ChapterPDF Available

Mulai Dari Hulu : Institusionalisasi, Kualifikasi, dan Sterilisasi Tim Seleksi Lembaga Independen

Authors:
{*
=t
i
'i
I
ffiANHGARA
XPKN&KN
Kata Pengantar
Prof. Dr. Saldi lsra, S.H.
Editor
Charles Simabura
"+",1"#',,
t rAHrRForNDArro* 1i ;j
-4q,"*n+d'
PTNGISIAN
IABATAN PIMPINAN
LTTTNgNCA NEGARA
INDEPENDEN
PENGTSIAN
IABATAN PIMPTNAN
LEMBAGA NTceRA
TNDEPENDEN
Kata Pengantar
Prof. Dr. $aldi lsra, S.ll.
Editor
Charles Simabura
Divisi Buku Perguruan Tinggi
PT RajaGrafindo Persada
JA KA RTA
\**,^o*,*
tl
Perpustakoon Nosional: Kotalog dalom Terbiton (KDT)
Simabura, Charles
Pengisian Jabatan Pimpinan Lembaga Negara lndependen/
Charles Simabura.
-Ed. l.-Cet. 1.-Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
xvi,572hlm.,23 cm
Termasuk Daftar Pustaka
rsBN 978-979-769-973-4
1. lndonesia - Pejabat dan Pegawai. l. Judul 352.6s
Hak cipta 2016, pada penulis
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apa pun,
termasuk dengan cara penggunaan mesin fotokopi, tanpa izin sah dari penerbit
2016.1593 RAJ
Charles Simabura
PENGISIAN IABATAN PIMPINAN LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN
Cetakan ke-l, Juni 2016
Hak penerbitan pada PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Desain cover oleh octiviena@gmail.com
Dicetak di Kharisma Putra Utama Offset
PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Kantor Pusot:
Jl. Raya Leuwinanggung No. tLZ,Kel. Leuwinanggung, Kec. Tapos, Kota Depok L6956
Tel/Fax : (021) 84311162- (021) 84311163
E-mail : rajapers@rajagrafindo.co.idHttp://www.rajagrafindo.co.id
Perwakilon:
Jakarta-14240 Jl. Pelepah Asri I Blok QJ 2 No. 4, Kelapa Gading permai, Jakarta Utara, Telp. (02L) 4527823.
Bandung-40243 Jl. H. Kurdi Timur No. 8 Komplek Kurdi Telp. 1022\ 5206202. Yogyakarta-Pondok Soragan lndah
Blok A-1, Jl. Soragan, Ngestiharjo, Kasihan Bantul, Telp. (0274) 625093. Surabaya-60118, Jl. Rungkut Harapan Blok.
A No. 9, Telp. (031) 8700819. Palembang-301.37, Jl. Macan Kumbang lll No. 10/4459 Rt. 78, Kel. Demang Lebar
Daun Telp. (07tLl 445062. Pekanbaru-28294, Perum. De'Diandra Land Blok. C1l01 Jl. Kartama, Marpoyan Damai,
Telp. (0761) 55807. Medan-20144, Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rossa No. 3A Blok A Komplek Johor Residence Kec. Medan
Johor, Telp. (061) 787L546. Makassar-90221, Jl. ST. Alauddin Blok A 1413, Komp. Perum. Bumi permata Hijau, Telp.
(0411) 861618. Banjarmasin-70lL4, Jl. Bali No. 31 Rt. 05, Telp. (0511) 3352060. Bali, Jl. tmam Bonjol B. 100/V No.
58, Denpasar, Bali, Telp. (0361) 8607995, Bandar [ampung-35115, Perum. Citra Persada Jl. H. Agus Salim Kel.
Kelapa Tiga Blok B No. 12A Tanjung Karang Pusat, Telp. 082181950029.
DAFTAR ISI
XATA PENGANTAR
Prof. Dr. Saldi Isra, S.H.
XTITA PENGANTAR EDITOR
DAFTAR ISI
Uenata Mekanisme Seleksi Komisi Negara Independen Dengan
lskaca pada Rekrutmen Anggota Komisi Pemilihan Umum
YaiJunaidi
Seleksi Komisioner Komisi Pemilihan
yang Mandiri, Profesional dan Berintegritas
Riewanto
ikasi Politik Penentuan Pimpinan KPK
Habibi
Politik Lembaga Legislatif dan Kepentingannya
Seleksi Komisioner Komisi Pemilihan Umum
Proses Seleksi Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan
Penjamin Simpanan (LPS)
19
44
57
iKharisma Arrasuli 72
Menata Proses Seleksi Ombudsman
Catur wido Haruni 90
Menata Ulang Seleksi Komisioner Komisi Pemilihan Umum
DianAulia 108
Rekrutmen Komisioner pada Komisi Yudisial Republik Indonesia
DianBakti Setiawan 126
Mendesain Ulang Model Seleksi Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi
DonalFariz 142
Rekonstruksi Mekanisme Seleksi Komisioner Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang Progresif dan Berintegritas
DwiHaryadi
Menata Ulang Seleksi Calon Anggota Komnas HAM
Republik Indonesia
ErikSepia 776
Tirntangan Rekrutmen Anggota Komisi Pemilihan Umum
dalam Penyelenggaraan Pemilu Serentak
FadliRamadhanil 797
Pertaruhan Independensi Hakim dalam Seleksi Pimpinan Komisi
Yudisial
FayiNursyamsi
Uji Publik Sebagai Model Pelibatan Masyarakat dalam Protes
Seleksi Komisioner KPK
Fauzin 236
Kualitas Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ditentukan Oleh
Kredibilitas Pimpinan /Anggota Grpilih
159
H e sti Ar miw ulan S o chmaw ar diah
Fit AndProper ?sf Oleh DPR (Tidak) Memengaruhi
Independensi dan Integritas Penyelenggara Pemilu
IdaBudhiati
Memperkuat Independensi Bank Indonesia Melalui Proses
Seleksi Pimpinan Bank Indonesia
M.NurulFajri
Masa Depan Pengisian Anggota Badan Pengawas
Pemilu di Indonesia
M. Iwan Satriau,an
274
250
263
280
301
Masyarakat dalam Seleksi Komisi Negara Independen:
Komisioner Ombudsman
Ais
DPR yang Proporsional dan Format Frogresif dalam Seleksi
KPK
Aris
Kewenangan DPR RI dalam Seleksi Pimpinan Komisi
Independen: Pemilihan Pimpinan Komisi
tasan Korupsi
Rifiain
i Model Fit And Proper Test
Said
ipasi Masyarakat dalam Seleksi Anggota Komisi
Korupsi
Syawa'wi
i Sistem Seleksi Pimpinan OJK di Negara
teraan Republik Indonesia
Nihm Shar aningty as, W. Riaw an Tj andr a
"Marwah" Independensi dan Integritas KPK
Saputra
i Mekanisme Seleksi Pimpinan Komisi
tasan Korupsi
struksi Mekanisme Pengisian Keanggotaan Komnas
untuk Memperkuat Peran l(omnas HAM dalam
Penegakan HAM di Indonesia
iSulistyowati
an Hukum dalam Sistem Seleksi dan Pengawasan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
WisnuWicaksana
itas Pemilihan
KPK Oleh DPR
Suwandi
Proses Seleksi Anggota Komisi Yudisial
319
334
382
3s0
367
474
493
510
397
423
439
454
1.
