Content uploaded by Sukenda Sukenda
Author content
All content in this area was uploaded by Sukenda Sukenda on May 23, 2017
Content may be subject to copyright.
Available via license: CC BY-SA 4.0
Content may be subject to copyright.
1
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
Peningkatan respons imun non-spesifik, resistensi, dan pertumbuhan udang
vaname (Litopenaeus vannamei) melalui pemberian pakan nukleotida
Enhancement of non-specific immune response, resistance and growth of
(Litopenaeus vannamei) by oral administration of nucleotide
Henky Manoppo1,2, Sukenda3, Daniel Djokosetiyanto3,
Mochamad Fatuchri Sukadi4, Enang Harris3
1 Program Doktoral Ilmu Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, FPIK, Institut Pertanian Bogor
2 Program Studi Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi, Manado
3 Departemen Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
4 Pusat Riset Perikanan Budidaya KKP RI, Jakarta
ABSTRACT
This research evaluated the nonspecific immune responsse, resistance, and growth of Litopenaeus vannamei
fed nucleotide diet. Shrimp juveniles (mean weight 5.39±0.56 g) were reared in two groups of glass aquaria,
each with three replications. Shrimps in group one and group two were fed nucleotide diet and basal diet each
for four weeks. Total haemocyte count (THC) and PO activity were evaluated at the end of feeding while
growth was measured at two weeks interval. At the end of feeding trial, the shrimps were intramuscularly
injected with Vibrio harveyi 0.1x106 cfu.shrimp-1. THC of shrimp fed nucleotide diet significantly increased
(P<0.01) up to 87% higher than shrimps fed basal diet. PO activity also different significantly as compared to
shrimp fed basal diet (P<0.02) 14 days post-challenge, shrimp fed nucleotide diet showed higher resistance
(P<0.01). After 4 weeks of feeding, weight gain achieved 65.38% greater than shrimp fed basal diet (P<0.01).
As conclusion, oral administration of nucleotide at 400 mg.kg-1 diet showed positive effect on the
enhancement of nonspecific immune responsse, resistance, and growth of L. vannamei.
Key words: Litopenaeus vannamei, nucleotide, THC, PO activity, resistance
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi respons imun non-spesifik dan resistensi udang vaname (Litopenaeus
vannamei) yang diberi pakan nukleotida. Juvenil (5,39±0,56 g) dipelihara dalam dua kelompok akuarium kaca
masing-masing dengan 3 ulangan. Udang dalam dalam kelompok pertama diberi pakan nukleotida sedangkan
udang dalam kelompok kedua diberi pakan standar selama 4 minggu. Total haemocyte count (THC) dan
aktivitas phenoloxidase (PO) diukur pada akhir pemberian pakan sedangkan pertumbuhan udang diukur setiap
dua minggu. Pada akhir periode pemberian pakan perlakuan, udang diuji tantang secara injeksi intramuskular
dengan bakteri Vibrio harveyi 0,1x106 cfu.udang-1. THC udang yang diberi pakan nukleotida meningkat secara
signifikan (P<0,01) mencapai 87% lebih tinggi dari udang yang diberi pakan standar. Aktivitas PO udang
yang diberi pakan nukleotida juga berbeda nyata dibandingkan dengan udang yang hanya diberi pakan standar
(P<0,02). Empat belas hari setelah uji tantang, udang yang diberi pakan nukleotida memiliki resistensi yang
lebih tinggi (P<0,01). Setelah 4 minggu pemberian pakan, perolehan berat mencapai 65,38% lebih besar
(P<0,01) dibandingkan dengan udang yang hanya diberi pakan standar. Sebagai kesimpulan, pemberian secara
oral nukleotida pada level 400 mg.kg-1 pakan selama 4 minggu memberi pengaruh positif terhadap
peningkatan respons imun non-spesifik, resistensi dan pertumbuhan udang vaname.
Kata kunci: Litopenaeus vannamei, nukleotida, THC, aktivitas PO, resistensi
PENDAHULUAN
Budidaya udang telah mendapat perhatian
dunia sebab secara nyata berkontribusi dalam
perkembangan ekonomi banyak negara.
Sekalipun demikian, banyak negara-negara
produsen dihadapkan dengan masalah
munculnya penyakit secara berulang yang
mempengaruhi spesies yang dipelihara, dan
karenanya menekan kesinambungan akua-
kultur. Perkembangan penyakit bukan hanya
disebabkan oleh adanya intensifikasi pro-
Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
2
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
duksi tetapi juga oleh kerusakan lingkungan,
polusi, dan ketidakseimbangan nutrisi
(Bachere, 2003). Dalam dua dekade terakhir,
banyak petani atau industri budidaya udang
yang mengalami kerugian ekonomi yang
signifikan terutama disebabkan oleh penyakit
virus (Moss et al., 2006).
