), pemantauan (fitomonitoring) maupun
penyelidikan (fitoforensik) pencemaran lingkungan, seperti dalam penerapan pengolahan air limbah, pengolahan air
minum, pengolahan sampah, pemulihan lingkungan tercemar, serta manajemen pengendalian kualitas lingkungan.
Fitoteknologi dalam pemulihan lingkungan tercemar dapat diartikan fitoremediasi. Meskipun terdapat beberapa
definisi terhadap fitoremedasi, antara lain: Penggunaan tumbuhan termasuk pohon dan rumput, untuk
menghilangkan, merusak atau memisahkan pencemar berbahaya dari media seperti udara, air dan tanah (Prasad
dan Freitas, 2003); Teknologi yang menggunakan tumbuhan pengakumulasi logam yang dipilih dan direkayasa
untuk memulihkan lingkungan (Liu dkk. 2000); Penggunaan tumbuhan untuk memulihkan tanah, lumpur, sedimen,
air tanah, air permukaan dan air limbah yang tercemar oleh bahan kimia tercemar (Rodriguez dkk. 2005);
Penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar
baik itu senyawa organik maupun anorganik (Kusrijadi dkk. 2013) dan suatu sistem dimana tumbuhan dapat
mengubah zat kontaminan (pencemar / polutan) menjadi berkurang kadarnya, atau menjadi tidak berbahaya, atau
bahkan menjadi bahan yang dapat digunakan kembali (re-use) oleh tumbuhan (Mangkoedihardjo dan Samudro,
2010). Namun secara umum, dapat disimpulkan bahwa fitoremediasi adalah teknologi yang menggunakan tumbuhan
tertentu untuk pemulihan kualitas lingkungan.
Koleksi Tumbuhan Akuatik Kebun Raya Purwodadi
Tumbuhan yang sudah ditanam dan menjadi koleksi di Kebun Raya Purwodadi saat ini sejumlah 11.748 spesimen,
1.925 jenis, 928 marga dan 175 suku (Lestarini dkk., 2012). Dari 1.925 jenis tersebut umumnya merupakan
tumbuhan terestrial dan sedikit tumbuhan akuatik. Menurut Irawanto (2009) ditemukan 34 jenis tumbuhan akuatik di
Kebun Raya Purwodadi, dengan 20 jenis diantaranya koleksi. Seiring dengan waktu terjadi perubahan koleksi
tumbuhan akuatik menjadi 15 jenis (Irawanto, 2013). Sedangkan saat ini hanya terdapat 10 jenis tumbuhan akuatik
koleksi. Beberapa tumbuhan akuatik koleksi Kebun Raya Purwodadi selain sebagai tanaman hias, memiliki potensi
sebagai sumber pangan, obat-obatan dan kerajinan.
Tumbuhan pisang air masih belum termasuk pada koleksi tumbuhan akuatik Kebun Raya Purwodadi. Meskipun
jenis Typhonodorum lindleyanum telah ditanam tanggal 18 Juli 2007 dengan nomor registrasi P2007064. Sehingga
pada tanggal 5 Oktober 2015 dilakukan pengangkatan tumbuhan koleksi dengan nomor regitrasi P2015100007 yang
ditanam pada kolam koleksi tumbuhan akuatik. Bentuk morfologi tumbuhan akuatik pisang air (Typhonodorum
lindleyanum) dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakterisasi Biji Typhonodorum lindleyanum
Pembiakan dengan mengunakan biji merupakan cara yang paling mudah dalam perbanyakan pisang air. Buah
yang sudah matang berwarna lebih hijau muda kemudian diambil dan dikeluarkan bijinya dari dalam buah dengan
mengupas kulit buah. Dalam satu buah terdapat 25-30 biji. Biji yang sudah dikeluarkan lebih baik dibersihkan dari
kulit/selaput bijinya agar lebih cepat perkecambahannya. Biji tersebut bisa langsung ditanam pada media semai.