{ri
1:
lir
Studi Komparatif Seleksi Anggota Komisi Negara Independen yang
Terdapat dalam Konstitusi antar a Panitia/tim Seleksi di Indone sia
dan the Commission on Appointment diFilipina
S ar t ika lntaning P r adhcati
Mulai dari Hulu: Institusionalisasi, Kualifikasi, dan Sterilisasi
Tim Seleksi Lembaga Independen
lbrahim
BIODATA PENULIS
BIODATA EDITOR
MULAI DARI HULU:
I NSTITUSI ONALISASI, KUALI Fl KASI,
DAN STERILISASI TIM SELEKSI
LEMBAGA INDEPENDEN
Ibrahim
Pendahuluan
Munculnya lembaga-lembaga independen pada dasarnya adalah
satu cara mendasar dalam rangka memperbaiki format berbangsa
bernegara di negeri ini. Lembagalembaga negarayarlsmuncul secara
berdasarkan gagasan berbagai kalangan para reformis dan aktivis civil
pada masa awal Reformasi dan berjalan terus hingga dalam beberapa
ierakhir ini adalah jawaban penting dari sengkarut fungsional be
lembaga negarayangtelah ada. Meminjam istilah Budiman,l masalah
kita hadapi sesungguhnya adalah lembagalembaga negara tidak
secara efektif. Sudah sedemikian akutnya krisis kelembagaan
frustrasi yang muncul melahirkan cata-carabaru untuk mengatasi berbaga-
disfungsional yang terjadi, salah satunya adalah dengan pembentukan
lembaga-lembaga baru di luar negara yang oleh sebagian kalangan disebut
sebagai auxiliary state's insitutions.
Lay sebagaimana dikutip oleh Nivada2 mengatakan bahwa kelahiran
komisi-komisi negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
keresahan negara terhadap ketidakpastian dan kealpaan perlindungan
individu dan kelompok marginal dari despotisme pejabat publik maupun
' $akarta: Penerbit Buku Kompas, 2001)'
hlm.39.40.
2Nivada, Komi siKebenarandanRekonsiliasi,'hansisiPolitikAceh, (Yogyakatta: Ombak'
20\3) , hLm.28-29.
rir'*Ffr-rrdff,t
t
I
f
7
I
I
;
t
I
I
i
I
I
warga negara lainnya, (2) cerminan sentralitas negara sebagai otoritas
puUiit ya-ig memilii<i tanggung jawab yang besar, dan (3) produk evolusi
y"ng U.rrif" t incremental d,an komplementer terhadap lembaga negara
yan! telah ada. Supriyanto3 mengatakan bahwa pembagian kekuasaan
rn",ij"O trias politiia sebagaimana diungkapkan oleh John Locke tidak
lagi memad"i di ,.ng"h kompleksitas persoalan dewasa ini sehingga
dibutuhkan lembaga-lembaga tambahan yang bertujuan untuk tetap
menjaga proses demokratisasi di masa transisi. Lembaga-lembaga demikian
dalam pandangan Asshiddiqiea disebut sebagai lembaga yang memiliki
constititionalimportance at,oyangsecara konstitusional dianggap penting,
tetapibelumdisebutsecaraeksplisitdalamUUDlg45.LembagaSemacam
inimenurutAsshiddiqieberfungsiuntukmemberikanpembatasan
kekuasaan.s
Hal yang kita saksikan kemudian adalah bagaimana lembagalembaga
independenlersebut muncul terseok-seok dan berusaha untuk mencari
simjati publik melalui berbagai macam cara' Memang pada kenyataannya'
banyak lembaga negera yang bersifat independen yang masih berhadapan
dengan -,rr.rh latensi dalam memperjuangkan kiprah mereka secara
manajerial maupun secara fungsional'
Berbagai lembaga legarayang dibentuk sebagai konsekuensi dari
semangat R"fo.rn"riberhadapan dengan beberapa persoalan mendasar.
selain harus berkutat dengan pembuktian urgensi kelembagaan, berbagai
lembaga independen juga berhadapan dengan pembusukan-dari dalam'
skenaiio pembusukan dari dalam misalnya dilakukan dengan cara
mengirimi<an delegasi-delegasi stdtus quo ke dalam lembaga-lembaga
tersebut dengan cara-carayang (nampaknya) kasat mata. Jika kedua hal ini
terjadi, maka dapat aipastitcan bahwa pembentukan lembaga independen
lustru hanyark n -errmbah beban negara' baik dari sisi organisasional
maupun dari konteks finansial' Kedua hal ini sesungguhnya berkenaan
denganbagaimanamembentuklembagaindependenyangbenar-benarkuat
aanmemititifungsiyangkuatuntukmenjawabkebutuhanmasyarakat.
'S"pfy*r., Mr"jrgrlnd,p,nd"n'iP'nyelenggaraPemilu' (Jakarta: Perludem' 2007)'
hlm.18........1,*lvAsshiddiqie,MenujuNegaraHukumyangDemokratis,(Jakarta:PTBuana
Ilmu Populer, 2009), hlm.21.
5lbid, hlm.109.