Udang vaname pertama kali diimpor ke
Indonesia pada tahun 2000 untuk mengganti
udang windu (P. monodon) yang terserang
WSSV (DKP, 2007). Pada akhir 2007, udang
ini telah dibudidayakan di lebih dari 17
provinsi di Indonesia (Taukhid dan Nur’aini,
2008). Masalah utama yang dihadapi dalam
pengembangan udang vaname adalah
penyakit terutama yang disebabkan oleh
virus. WSSV dan TSV merupakan penyakit
yang paling banyak mengakibatkan kerugian
pada industri budidaya udang vaname di
Amerika maupun Asia, termasuk di
Indonesia (Lightner, 2003). Sementara kedua
virus ini belum teratasi, kini muncul
infectious myonecrosis virus (IMNV)
sebagai penyakit baru. IMNV pertama kali
ditemukan pada tahun 2004 di Brazil, dan
pada tahun 2006 virus ini telah terdeteksi di
Indonesia (Taukhid dan Nur’aini, 2008). Saat
ini, IMNV telah menginfeksi budidaya udang
vaname di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
dan Sumatera. IMNV menyerang udang
terutama pada juvenil dan udang muda
dengan host utama adalah udang vaname.
Penyakit ini berkembang secara perlahan-
lahan dengan mortalitas kumulatif mencapai
40-70% (Lightner, 2009). Dalam mana-
jemen kesehatan budidaya udang, strategi
pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui
berbagai cara seperti penggunaan bahan-
bahan kimia dan antibiotik, vaksinasi, bakteri
probiotik, SPF (specific pathogen free) dan
SPR (specific pathogen resistance), sistim
produksi biosekuriti, dan imunostimulan.
Penggunaan antibiotik memiliki dampak
negatif yaitu akumulasi residu dalam jaringan
ikan dan munculnya drug-resistance
pathogen. Vaksinasi meskipun sangat efektif
namun membutuhkan waktu, tenaga dan
biaya yang mahal serta proteksi yang
dihasilkan bersifat spesifik (Cook et al.,
2003). Probiotik berguna dalam mengontrol
infeksi mikroba melalui kompetisi dengan
mikroorganisme berbahaya/patogen, pro-
duksi bahan-bahan penghambat atau melalui
stimulasi sistim imune udang yang dibudi-
dayakan (Bachere, 2003). Udang SPR hanya
resisten terhadap patogen tertentu dan dengan
adanya mutasi genetik, udang SPR yang
awalnya resisten menjadi suseptibilitas
terhadap patogen yang baru. Resistensi
udang terhadap patogen juga berbeda-beda
berdasarkan siklus hidup udang. Meskipun
strategi biosekuriti seperti pengurangan
pergantian air, penyaringan, pengeringan
kolam, screening (penapisan) postlarva untuk
membatasi masuknya patogen dalam
lingkungan budidaya, dan bahkan dikom-
binasikan dengan udang SPR secara nyata
meningkatkan produksi, namun penyakit
terus saja terjadi dalam usaha budidaya
(Moss et al., 2006). Penggunaan nutrisi yang
seimbang kini sedang diteliti untuk me-
ningkatkan respons terhadap stres dan infeksi
patogen misalnya suplementasi UFA, sterol
dan vitamin dalam pakan. Pendekatan lain
adalah penggunaan imunostimulan dalam
mencegah penyakit infeksius.
Sumber imunostimulan bagi akuakultur
dapat diproduksi secara kimia atau biologi.
Bahan-bahan imunostimulator tersebut dapat
dikelompokkan berdasarkan fungsi maupun
sumbernya dan terdiri atas beragam
kelompok yakni berupa bakteri dan produk
bakteri, yeast, kompleks karbohidrat, faktor
nutrisi, ekstrak hewan, ekstrak tumbuhan,
dan obat-obatan sintetik (Sakai 1999; Sealey
dan Gatlin III 2001; Cook et al., 2003).
Penelitian ini menggunakan nukleotida
sebagai imunostimulan dalam mengontrol
penyakit pada budidaya udang vaname.
Nukleotida memiliki fungsi penting dalam
fisiologi dan biokimia seperti penandaan
(encoding) dan penerusan informasi genetik,
memediasi energi metabolisme dan cell
signalling maupun sebagai koensim,
allosteric effectors, dan cellular agonist
(Galtin III dan Li, 2007).