5
Karakterisasi biji dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan sifat penyimpanannya yaitu : (1) ortodoks, (2) rekalsitran
dan (3) intermediate. Karakter biji tersebut digunakan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai dan
waktu penyimpanan yang baik. Secara umum karakter biji pada famili Araceae bisa bersifat ortodoks ataupun
rekalsitran dengan viabilitas yang bervariasi (Hong, dkk. 1998). Berdasarkan bentuk dan karakterisasi biji jenis
Typhonodorum lindleyanum termasuk rekalsitran dengan viabilitas yang tinggi (>80%) tetapi cenderung cepat
menurun dalam penyimpanan kering angin pada suhu kamar. Oleh karena itu sebaiknya penyemaian biji dilakukan
langsung. Proses pengumpulan dan pengujian biji dapat dilihat pada Gambar 2.
Fase Perkecambahan Typhonodorum lindleyanum
Jenis Typhonodorum lindleyanum hampir tidak memiliki masa dormansi, kecepatan berkecambah 1 hst (hari
setelah tanam) ditambah pula dengan iklim tropis yang memiliki suhu optimal dan ketersedian air yang cukup
mempercepat perkecambahan (Baskin and Baskin, 1998). Pola perkecambahan pisang air secara singkat diuraikan
menjadi 6 fase perkecambahan sebagai berikut: Fase 1 merupakan tahap awal perkecambahan, dikenali dari
dimulainya pembukaan pada bagian titik tumbuh pada biji. Posisi biji saat fase ini berada mengapung di permukaan
air. Tahap ini berlangsung cepat 1 hari setelah biji disemai di air. Fase 2 merupakan lanjutan dari fase 1, dengan ciri-
ciri pembukaan pada bagian titik tumbuh biji mengalami perpanjangan ke arah belakang lateral keping biji. Pada fase
ini, mulai ada pertumbuhan tangkai kotil yang muncul dari pembukaan titik tumbuh biji. Tangkai kotil teridentifikasi
berwarna hijau muda silindris dengan ujung runcing. Posisi biji masih terapung di permukaan air. Tahap ini
berlangsung sekitar 1-4 hari. Fase 3 ditandai dengan perpanjangan pembukaan titik tumbuh biji sampai pada
punggung (atas keping biji). Hal ini diiringi pula dengan perpanjangan tangkai kotil. Tangkai yang sebelumnya
berwarna hijau muda, berubah menjadi berwarna kecoklatan dan pada bagian ujung membelah diikuti muncul
tangkai (bakal daun) berwarna hijau. Tahap ini berlangsung antara 3-8 hari. Fase 4 dimulai pertumbuhan akar
primer. Akar primer mulai muncul pada biji dengan adanya 6 tonjolan kecil akar masing-masing 3 dikanan-kiri pada
sekitar titik tumbuh. Tangkai daun mulai memanjang menuju ke arah matahari. Biji masih tampak mengapung di air.
Tahap ini berlangsung selama 5-10 hari. Fase 5 merupakan tahap perkembangan akar dan daun. Tonjolan akar
tumbuh memanjang sehingga mencapai media pasir. Permukaan biji mulai kisut dengan tepi keping biji terdesak
oleh perkembangan tangkai yang membesar. Tangkai daun memanjang keatas dan gulungan daun membuka diikuti
dengan munculnya tangkai daun kedua. Ujung pangkal biji juga sudah terlepas. Tahap ini berlangsung selama 5-10
hari. Fase 6 merupakan tahap terakhir dari seluruh masa perkecambahan, dimana biji yang menyimpan cadangan
makanan mulai habis digunakan. Hal ini ditandai dengan makin meyusut dan kecilnya keping biji. Tangkai daun
semakin tumbuh memanjang, dan daun mulai membuka. Selain akar primer, mulai dijumpai juga pertumbuhan akar
sekunder ataupun rambut-rambut akar berwarna putih secara intensif di dalam media tanam. Pada tahap ini
diperkirakan telah terjadi asimilasi fotosintetik pada daun yang didukung oleh pertumbuhan akar yang mulai aktif
mentransfer unsur hara dari tanah untuk mendukung terjadinya proses fotosintetik. Tahap ini mulai sekitar 5-20 hari.
Fase perkecambahan pisang air (Typhonodorum lindleyanum) dapat dilihat pada Gambar 3.