Sebagai lembaga independen, organisasi-organisasi ini
cara-cara unik untuk membentuknya menjadi lembaga kuat. Hal yang
penting adalah bagaimana kemudian menjadikan lembaga semasrtr
menjadi lembaga yang betul-betul independen dan mewakili kepenti
masyarakat secara tulus. Agar tidak berubah menjadi lembaga
dari kelembagaanyangsudah adaatau sekedar ganti kulit, maka
personalianya adalah perkara paling penting. Persoalannya kemudian
pada proses seleksi yang dihasilkan dari tim seleksi yang dibentuk
pemerintah. Gagasan dasarnya adalah bahwa lembaga yang kuat
akan terwujud jika dipimpin oleh orang-orang kuat, sementara
kuat hanya akan dihasilkan dari proses yang benar dan oleh orang-onilE
yang kredibel pula. Jika demikian, saya pertama-tama ingin menyatakr
bahwa tim seleksi pada lembaga-lembaga independen perlu dibed
perhatian penting. Bagaimana mungkin lembaga yang sudah terkooptad
dan tidak qualifi e d kemudi an dapat men ghasilkan fi gur-fi gur yan g kuar Tir
seleksi dengan demikian memegang peran kunci dalam rangka menjaw-
pertanyaan: sudahkah lembaga independen yang bermunculan tersebut
andil besar dalam memperbaiki tatanan berbangsa dan bernegara ki1a?
Tulisan ini akan mendiskusikan tentang upaya untuk menguatkr
tim seleksi sebagai bagian hulu dari upaya untuk menciptakan lembagl
lembaga independen yang kuat dan kredibel. Tiga kata kunci utama )q
kemudian menjadi bahasan adalah pada aspek institusionalisasi tim selehi
pelembagaan tim seleks i, kualifikasi tim seleksi; meningkatkan kapasitas dr
kualitas tim seleksi, dan sterilisasi tim seleksi; menciptakan tim seleksi yary
netral dan sungguh-sungguh independen. Ttrlisan ini pada dasarnya fohr
pada lembaga independen secara umum, namun memberi perhatian leffi
pada lembaga-lembaga independen yang memiliki jaringan organisasion{
resmi di tingkat lokal.
Akar Masalah Selama lni
Lembagalembaga independen selama ini, sebutlah misalnya Komii
Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Ombudsman Republit
Indonesia, dan sebagainya adalah lembaga-lembaga yang telah memiliti
fungsi yang jelas dan terbatas pada bidang kewenangannya. Namtrn
lembaga ini selalu menjadi incaran banyak orang, tidak saja sebagai
saluran pend apatanekonomis, namun juga berkenaan dengan kepentingan-
kepentingan yang kemungkinan potensial menumpang, sampai pada urusm
pencitraan untuk popularitas. Keinginan untuk berbuat banyak bagi bangsa
dan negara seringkali tenggelam dalam isu-isu yang jauh lebih sederhana
sehingga lembaga independen kemudian mengalami pergeseran fungsi
dari cita-cita awal pendiriannya. Tak heran, proses seleksinya seringkali
tidak berjalan mulus dan cenderung diwarnai oleh perebutan lintas batas
kepentingan.
Tidak hanya menyangkut soal siapa yang akan terpilih sebagai anggora
tim dan dari unsur mana, mua.ra persoalan justru lebih sering bermula pada
tim seleksi. Tim seleksi yang melibatkan berbagai komponen sebenarnya
adalah usaha untuk menghindari kooptasi pemerintah dalam penentuan
sekaligus menghindari kesan tidak mengakomodir suara berbagai kalangan.
Tak heran, tim seleksi pertama kali justru diributkan oleh berbagai kalangan
karena menyangkut pada proses dan hasil seleksi. Tim seleksi yang baik dari
berbagai sisi akan menjadi pintu masuk bagi proses seleksi yang sedang
berjalan. Tak heran, atensi dari berbagai pihak dibutuhkan dalam rangka
mengawal bagaimana tim seleksi dapat maksimal dalam bekerja.
Beberapa persoalan yang sering muncul dalam proses rekrutmen yang
mengarah pada persoalan inti eksistensi tim seleksi adalah sebagai berikut:
1. Tim seleksi sebagai bancakan kepentingan
Tim seleksi lembaga-lembaga independen biasanya (sekalipun
tidak selalu) mempertimbangkan asal unsur tim seleksi. Dalam
pembentukannya, rim seleksi ditunjuk berdasarkan asal pekerjaan tim.
Yang sering terjadi adalah unsur untuk memaksakan harus adanya
lembaga perwakilan di setiap unsur yang seringkali mengabaikan
persoalan kualitas. Situasi ini jamak terjadi dalam pembentukan
tim seleksi di daerah-daerah. Organisasi-organisasi sosial atau
insitusi biasanya berlomba-lomba mengusulkan tim seleksi dan jalur
organisasi terhadap panitia induk pada akhirnya menjadi saluran
efektif. Penunjukkan tim seleksi melalui relasi organisasi ini sepertinya
bertalian dengan keinginan untuk memudahkan intervensi hasil seleksi.
Sinyalemen ini misalnya terjadi pada rekrutmen lembaga independen di
bidang peradilan sebagaimana diungkapkan oleh Gunawan, dkk.,6 yang
mengatakan bahwa seleksi masih cenderung belum terukur dan pada
akhirnya juga muncul persoalan independensi ketika yang seseorang
terpilih dalam sebuah lembaga negara yang seharusnya independen.
6Gunawan, Andri, dkk. Indeks Negara Hukum Indonesia 2013, (Jakarta: Indonesia
Legal Roundtable), hlm. 36-37.
,,Bagi an r4L' l .,Mula;i4nri :,liiil*:r:54$,':$s
Pada pemilihan komisioner yang melibatkan DpR, warna kepentingan
partai politik cenderung tidak terhindarkan, begitu juga dengan
pemilihan yang melibatkan DPRD untuk organisasi-organisasi yane
memiliki cabang di tingkat lokal. Tim seleksi tidak bisa menghindarkan
diri dari kepentingan untuk lepas dari tekanan-tekanan politik atau
pada hal yang paling sederhana: titipan sponsor. Ada kecenderungan
bahwa pihak penunjuk justru menjadikan tim seleksi sebagai pinru
masuk untuk dapat menginrervensi proses seleksi dengan lebih
mudah.