Nukleotida merupakan nutrien semi
esensial yang mulai mendapat perhatian
serius untuk dikembangkan penggunaannya
sebagai imunostimulan dalam budidaya ikan
dan krustasea dalam beberapa tahun terakhir
ini. Publikasi ilmiah tentang penggunaan
nukleotida pada ikan memperlihatkan bahwa
bahan ini dapat meningkatkan respons imun
3
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
dan resistensi ikan terhadap sejumlah
patogen secara simultan (Burrels et al.,
2001). Selain itu, pemberian nukleotida juga
dapat meningkatkan pertumbuhan serta
meningkatkan toleransi terhadap stress.
Pada udang, laporan-laporan penelitian
tentang penggunaan nukleotida masih belum
tersedia atau masih sangat terbatas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
respons imun non-spesifik, resistensi, dan
performa pertumbuhan udang vaname yang
diberi pakan nukleotida.
BAHAN DAN METODE
Hewan uji
Juvenil udang vaname diperoleh dari
fasilitas pembesaraan udang di Bakauheni
Lampung Selatan. Udang yang diambil
dimasukkan dalam kotak styrofoam yang
dilengkapi dengan aerator baterai, kemudian
diangkut melalui jalan darat ke Laboratorium
Kesehatan Ikan Institut Pertanian Bogor.
Bahan uji
Bahan uji adalah nukleotida murni
(Sigma-Aldrich) yang terdiri atas uridine-5’-
monophosphate disodium salt, cytidine-5’-
monophosphate disodium salt, guanosine-5’-
monophosphate disodium salt, adenosine-5’-
monophosphate sodium salt, dan inosine-5’-
monophosphate disodium salt.
Persiapan pakan
Kelima jenis nukleotida dalam jumlah
yang sama dicampur terlebih dahulu secara
homogen kemudian ditimbang sesuai dosis
yang dibutuhkan yakni 400 mg/kg.
Nukleotida dicampurkan ke dalam pakan
standar dengan cara melarutkannya terlebih
dahulu dalam sedikit air, kemudian dikering-
anginkan dalam temperatur ruang. Setelah
kering, pakan dilapisi dengan albumin (putih
telur) dan dikering-anginkan kembali. Pelet
yang sudah kering selanjutnya dimasukkan
dalam kantong plastik, disimpan dalam
lemari pendingin dan siap untuk digunakan.
Prosedur penelitian dan pengambilan data
Juvenil udang vaname dipelihara selama 2
minggu dalam bak fibreglass (kapasitas 1000
L) untuk proses aklimatisasi. Selama proses
aklimatisasi, udang diberi pakan standar
dengan tingkat pemberian 3% bobot badan/
hari dan diberikan pukul 09.00, 13.00, dan
17.00 setiap hari. Kualitas air dipertahankan
stabil dan penggantian air dilakukan setiap 3-
4 hari sekali tergantung pada kondisi air yang
ada.
Udang (berat rata-rata 5,39±0,56 g)
selanjutnya dipindahkan ke dalam 6 buah
akuarium kaca (60x30x30cm) yang dileng-
kapi aerator dengan airlift system, serta
menggunakan resirkulasi air. Keenam
akuarium tersebut dibagi atas dua kelompok
masing-masing dengan 3 ulangan. Setiap unit
akuarium berisi 50 L air dengan 15 ekor
udang. Udang dalam kelompok pertama
diberi pakan nukleotida sedangkan udang
dalam kelompok kedua diberi pakan standar
tanpa suplementasi nukleotida. Pemberian
pakan dilakukan selama 4 minggu.
Selama masa percobaan, parameter
kualitas air dimonitor setiap hari untuk
menjamin agar parameter lingkungan tetap
berada dalam kondisi stabil. Kotoran dan
sisa pakan yang terakumulasi dalam
akuarium dikeluarkan melalui penyiponan.
Penggantian air juga dilakukan setiap 3-4
hari sekali tergantung pada kondisi air yang
ada.
Sampel haemolymph untuk pengukuran
parameter imun diambil dari 3 ekor udang
per unit akuarium dan dikerjakan pada akhir
periode pemberian pakan perlakuan (minggu
ke-4). Pengambilan sampel haemolymph
dikerjakan berdasarkan prosedur yang
dikemukakan oleh (Liu dan Chen, 2004).
Secara singkat, sekitar 0,1 ml haemolymph
diambil dari ventral sinus pada pangkal ruas
tubuh pertama dengan menggunakan alat
suntik 1 ml setelah sebelumnya dimasukkan
0,9 ml antikoagulan (30 mM trisodium sitrat,
0,34 M natrium klorida, 10 mM EDTA, pH
7,55, osmolaritas 780 mOsm/kg).