Waktu yang dibutuhkan untuk dalam fase perkecambahan selama 4-6 minggu atau sekitar 1,5 bulan. Jenis
Typhonodorum lindleyanum ini biasanya ditata sebagai tanaman air yang diletakkan di lokasi yang terkena sinar
matahari penuh. Penampilan daun dari jenis ini akan terlihat lebih prima bila diletakan ditempat yang agak teduh.
Pada tempat teduh, kemunculan tepi daun yang menguning dapat dikurang (Kadir, dkk. 2008).
Pertumbuhan Typhonodorum lindleyanum
Setelah perkecambahan selama 1,5 bulan, pengamatan pertumbuhan bibit tumbuhan Typhonodorum
lindleyanum dilakukan dari mulai 1 helai daun sampai tumbuh memiliki 6 helai jumlah daun, selama 6 bulan
kedepan. Pertumbuhan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Dalam waktu 6 bulan bibit pisang air dapat mencapai
tinggi tanaman 65 cm dengan diameter batang bawah 1,5 cm dan memiliki 4 helai daun hijau, dimana 2 helai daun
yang awal muncul telah gugur, layu, menguning dan kering seiring waktu. Dimana faktor lingkungan yang diamati
adalah suhu berkisar antara 26,5 oC – 31,1 oC dengan suhu rata-rata 29,33 oC dan kelembaban berkisar antara 52 %
– 83 % dengan kelembaban rata-rata 65,05%. Sedangkan waktu yang diambil selama pengamatan adalah pagi hari
berkisar pada pukul 07:30 s/d 09:45. Apabila diliat dari faktor lingkungan berupa suhu dan kelembaban sangat
mendukung untuk pertumbuhan bibit secara optimal.
6
Gambar 1. Bentuk morfologi Pisang Air (Typhonodorum lindleyanum) Koleksi Tumbuhan Akuatik.
Gambar 2. Proses pengumpulan biji sampai dengan penyemaian Pisang Air (Typhonodorum lindleyanum).
7
Gambar 3. Ilustrasi Fase Perkecambahan dan Pertumbuhan Pisang Air (Typhonodorum lindleyanum).
Gambar 4. Visualisasi Pertumbuhan Pisang Air (Typhonodorum lindleyanum).
Gambar 5. Grafik kecepatan tumbuh dan tinggi bibit pada media pasir dan media tanah.
8
Pengamatan biji yang disemai pada media tanah tumbuh 100% sedangkan pada media pasir 80% tumbuh.
Sehingga faktor media tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit, hal ini dikarenakan media pasir miskin unsur
hara sedangkan tanah terdapat unsur hara sebagai nutrisi untuk pertumbuhan bibit tersebut. Oleh karena itu
kecepatan tumbuh dan tinggi bibit akan lebih cepat pada media tanah (0,74 cm/hari) dari pada media pasir (0,51
cm/hari), seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
Simpulan
Jenis tumbuhan akuatik pisang air (Typhonodorum lindleyanum Schott.) termasuk dalam suku Araceae yang
sangat mudah dikenali dari bentuknya yang menyerupai pohon pisang, daun seperti talas dan tumbuh berada di air.
Asal penyebarannya dari Madagascar, hidup di daerah basah di bawah ketinggian 900 m dpl, dengan kisaran iklim
yang luas. Biji bersifat rekalsitran dengan tipe perkecambahan hipogeal dan viabilitas yang tinggi (> 80 %). Fase
perkecambahan memerlukan waktu selama 4-6 minggu. Pertumbuhan bibit selama 6 bulan mencapai tinggi 65 cm
dengan diameter batang 1,5 cm dan memiliki 4 helai daun hijau, dimana 2 helai daun yang awal muncul telah layu
atau kering. Media tanah menghasilkan kecepatan tumbuh bibit lebih tinggi dibandingkan media pasir. Faktor
lingkungan berupa suhu dan kelembaban yang diamati rata-rata 29,33 oC dan 65,05% cukup optimal untuk
mendukung pertumbuhan bibit. Potensi jenis ini selain sebagai tanaman hias dimungkinkan dapat digunakan
sebagai fitoremediasi lingkungan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Panitia Seminar Nasional – UB Malang atas kesempatannya, juga
kepada Roif Marsono (teknisi Koleksi - Bank Biji) dan Ngaderi (teknisi taman akuatik) atas bantuannya di lapangan.