2. Tim seleksi sebagai perpanjangan rangan penunjuk
Tim seleksi pada dasarnya adalah orang-orang yang dianggap cakap
dalam menjalankan tugasnya. Pada kenyat aannya, tim seleksi seringkari
menjadi perpanjangan tangan dari instansi penunjuknya sehingga tim
seleksi tidak dapat melaksanakan tugasnya secara netral dan objektif
Akibat terjauhnya adalah afiliasi anggota lembaga yang seharusnla
independen menjadi partisan terhadap kepentingan pemesan. Studi
Sahdan dan HaboddinT setidaknya cukup memberikan gambaran
bahwa lembaga-lembaga negara yang seharusnya netral faktanva
menjadi lembaga yang diisi oleh aktor-aktor yang tidak lepas dari
kepentingan pemesan. Ketika tim seleksi sudah dikuasai, maka yang
kemudian terjadi adalah permainan hasil seleksi yang tidak bisa
digaransi. Pengalaman penulis sebagai salah satu tim seleksi untuk
KPUD di salah satu kabupaten menunjukkan bahwa tekanan dari
pihak eksternal cukup mewarnai dinamika pemilihan padahal ada
tuntutan untuk menjawab mengenai kualitas kandidat yang menjadi
pertaruhan nama baik tim seleksi. Pengalaman di tingkat daerah juga
menunjukkan bahwa jejaring organisasi antara tim seleksi dan mereka
yang menjadi peserta seleksi cenderung menjadi faktor penentu.
Inilah yang sebetulnya kita sebut sebagai jejaring organisasi. Jejaring
organisasi demikian akan menyulitkan upaya untuk mencari tim yang
benar-benar solid di komisioner karena pembagian kapling-kapling
berbasis jalur organisasi menjadi gejala umum dalam rekrutmen
anggota komisioner independen di tingkat lokal.
3. Tim seleksi tidak memenuhi kualifikasi
Tsahdan dan Haboddin, Evaluasi Kritis penyelenggaraan pilkada di Indonesie"
(Yogyakarta: The Indonesian Power for Democracy-IfO), hh.A 6-37; 65-67.
m
m
rg
n
u
n
u
h
Pada berbagai pedoman rekrutmen tim seleksi, secara umum sudah
disebutkan unsur-unsur tim seleksi, namun sering terjadi bahwa tim
seleksi tidak memenuhi kualifikasi; tidak cukup memahami basis
dasar pengetahuan yang harus dimiliki oleh tim seleksi. Sayangnya,
berbagai panduan seleksi juga tidak menyerrakan keharusan mengenai
kualifikasi tim seleksi. sering juga terjadi tim seleksi hanyadirekrut
berdasarkan unsur organisasi atau melihat jenjang kepangkatannya
sehingga proses seleksi pun tidak bisa berjalan secara maksimal. Batas
pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan pertimb anganrerevan secara
substansial cenderung diabaikan sehingga bisa dipastikan bahwa
tim seleksi pada akhirnya bekerja dalam logika prosedural seleksi
ketimbang logika substansial.
Tim seleksi didikte oleh sekretariat
Pada beberapa proses rekrutmen tim independen di daerah-daerah,
tim seleksi berhadapan dengan mekanimse birokrasi sekrerariat.
secara umum sekretariat memahami bahwa mereka adarah pengelola
anggaran sementara tim seleksi memahami bahwa mereka adalah
pengambil kebijakan. Tirmpang tindih manajerial demikian seringkali
berimbas pada jalannya seleksi yang tidak maksimal. Har ini salah
satunya dipengaruhi oleh faktor 'gagap'nya tim seleksi dalam
memahami aturan main seleksi sehingga sering terjadi kesalahan
persepsi antar a kedua institusi.
Hasil seleksi dianulir oleh lembaga pengambil keputusan
Dalam beberapa kejadian hasil seleksi yang sudah diurut secara ranking
oleh tim seleksi dengan mempertimbangkan banyak hal kemudian
tidak bersifat final karena adanya celah pengambil keputusan untuk
menganulir sistem rangking tersebut. Di tingkat nasional, hasil
seleksi akan diobrak-abrik oleh legislat if yangdiberikan kewenangan
untuk memutuskan hasil akhir.8 Sayang, jumlah anggotayang tersedia
untuk dipilih cukup banyak sehingga membuka peluang lobi-lobi
kepentingan untuk mengubah urutan ranking yang telah ditetapkan
oleh tim seleksi. Tim seleksi pada akhirnya bekerja sekedar untuk
sRomli, Format Baru Dewan Perwakilan Rakyat pasca Amandemen uuD 1945,
$urnalPolitiha vol. 3 No. 2,2012),hlm.214-215 mengatakan bahwa untuk pengisian
lembagaJembaganegra, DPR bahkan terlibat sepenuhnya. serain harus pe?r.tqu*
mereka, sebagian besar posisi penting lembaga negaraharus mengikuti fit and,proper
test di DPR, termasuk di dalamnya KpK, KpU, Bawaslu, dan Ombudsman.
mengusulkan nama, bukan untuk mengusulkan kandidar terpiii:
Padahal nama-nama yang masuk ke panitia penentu akhir suda:.
diurutkan berdasarkan urutan rekomendasi. Saiah satu pengalama:-
penulis misalnya ketika menjadi tim seleksi anggota KPUD, salah sar*
peserta yang awalnya berada diurutan rangking 9 padahasii akhir da:-
tim seleksi, berubah menjadi nomor urut 1 pada penentuan akhir ;,
lembaga penyelenggara, sementara peserta yang beradadi nomor uru:
1 justru terlempar ke nomor 6. Kondisi ini menyiratkan bahwa ac.
yang salah dengan mekanisme penentuan akhir di mana keputusr.
satu tim tidak menjadi pertimbangan utama dalam penentuan akhr:
6. Terputusnya relasi tim seleksi dan peserta hasil seleksi
Tidak tersedianya mekanisme untuk melakukan pengawasan terhada:
anggota lembaga independen yang telah terpilih oleh tim seleks-
menyebabkan hubungan antara tim seleksi dengan peserta yan.
terpilih dan bekerja nyaris terputus. Ketika ada persoalan pada has-,
seleksi di kemudian hari, tim seleksi pun tidak lagi terlibat. Tim seleks,
pada akhirnya tidak memiliki hak dan kewajiban untuk memantau dr,
mengawasi anggota-anggota yang lahir dari proses seleksi mereka.
lnstitusionalisasi Tim Seleksi: Urgensi dan Kemungkinan
Modelnya
Rekrutmen komisioner atau anggota lembaga independen nega:1
secara umum relatif berbeda dengan iembaga-lembaga negara lainn','.
yang memiliki kualifikasi calon peserta yang ketat. Pada lembaga negar:
independen, persyaratan tim jauh lebih fleksibel. Tak heran, jumiah peser:.
yang mendaftar di lembaga-lembaga negara independen selalu membluda,
dengan proses yang sering riuh rendah. Rekrutmen keanggotaan pun lebi:
sering pada lembaga-lembaga yang memiliki cabang-cabang di tingka:
provinsi dan daerah kabupaten/kota. Lembaga yang tidak memilii-
cabang memang cenderung iebih mudah karena penunjukan tim seleks-
lebih melihat pada pilihan rasional sang Presiden secara umum" Namu:
lembaga independen yang memiliki cabang di daerah selalu berhadapa:
dengan pembentukan tim seieksi, apalagi di lembaga Pengawas Pemi-'*
yang sampai saat ini untuk tingkat kabupaten/kota masih bersifat insidenr.-
sesuai dengan kegiatan elektorasi yang berlangsung.
gsi.,:,,:::t:::'::', 548 PENGISIAN JABATAN PIMPINAN LEMBAGA NEGABA INDEPENDEN
Pekerjaan utama lembaga-rembaga yang bercabang di daerah
adalah menunjuk tim seleksi. Sejauh ini, rim seleksi di daeiah memang
berdasarkan pilihan tim di pusat, hanya saja mekanisme pemilihan tim
seleksi sangat sarat dengan robiJobi politik dan kepenting", oru,g-orang
di daerah. Salah satu teman aktivis penulis menutrrk* bahwa dalam
pemilihan komisioner KpUD salah satu provinsi, pemilihan tim seleksinya
sendiri sudah sebuah masalah. Menurutnya, ada lebih kurang 20lembaga/
perseorangan yang mengusurkan tim sereksi di tingkat pusar sehingga
dapat dibayangkan bagaimana proses negosiasi berjaran uar*an untuk di
tingkat pemilihan tim seleksi itu sendiri. Kondisi ini menyiratkan bahwa
tim seleksi adalah sebuah persoalan penting karena bukan sekedar menjadi
ajang untuk kontes, namun berkenaan dengan maju atau mundurnya
kinerja sebuah organisasi penting. Tim seleksi dengan demikian menjadi
perkara penting untuk lembagaJembaga negarayang sering mengadakan
pemilihan komisioner di tingkat lokal.
Meski demikian, baik bagi rembaga negara independen yang memiliki
cabang maupun tidak, diperlukan sebuah mekanisme untuk mele-mbagakan
tim seleksi. Mengapa perlu perembagaan? Kenyataannya, rim seleksi
yang ditunjuk lebih sering diambil secara acak-adut berdasarkan selera
sang penunjuk, juga karena pertimbangan kedekatan dan kepentingan
tertentu. Faktor emosionalitas atau kekerabatan seiring menjadi salah
satu pertimbangan urama, begitu juga persoalan jalur-jalur organisasi
yang tidak terhindarkan. sejauh tidak ada institusionalisasi, maka tim
seleksi masih akan berhadapan dengan proses-proses rekrutmen yang
tidak mempertimbangkan aspek figuritas dan kekuatan kualitas tim seleksi.
sejauh tidak ada institusionalisasi, maka tim seteksi masih akan menjadi
bancakan, negosiasi, dan menjadi saruran politik untuk memutuskan
sesuatu yang seharusnya tidak bersifat politis.
Dalam rangka institusionalisasi tersebut, saya mengusulkan setidaknya
dua pola tim seleksi lembaga independen negara sebagai berikut:
1. Model sertifikasi
Model sertifikasi adalah model keharusan adanya sertifikat khusus
yang harus dikantongi oleh calon anggota tim seleksi. Khusus lembaga-
lembaga independen yang memiliki cabang di daerah, sebaiknya
dilakukan model pelatihan untuk tim sereksi dan setelah nya yang
bersangkutan baru dapat mendaftar/didaftarkan untuk menjadi tim
seleksi. Pelatihan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan lembaga.
549
Di tingkat nasional, pemerintah pusat bertanggung jawab unt,k I
melaksanakan proses sertifikasi ini. Format sertifikasi tentu tidal I
harus dikhususkan untuk rekrutmen lembaga tertentu, namufi I
dapat diseragamkan misalnya dengan menyertakannya dalam diklil- I
diklat khusus. Sebagai contoh seseorang hanya bisa menjadi ''n t
seleksi di tingkat nasional jika pernah mengikuti diklat Lemhanas, d I
daerah misalnya harus memiliki sertifikat diklat kepemimpinan, dmr I
sebagainya. Beberapa lembagayanglebih sering melakukan rekrutmen I
dapat melakukan diklat sendiri sehingga membuka peluang masyarakr I
untuk ikut sertifikasi yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingm I
i::Ld"*t namun untuk kepentingan peningkatan kualitas yang lebih I
Model ini tentu tetap memperhatikan unsur perwakilan setiap lembage t
yang dianggap relevan. Model ini diharapkan dapat memangkas I
fenomena tim seleksi asal comot atau asal tunjuk sesuai selen I
penunjuk. Institusionalisasi dalam hal ini dipahami sebagai can I
untuk memperkuat proses penunjukkan, bukan semata menyangkrt I
kelembagaan fisik. I
2. Model konsorsium lembaga I
Model konsorsium lembaga adalah model pembentukan tim I
seleksi dengan cara menunjuk tim bersama secara institusiond I
mitra sehingga ada tanggung jawab kelembagaan. Model ini dapa I
dilaksanakan dengan cara menunjuk beberapa lembaga tertentu I
untuk membentuk dan melaksanakan proses rekrutmen. Melibatkan I
lembaga lebih membutuhkan tanggung jawab institusional sehingga I
dapat mengurangi praktik-praktik personal yang merugikan. I
Cara ini dapat dilakukan dengan melibatkan dua lembagayangsaling I
bekerja sama. Panitia pusat menyampaikan kisi-kisi utama dan I
konsorsium menerjemahkan secara operasional. Konsorsium ddam I
hal ini dipahami sebagai pelibatan beberapa lembaga secara kolektif I
untuk melaksanakan proses rekrutmen. Pelibatan ini tentu tidak I
mengabaikan aspek unsur asal lembaga mitra. Pelibatan ini juga tidak I
berartimembentukpanitiakhusus secaraproesionalsepertirekrutmen ]
karyawan di perusahaan-perusahaan swasta. i
Konsorium diperkuat dengan kemitraan yang relevan, misalnya untuk
rekrutmen anggota Bawaslu Provinsi, panitia pusat menunjuk beberapa
Perguruan Tinggi daerah untuk melaksanakannya. Tentu penunjukan
/
mitra konsorsium tersebut tetap memperhatikan aspek relevansi
keilmuan. Beberapa lembaga sebagai perwakilan unsur juga dapat
disertakan dalam penunjukkan anggota konsorsium.