Tak lupa pula pada skema In-Garden Riset KRP tahun 2016.
Daftar Pustaka
Baskin, C.C. dan J.M. Baskin. 1998. Seed Ecology Biogeography and Evolution of Dormancy and Germination,
Academic Press, San Diago.
Beardshow, C. 2003. The Natural Gardener, Lessons from The Landscape. BBC. London.
Hidayat, S. Yuzammi, Hartini, S. dan Astuti, I.P. 2004. Tanaman Air Kebun Raya Bogor Vol.1 No.5. Bogor.
Hong, T.D., S. Linington, dan R.H. Ellis. 1998. Compendium of Information on Seed Storage Behavior. Volume 1.
Royal Botanic Garden. Kew.
Irawanto, R. 2009. Inventarisasi Koleksi Tanaman Air Berpotensi WWG di Kebun Raya Purwodadi. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Lingkungan IV – ITS Surabaya: 228-238.
Irawanto, R. 2010. Fitoremediasi Lingkungan Dalam Taman BALI. Jurnal Local Wisdom. Vol. 2, No. 4, Hal. 29-35.
Irawanto, R. 2013. Pemetaan Hidrofita dan Potensi Fitoremediator Koleksi Kebun Raya Purwodadi. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah – ITS. Surabaya: G11-G20.
Kadir, A., dan T.C. Triwahyuni. 2008. Keladi dan Alokasi Hias. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusrijadi, A., A. Mudzakir, dan S.S. Fatima, 2013. “Peningkatan Kualitas Sanitasi Lingkungan Berbasis
Fitoremediasi”, laman web: http://jurnal.upi.edu/file/Ali_K1.pdf [diakses 24 Desember 2013].
Kusumawardani, Y., dan Irawanto, R. 2013. Study of Plants Selection in Wastewater Garden for Domestic
Wastewater Treatment. Prosiding International Conference of Basic Science - Universitas Brawijaya. Malang.
Lestarini, W., Matrani, Sulasmi, Trimanto, Fauziah, dan A.P. Fiqa, 2012. An Alphabetical List of Plant Species
Cultivated in Purwodadi Botanic Garden. Pasuruan: Purwodadi Botanic Garden.
Liu, D., Jiang, W., C. Liu, C. Xin, dan W. Hou. 2000. “Uptake and accumulation of lead by root, hypocotyls and
shoots of Indian mustard (Brassica juncea (L.))”. Bioresource Technology. 71: 273-277.
Mangkoedihardjo, S. dan G. Samudro. 2009. Ekotoksikologi Teknosfer. Guna Widya. Surabaya.
Mangkoedihardjo, S. dan G. Samudro. 2010. Fitoteknologi Terapan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Prasad, M.N.V, dan H.M.O. Freitas. 2003. “Metal Hyperacumulation in Plants Biodiversity Prospecting for
Phytoremediation Technology”. Jurnal Biotechnology 6 (3).
Rodriguez, L., F.J. Lopez-Bellido, A. Carnicer, F. Recreo, A. Tallos, dan J.M. Monteaguda, 2005. “Mercury Recovery
from Soils by Phytoremediation”. Book of Environmental Chemistry. Berlin: Springer.
9
Ruffo, C.K., A. Birnie, dan B. Tengnaes. 2002. Edible wild plants of Tanzania, RELMA Technical Handbook. Swedish
International Development Cooperation Agency, Nairobi (Kenya)
Tanaka, N., Ng, W.J., dan K.B.S.N. Jinadasa. 2011. Wetlands For Tropical Applications: Wastewater Treatment by
Constructed Wetlands. London: Imperial College Press.