Model konsorsium diharapkan dapat menumbuhkan tanggung jawab
secara kelembagaan atas semua proses seleksi yang berlangsung.
Model ini juga diharapkan dapat menyertakan citra lembaga sebagai
taruhan. Sekalipun demikian, keanggotaan konsorsium harus
mempertimbangkan aspek relevansi. Institusi perguruan tinggi
dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan utama dalam menentukan
konsorsium. Pelibatan konsorsium secara otomatis menyertakan peran
lembaga yangdapat berfungsi sebagai pencegah kecenderungan tim
seleksi apabila menggunakan orang per orang.
Kualilikasi: Menyangkut Substansi
Aspek kualifikasi atau kapasitas tim seleksi menjadi persoalan yang
seringkali tidak diperhatikan, namun sesungguhnya menyangkut persoalan
substansi. Kualifikasi tim seleksi akan terkait dengan jalannya seleksi
apakah akan menyentuh level terdasar, yakni kepentingan organisasi, atau
tidak. Sering terjadi tim seleksi ditunjuk tanpa mempertimbangkanlatar
belakang keilmuan tim seleksi. Akibatnya, ketika seleksi berlangsung,
peserta seleksi lebih memahami substansi pertanyaan dibandingkan dengan
tim seleksi.
Sebagai uprya untuk meningkatkan kualifikasi, maka beberapa hal
berikut ini dapat dipertimbangkan:
1. Pengetatan syarat
Dalam beberapa kasus, tidak diatur secara ketat persyaratan untuk
menjadi tim seleksi, padahal idealnya sebuah proses seleksi, tim
seleksi haruslah orang-orang yang terpilih di bidangnya. Beberapa
panduan tim seleksi mengharuskan adanya perwakilan unsur dalam
tim seleksi, misalnya harus ada unsur pemerintah, ormas, tokoh
agama, dan akademisi, namun tidak adanya persyaratan khusus
menyebabkan penunjukan seringkali bersifat subjektif. Oleh karena
itu, dalam rangka peningkatan kapasitas tim seleksi, perlu diperhatikan
syarat pendidikan tim seleksi, relevansi latar belakang pendidikan, dan
relevansi latar belakang pekerjaan. Selain itu, keluasan penghargaan
masyarakat luas terhadap ketokohan tim seleksi patut dipertimbangkan
sebaga cara untuk memperkuat proses seleksi.
2.
Dari sisi pendidikan, idealnya tim seleksi sebaiknya adalah men_-...-
pendidikan yang lebih tinggi dari persyaratan peserta seleks- -:_
sendiri, begitu juga dengan latar belakang keilmuan para rim se..-. _,
haruslah mempertimbangkan unsur relevansinva. pengalaman -i.- .
dapat menjadi salah satu perrimbangan dalam hal ini.
Pengetatan syarat tim seleksi sebaiknya diatur dalam buku panc-*--
seleksi sehingga sejak awal ada pagar-pagar tegas yang memba,.i
keterlibatan orang-orang yang tidak berkompeten untuk rerh:=
Pengetatan syarat tidak selalu berarti pembatasan pada satu persyara: - -
tertentu, namun dapat saja misalnya tidak bersyarat demikian nar_
jika ada persyaratan tambahan dapat dipertimbangkan.
Pengetatan syarat juga sebaiknya berbasis pada indikator yang je...
misalnya memiliki karya ilmiah yang relevan dengan subsra:.;
seleksi, pengalaman yang jelas dan terukur, atau misalnya pada as: =.
kontribusi pada bidang rertentu. Pengetatan syarat tim seleksi da:.
mencegah penunjukkan rim seieksi oleh pihak berwenang secl::
emosional.
Pengetatan unsur
Unsur tim seleksi menjadi pintu masuk untuk menunjuk tim sele.,;
berdasarkan subjektivitas dan pada akhirnya diharapkan menja-
salah celah dalam menitipkan kepentingan selama proses selei:..
berlangsung. Tak heran, unsur tim seleksi biasanya selalu dikor-..-
kotakkan dalam bentuk jalur perwakilan organisasi tertentu. Ol..
karena itu, sebaiknya dalam panduan pembentukan tim seleks-
pemerintah atau panitia tingkat pusat sudah melakukan kategorisa.-
unsur yang jelas, misalnya unsur akademisi 1 orang, unsur organisa,,
keagamaan 1 orang, dan seterusnya.Halini untuk menghindari kesa_,
dominatif sebuah organisasi rerrentu dalam tubuh tim seleksi.
Pengetatan unsur juga dilakukan dengan memperrimbangkan relevar:s-
organisasi terhadap jalannya rekrurmen. Unsur independen tida.
selalu berarti harus gabungan berbagai organisasi atau unsur, namu:.
tetap mempertimbangkan relevansinya, misalnya ketika melakukr.
rekrutmen anggota atau kepala perwakilan Ombudsman, organisas-
yang dapat dilibatkan misalnya adalah Yayasan Lembaga Konsume:
Indonesia (YLKI), Lembaga Pemantau Pelayanan publik, arau lembae.
lainyangrelevan dengan tugas utama para peserta yang akan diseleks:
Hal ini untuk menjamin bahwa tim seleksi sendiri adaiah orang-orang
terpilih dari unsur-unsur yang relevan. perwakilan unsur di sini
dipahami dalam konteks yang lebih substantif, bukan sekedar simbolik.
Sebagai lembaga negara, keberadaan lembaga-lembaga independen
nyata diminati banyak orang dalam hampir semua rekrutmennya. Selain
soal pembiayaan dan penggajian yang bersumber dari negara, lembaga
independen juga lebih fleksibel dari berbagai sisi, baik menyangkut
persyaratan rekrutmen maupun daya jangkau pekerjaannya. Lembaga
negara demikian kemudian menjadi semacam lahan baru untuk
menyalurkan posisi-posisi tertentu dan cenderung menjadi wadah naik
kelas bagi tokoh-tokoh dari berbagai kalangan. Dengan kondisi demikian,
upaya untuk memperoleh posisi dalam keanggotaan menjadi sangat
kompetitif sekaligus pertaruhan masa depan seseorang. padahal sebenarnya
esensi mendasar dari dinamika kenegaraanbaru ini bukan pada hal tersebut,
melainkan pada aspek substansi, yakni mengu atnyaperanserta masyarakat
luas dalam proses politik kenegaraan. Mengembalikan fungsi dasar ini
menjadi penting dan mengawalinya dari tim seleksi yang kuat dan netral
adalah sebuah perkara penting.
Di tengah situasi yang amat kompetitif, tim seleksi selalu menjadi
sasaran lobi pertama-tama oleh berbagai kalangan, baik peserta secara
langsung maupun penghubun g yang punya kepentingan tertenru.
Kepentingan di sini dapat menyangkut sebatas pengisian posisi baru
dan urusan pendapatan, namun yang tak kalah pentin gnya adalah motif
penetrasi dalam lembaga yang direkrut. Tim seleksi dalam hal ini kemudian
dipandang memiliki kewenangan yang kuat untuk menentukan kelulusan
seseorang. Netralitas tim seleksi dalam pelaksanaan tugasnya menjadi
pekerjaan penting yang harusnya disadari sebagai kunci utama dalam
menciptakan hasil seleksi yang diterima oleh kalangan luas.
sterilisasi tim seleksi dengan demikian menjadi bagian dari upaya
Reformasi tim seleksi. sterilisasi dipahami sebagai proses untuk
menjadikan tim seleksi sebagai lembaga yang netral dan bebas dari berbagai
kepentingan jangka pendek elemen tertenru. Sterilisasi dapat dilakukan
dengan cara:
Sterilisasi: Netralitas sebagai Kunci
'.:,,.,,.:;:,:.)rr:. X,1@Wa
fG
1. Merekrut tim seleksi yang dikenal luas memiliki repura,<r i-a:t_: :: {l
di tengah-tengah masyarakat. Sebagai tim seleksi, mereka seh=_., ;
adalah orang-orang pilihan. Sekalipun menjadi hak preroeal: :*--:,
penyelenggara, penunjukkan tim seleksi sebaiknya memper:r :.._..r
aspek kualifikasi, dedikasi, dan kontribusi yang tersedia i: ":._--a
orang-orang terbaik. Penting untuk melakukan sortir atas na;r:a-:, - -j
yang akan menjadi penentu proses seleksi dengan salah satu _r--_ j.
mengumumkan secara terbuka argumentasi-argumentasi yang :::--, : -
dasar penunjukkan tim seleksi.
Tim seleksi sebaiknya menandatangani pakta inregriras ;-_-_,
bertindak secara objektif dari awal sampai berakhirnya sereksl. .- --"
integritas ini setidaknya menjadi salah satu rambu-rambu :-::.
bagi tim seleksi untuk tidak mengabaikan kepercayaan pubhk :, --
melaksanakan tugasnya. Dalam banyak pengalaman, tim s;-:. ,
memang selalu netral dalam hal tuturan ke publik, namun neE,l_.- -: -
negosiasi di belakang layar sering menjadi fenomena yang merL-i. j : -
tidak hanya merugikan personal peserta, namun juga meru:-.,-
substansi demokrasi yang menjadi cita-cita dasar dari pember,_.--
lembaga-lembaga independen. Fakta integritas menjadi penring :-:-_,: r
bagi upaya untuk menjamin bahwa para anggota tim seleksi se ,- *
adalah orang-orang yang bebas dari prasangka politik dan kepen:-::--
kelompok tertentu.
Dalam melaksanakan tugasnya, dibuat mekanisme transparansi :...
penilaian yang diumumkan ke publik sehingga prasangka kepenir:.-.-
dapat dihindari. Selama ini memang telah ada instrumen yang c-: _:
dalam setiap panduan, namun mekanisme transparansi hasil penr-, --
masih terbatas. Tiansparansi ini tidak hanyadilaksanakan mula.r :,:-
proses penunjukkan tim, namun sampai pada penentuan akr-: :
tingkatan pengambilan keputusan, misalnya penentuan hasil r-:,.
hanya sekedar transparansi di tingkat tim seleksi, namun juga sa-:_: :
pada tingkatan hasil akhir.
Dalam kasus rekrutmen di tingkat lokal, seringkali kepala da.- . -
menjadi salah satu penenru siapayang tim seleksi yang ditunjuk. R. -
antara panitia induk dengan kepala daerah seringkali menjadi ai".--
mengapa kepala daerah memiliki akses untuk menentukan siapa-s-.:.
sajayang akan ditunjuk. Pada akhirnya, kepala daerah menunjuk --:-
seleksi berdasarkan kepentingan mereka, terutama untuk lemba:.-
2.
3.
4.
lembaga yang menangani proses elektoral. Oleh karena itu, harus ada
perbaikan sistem dalam tubuh lembaga independen negara sendiri
untuk komitmen dalam penegakan aturan netralitas dan menghindari
campur tangan kelompok kepentingan dalam menciptakan tim seleksi
yang kredibel.
Penutup
Rekrutmen komisi atau anggota lembaga-lembaga negara seringkali
tidak pernah lepas dari prasangka politik dan kepentingan partisan, baik
secara ideologis maupun organisasional. Proses seleksi yang baik hanya
akan diperoleh melalui tim seleksi yang memiliki kapasitas dan integritas
yang kuat sehingga menjadi sangat penting untuk mengamati dan memberi
perhatian besar pada tingkat hulu. Tim seleksi sebagai hulu dari semua
proses rekrutmen pertama-tama haruslah dipahami sebagai penentu
penting dari babak seleksi lembaga demikian.
Institusionalisasi tim seleksi dapat dilakukan dengan dua model, yakni
model sertifikasi dan model konsorsium lembaga. Keduanya tidak harus
dilakukan secara terlembaga dalam arti fisik, namun bisa melalui cara-cara
sistemik yang diatur sedemikian rupa dengan harapan agar penunjukkan
tim seleksi dapat berjalan lebih objektif dan terukur. Sementara dari sisi
kualifikasi, penting untuk memperhatikan pengetatan persyaratan dan
pengetatan unsur. Pengetatan atas dua hal ini harus mempertimbangkan
aspek relevansi dengan substansi proses seleksi secara keseluruhan. Adapun
sterilisasi pada akhirnya menjadi penting dalam rangka menciptakan tim
seleksi yang kredibel, dilakukan dengan merekrut tim secara cermat, ikatan
moral dalam bentuk pakta integritas di kalangan tim seleksi, menciptakan
mekanisme transparansi hasil seleksi yang baik, dan meningkatkan
komitmen aparatur kelembagaan untuk menciptakan rekrutmen yang lepas
dari campur tangan kelompok kepentingan.