Yuzammi. 2007. Primadona Baru Alokasia Eksotis. Flona Serial. Gramedia. Jakarta.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
The importance of biodiversity (below and above ground) is increasingly considered for the cleanup of the metal contaminated and polluted ecosystems. This subject is emerging as a cutting edge area of research gaining commercial significance in the contemporary field of environmental biotechnology. Several microbes, including mycorrhizal and non-mycorrhizal fungi, agricultural and vegetable crops, ornamentals, and wild metal hyperaccumulating plants are being tested both in lab and field conditions for decontaminating the metalliferous substrates in the environment. As on todate about 400 plants that hyperaccumulate metals are reported. The families dominating these members are Asteraceae, Brassicaceae, Caryophyllaceae, Cyperaceae, Cunouniaceae, Fabaceae, Flacourtiaceae, Lamiaceae, Poaceae, Violaceae, and Euphobiaceae. Brassicaceae had the largest number of taxa viz. 11 genera and 87 species. Different genera of Brassicaceae are known to accumulate metals. Ni hyperaccumulation is reported in 7 genera and 72 species and Zn in 3 genera and 20 species. Thlaspi species are known to hyperaccumulate more than one metal i.e. T. caerulescence = Cd, Ni. Pb, and Zn; T. goesingense = Ni and Zn and T. ochroleucum = Ni and Zn and T. rotundifolium = Ni, Pb and Zn. Plants that hyperaccumulate metals have tremendous potential for application in remediation of metals in the environment. Significant progress in phytoremediation has been made with metals and radionuclides. This process involves rising of plants hydroponically and transplanting them into metal-polluted waters where plants absorb and concentrate the metals in their roots and shoots. As they become saturated with the metal contaminants, roots or whole plants are harvested for disposal. Most researchers believe that plants for phytoremediation should accumulate metals only in the roots. Several aquatic species have the ability to remove heavy metals from water, viz., water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms); pennywort (Hydrocotyle umbellata L.) and duckweed (Lemna minor L.). The roots of Indian mustard are effective in the removal of Cd, Cr, Cu, Ni, Pb, and Zn and sunflower removes Pb, U, 137Cs, and 90Sr from hydroponic solutions. Aquatic plants in freshwater, marine and estuarine systems act as receptacle for several metals. Hyperaccumulators accumulate appreciable quantities of metal in their tissue regardless of the concentration of metal in the soil, as long as the metal in question is present. The phytoextraction process involves the use of plants to facilitate the removal of metal contaminants from a soil matrix. In practice, metal-accumulating plants are seeded or transplanted into metal-polluted soil and are cultivated using established agricultural practices. If metal availability in the soil is not adequate for sufficient plant uptake, chelates or acidifying agents would be applied to liberate them into the soil solution. Use of soil amendments such as synthetics (ammonium thiocyanate) and natural zeolites have yielded promising results. Synthetic cross-linked polyacrylates, hydrogels have protected plant roots from heavy metals toxicity and prevented the entry of toxic metals into roots. After sufficient plant growth and metal accumulation, the above-ground portions of the plant are harvested and removed, resulting the permanent removal of metals from the site. Soil metals should also be bioavailable, or subject to absorption by plant roots. Chemicals that are suggested for this purpose include various acidifying agents, fertilizer salts and chelating materials. The retention of metals to soil organic matter is also weaker at low pH, resulting in more available metal in the soil solution for root absorption. It is suggested that the phytoextraction process is enhanced when metal availability to plant roots is facilitated through the addition of acidifying agents to the soil. Chelates are used to enhance the phytoextraction of a number of metal contaminants including Cd, Cu, Ni, Pb, and Zn Researchers initially applied hyperaccumulators to clean metal polluted soils. Several researchers have screened fast-growing, high-biomass-accumulating plants, including agronomic crops, for their ability to tolerate and accumulate metals in their shoots. Genes responsible for metal hyperaccumulation in plant tissues have been identified and cloned. Glutathione and organic acids metabolism plays a key role in metal tolerance in plants. Glutathione is ubiquitous component cells from bacteria to plants and animals. In phytoremediation of metals in the environment, organic acids play a major role in metal tolerance. Organic acids acids form complexes with metals, a process of metal detoxification. Genetic strategies and transgenic plant and microbe production and field trials will fetch phytoremediaition field applications. The importance of biodiversity and biotechnology to remediate potentially toxic metals are discussed in this paper. Brassicaceae amenable to biotechnological improvement and phytoremediation hype are highlighted.