Melalui institusionalisasi, penguatan kualifikasi, dan sterilisasi tim
seleksi, diharapkan proses seleksi juga dapat berjalan secara optimal. Hal
ini penting untuk menguatkan fondasi substansial dari sebuah rekrutmen
personalia lembaga negara independen untuk benar-benar menjadi
kekuatan penyanggah demokrasi di negeri ini yang diniatkan menjadi
lebih partisipatif akomodatif dan berjalan dalam koridor kekuasaan yang
berimbang antarberbagai lembaga kenegaraan.
Bagian,4,,.,lr...i0{{lai:dniliiiHulu
'-.:aa:.a::'
t)f ii$mw]i,&aF
Daftar Pustaka
Asshiddiqie, Jimly, 2009 . Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: PI
Bhuana Ilmu Populer.
B u diman, Arief, 2 0 0 1 . N e gar a dan Masy ar akat M adani dalam Masy ar akat W ar g;
dan Per gulat an D emokr asi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Gunawan, Andri, dkk., 20 1 4. Indehs N egar a Hukum Indonesia 2 0 1 3, J akarta:
Indonesia Legal Roundtable.
Nivada, Aryos, 2013 . Komisi Kebenaran dan Rehonsiliasi, Transisi Politik Acei..
Yogyakarta: Ombak.
Romli, Lili,zllz. Format Baru Dewan Perwakilan Ra1rya PascaAmandeme-
UUD 1 945 dalam J urnal Politika Dinamika Masalah Politik dalam I't e g-
dan Hubungan Internasional, YoL 3 No. 2 November 20 1 2.
Sahda, Gregorius dan Muhtar Haboddin (ed), 2009. Evaluasi K:::
Peny elenggaraan Pilkada di Indonesia, Yogyakarta: The Indonesian Pca-=
for Democracy (IPD).
Supriyanto, Didik, 2007. MenjagalndependensiPenyelenggaraPemilu,Jak":-e
Perludem.
f
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Format Baru Dewan Perwakilan Ra1rya PascaAmandeme-UUD 1 945 dalam J urnal Politika Dinamika Masalah Politik dalam I't e gdan Hubungan Internasional
  • Lili Romli
Romli, Lili,zllz. Format Baru Dewan Perwakilan Ra1rya PascaAmandeme-UUD 1 945 dalam J urnal Politika Dinamika Masalah Politik dalam I't e gdan Hubungan Internasional, YoL 3 No. 2 November 20 1 2.
MenjagalndependensiPenyelenggaraPemilu,Jak":-e Perludem
  • Didik Supriyanto
Supriyanto, Didik, 2007. MenjagalndependensiPenyelenggaraPemilu,Jak":-e Perludem. f
Komisi Kebenaran dan Rehonsiliasi, Transisi Politik Acei
  • Aryos Nivada
Nivada, Aryos, 2013. Komisi Kebenaran dan Rehonsiliasi, Transisi Politik Acei..
Evaluasi K::: Peny elenggaraan Pilkada di Indonesia, Yogyakarta: The Indonesian Pca-= for Democracy (IPD)
  • Gregorius Sahda
  • Dan Muhtar Haboddin
Sahda, Gregorius dan Muhtar Haboddin (ed), 2009. Evaluasi K::: Peny elenggaraan Pilkada di Indonesia, Yogyakarta: The Indonesian Pca-= for Democracy (IPD).
antara panitia induk dengan kepala daerah seringkali menjadi ai".-mengapa kepala daerah memiliki akses untuk menentukan siapa-s-.:. sajayang akan ditunjuk. Pada akhirnya, kepala daerah menunjuk --:seleksi berdasarkan kepentingan mereka, terutama untuk lemba
  • R Menjadi Salah Satu Penenru Siapayang Tim Seleksi Yang Ditunjuk
menjadi salah satu penenru siapayang tim seleksi yang ditunjuk. R. antara panitia induk dengan kepala daerah seringkali menjadi ai".-mengapa kepala daerah memiliki akses untuk menentukan siapa-s-.:. sajayang akan ditunjuk. Pada akhirnya, kepala daerah menunjuk --:seleksi berdasarkan kepentingan mereka, terutama untuk lemba:.- Bagian,4,,.,lr...i0{{lai:dniliiiHulu '-.:aa:.a::' t)f ii$mw]i,&aF
Menuju Negara Hukum yang Demokratis
  • Jimly Asshiddiqie
Asshiddiqie, Jimly, 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: PI Bhuana Ilmu Populer.
Arief, 2 0 0 1 . N e gar a dan Masy ar akat M adani dalam Masy ar akat W ar g; dan Per gulat an D emokr asi
  • B Diman
B u diman, Arief, 2 0 0 1. N e gar a dan Masy ar akat M adani dalam Masy ar akat W ar g; dan Per gulat an D emokr asi, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Evaluasi K::: Peny elenggaraan Pilkada di Indonesia
  • Gregorius Sahda
  • Dan Muhtar
  • Haboddin
Sahda, Gregorius dan Muhtar Haboddin (ed), 2009. Evaluasi K::: Peny elenggaraan Pilkada di Indonesia, Yogyakarta: The Indonesian Pca-= for Democracy (IPD).
Selama ini memang telah ada instrumen yang c-: _: dalam setiap panduan, namun mekanisme transparansi hasil penr-, --masih terbatas. Tiansparansi ini tidak hanyadilaksanakan mula.r :,:-proses penunjukkan tim, namun sampai pada penentuan akr-: : tingkatan pengambilan keputusan
  • Yang Diumumkan Ke Publik Sehingga Prasangka Kepenir
penilaian yang diumumkan ke publik sehingga prasangka kepenir:.-.-dapat dihindari. Selama ini memang telah ada instrumen yang c-: _: dalam setiap panduan, namun mekanisme transparansi hasil penr-, --masih terbatas. Tiansparansi ini tidak hanyadilaksanakan mula.r :,:-proses penunjukkan tim, namun sampai pada penentuan akr-: : tingkatan pengambilan keputusan, misalnya penentuan hasil r-:,.