Article
Full-text available
Malang Km 65 Pasuruan, Telp./Fax 0341-426046 1 biory96@yahoo.com Abstrak Taman Bali bukanlah salah satu bentuk tatanan taman tematik bernuansa tropis dalam lanskap, melainkan singkatan dari Taman Buangan Air Limbah atau lebih dikenal dengan WWG (Waste Water Garden). Konsep taman Bali ini memiliki nilai ekologi yang tinggi, sebagai fitoremidiasi, dimana penurunan kualitas lingkungan yang terjadi dari pencemaran air / limbah cair dapat dicegah / dikurangi dengan mengunakan tanaman air yang ditata secara indah. Sehingga tanaman dalam Taman Bali tidak hanya berfungsi ekologi tetapi juga estetik. mengunakan sistem lahan basah buatan dengan tanaman air dalam tatanan taman yang indah lebih dikenal dengan Waste Water Garden (WWG). Di Indonesia penerapan WWG bermula di Bali, dan terkenal dengan sebutan Taman Buangan Air Limbah (Taman BALI) dengan mengunakan jenis tanaman lokal yang sering dijumpai dan mampu menyerap serta mengolah limbah secara alami. Jenis tanaman air seperti mendong, eceng gondok, kiambang, kangkung dan teratai telah banyak diketahui dan dilakukan penelitian kemampuan fitoremediasinya. Jenis tanaman air koleksi Kebun Raya Purwodadi yang berpotensi sebagai tanaman hias dan belum banyak digali informasinya/ dilakukan penelitian yaitu Typa angustifolia, Neptunia plena, Thyponodorum lindleyanum, Myriophyllum aquaticum dan Sagittaria lancifolia. Kata Kunci : Fitoremidiasi, Taman Bali, WWG I. PENDAHULUAN Tanaman air saat ini sangat digemari masyarakat sebagai tanaman hias, karena keindahannya pada bentuk dan warna pada daun ataupun bunga. Selain sebagai tanaman hias beberapa jenis telah diketahui dan dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti sumber makan, penghasil minyak, bahan industri, obat-obatan dan sebagainya. Meskipun tanaman air berasal dari tempat yang kumuh, kotor, berlumpur dari tepian sawah atau rawa, namun bila dikemas dalam media yang cantik dan menawan, ia akan menjadi tanaman hias yang elegan sehingga layak ditempatkan di rumah mewah atau hotel berbintang. Eksostime tanaman air akan semakin terasa bila dipadukan dengan tatanan taman yang mempesona [1]. Keberadaan tanaman air dapat memberikan dimensi khusus dalam taman sehingga berkesan alami dan indah dipandang mata. Oleh karena itu di berbagai negara pesona tanaman air ini dijadikan suatu komponen pokok atau penunjang bagi terbentuknya suatu tatanan taman yang indah. Tanaman air selain sebagai ornamental, juga memiliki nilai ekologi yang tinggi. Tanaman air dapat membantu menciptakan keseimbangan ekosistem yang baik, secara langsung dan tidak langsung sebagai sumber makanan organik, media bertelur dan tempat berlindung anakan ikan ataupun binatang air lainnya. Peran lain yang dapat diambil adalah sebagai indikator kualitas air, karena tanaman air sanggup menyerap kotoran yang ukurannya sangat lembut dan melayang dalam air dan dipergunakan sebagai pupuk pertumbuhannya sehingga kondisi air tampak lebih jernih dan bersih. Oleh karena itu tanaman air dapat berperan sebagai pengelola polutan/limbah cair yang murah dan alami.
Book
This book provides a systematic exposition of the design features of constructed wetlands, and their management (in terms of siting, physical maintenance, and operation). Only very few books (or chapters) have been published on constructed wetlands in tropical conditions and none are current. The selection of plant species, managing their growth and harvesting cycles, and the impact these have on the attenuation of organic and inorganic pollutants, nutrients, and pathogens would be of interest to students and practitioners of the art working under tropical conditions. The potential of constructed wetlands as a low-cost intervention for developing countries in tropical regions that faced water pollution problems, in particular, deserves to be explored systematically.
Book
The new edition of Seeds contains new information on many topics discussed in the first edition, such as fruit/seed heteromorphism, breaking of physical dormancy and effects of inbreeding depression on germination. New topics have been added to each chapter, including dichotomous keys to types of seeds and kinds of dormancy; a hierarchical dormancy classification system; role of seed banks in restoration of plant communities; and seed germination in relation to parental effects, pollen competition, local adaption, climate change and karrikinolide in smoke from burning plants. The database for the world biogeography of seed dormancy has been expanded from 3,580 to about 13,600 species. New insights are presented on seed dormancy and germination ecology of species with specialized life cycles or habitat requirements such as orchids, parasitic, aquatics and halophytes. Information from various fields of science has been combined with seed dormancy data to increase our understanding of the evolutionary/phylogenetic origins and relationships of the various kinds of seed dormancy (and nondormancy) and the conditions under which each may have evolved. This comprehensive synthesis of information on the ecology, biogeography and evolution of seeds provides a thorough overview of whole-seed biology that will facilitate and help focus research efforts.
Article
The effects of different concentrations of lead nitrate on root, hypocotyl and shoot growth of Indian mustard (Brassica juncea var. Megarrhiza), and the uptake and accumulation of Pb2+ by its roots, hypocotyls and shoots were investigated in the present study. The concentrations of lead nitrate (Pb(NO3)2) used were in the range of 10−5–10−3 M. Root growth decreased progressively with increasing concentration of Pb2+ in solutions. The seedlings exposed to 10−3 M Pb exhibited substantial growth reduction and produced chlorosis. Brassica juncea has considerable ability to remove Pb from solutions and accumulate it. The Pb content in roots of B. juncea increased with increasing solution concentration of Pb2+. The amount of Pb in roots of plants treated with 10−4, 10−3 and 10−5 M Pb2+ were 184-, 37- and 6-fold, respectively, greater than that of roots of the control plant. However, the plants transported and concentrated only a small amount of Pb in their hypocotyls and shoots, except for the group treated with 10−3 M Pb2+.
Peningkatan Kualitas Sanitasi Lingkungan Berbasis Fitoremediasi
  • A Kusrijadi
  • A Mudzakir
  • Dan S S Fatima
Kusrijadi, A., A. Mudzakir, dan S.S. Fatima, 2013. "Peningkatan Kualitas Sanitasi Lingkungan Berbasis Fitoremediasi", laman web: http://jurnal.upi.edu/file/Ali_K1.pdf [diakses 24 Desember 2013].
  • S Hidayat
  • Yuzammi
  • S Hartini
  • I P Astuti
Hidayat, S. Yuzammi, Hartini, S. dan Astuti, I.P. 2004. Tanaman Air Kebun Raya Bogor Vol.1 No.5. Bogor.
An Alphabetical List of Plant Species Cultivated in Purwodadi Botanic Garden
  • W Lestarini
  • Matrani
  • Sulasmi
  • Trimanto
  • Dan A P Fauziah
  • Fiqa
Lestarini, W., Matrani, Sulasmi, Trimanto, Fauziah, dan A.P. Fiqa, 2012. An Alphabetical List of Plant Species Cultivated in Purwodadi Botanic Garden. Pasuruan: Purwodadi Botanic Garden.
Study of Plants Selection in Wastewater Garden for Domestic Wastewater Treatment
  • Y Kusumawardani
  • R Dan Irawanto
Kusumawardani, Y., dan Irawanto, R. 2013. Study of Plants Selection in Wastewater Garden for Domestic Wastewater Treatment. Prosiding International Conference of Basic Science -Universitas Brawijaya. Malang.
Pemetaan Hidrofita dan Potensi Fitoremediator Koleksi Kebun Raya Purwodadi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah -ITS
  • R Irawanto
Irawanto, R. 2013. Pemetaan Hidrofita dan Potensi Fitoremediator Koleksi Kebun Raya Purwodadi. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah -ITS. Surabaya: G11-G20.