Parameter imun
Parameter imunitas udang yang diukur
terdiri atas total haemocyte count (THC), dan
Aktivitas phenoloxidase (PO). Prosedur
penghitungan parameter imun adalah sebagai
berikut:
Penghitungan THC
Sebanyak 50 µl campuran haemolymph-
antikoagulan dimasukkan dalam neutral
4
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
buffered formalin (10%) selama 30 menit.
Selanjutnya, THC dihitung dengan meng-
gunakan haemacytometer di bawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 40x.
Aktivitas PO
Aktivitas PO haemocyte diukur
berdasarkan formasi dopachrome yang di-
hasilkan oleh L-DOPA. Pengukuran aktivitas
PO dikerjakan berdasarkan prosedur yang
dikemukakan oleh Liu dan Chen, 2004.
Pertama-tama, 1 ml campuran hemolymph-
anticoagulan disentrifuse pada 700 g selama
20 menit pada 4oC. Supernatan dikeluarkan
dan pelet disuspensikan kembali secara
perlahan-lahan ke dalam larutan cacodylate-
citrate buffer (0.01 M sodium cacodylate,
0,45 M sodium chloride, 0.10 M trisodium
citrate, pH 7) dan disentrifuse kembali. Pelet
kemudian diambil dan disuspensikan dalam
200 µl cacodylate buffer (0,01 M sodium
cacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,01 M
calcium chloride, 0,26 M magnesium
chloride, pH 7).
Aliquot sebanyak 100 µl diinkubasi
dengan 50 µl trypsin (1 mg.ml-1 cacodylate
buffer) sebagai aktivator selama 10 menit
pada temperatur 25-26oC. Selanjutnya
tambahkan 50 µl L-DOPA (3 mg.ml-1
cacodylate buffer), setelah 5 menit,
ditambahkan 800 µl cacodylate buffer.
Optical density (OD) 490 nm diukur dengan
menggunakan Spektrofotometer (Hitachi U,
2000).
Larutan standar mengandung 100 µl
suspensi haemocyte, 50 µl cacodylate buffer
(pengganti trypsin), dan 50 µl L-DOPA
digunakan untuk mengukur background
aktivitas PO pada semua larutan uji.
Densitas optikal (OD) dari aktivitas PO pada
semua kondisi uji dinyatakan sebagai formasi
dopachrome dalam 50 µl haemolymph.
Resistensi
Setelah 4 minggu pemberian pakan
perlakuan, udang (8 ekor/akuarium) diuji-
tantang dengan bakteri Vibrio harveyi.
Sebelum dilakukan uji tantang, aerator
dimatikan terlebih dahulu selama kurang
lebih 30 menit, kemudian udang diuji tantang
melalui injeksi intramuskular 0,1 mL larutan
bakteri V. harveyi 1x106 cfu/mL pada ruas
tubuh ke tiga. Selanjutnya udang dimasukkan
kembali ke dalam akuarium. Selama periode
uji tantang, udang diberi pakan standar.
Kualitas air dimonitor agar berada dalam
kondisi stabil dan penggantian air dilakukan
setiap 3-4 hari sekali tergantung pada kondisi
air. Udang mati dikeluarkan setiap hari guna
mengkonfirmasi bahwa penyebab kematian
adalah V. harveyi. Pengamatan terhadap
mortalitas dilakukan setiap hari selama 14
hari setelah uji-tantang. Resistensi udang
diukur berdasarkan tingkat kelangsungan
hidup (SR) yang dicapai sampai pada akhir
periode pengamatan, SR dihitung dengan
formula (Effendie, 2002), SR (%)= Nt/No
x100, Nt=jumlah udang hidup pada waktu t
(ekor), No=jumlah udang hidup waktu tebar
(ekor).
Pertumbuhan
Pertumbuhan udang diukur setiap dua
minggu sekali yakni pada hari ke 14 dan 28.
Pertumbuhan dinyatakan sebagai selisih
antara berat udang yang diukur pada akhir
percobaan dengan berat udang pada awal
percobaan (Effendie, 2002): G= Wt–Wo,
G=pertumbuhan, Wt=berat udang pada
waktu t (g), Wo=berat udang pada awal
percobaan (g).
Analisis data
Evaluasi perbedaan responss imunitas
udang (THC, aktivitas PO), resistensi dan
pertumbuhan akibat adanya perlakuan
dilakukan melalui analisis ragam (Anova)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total haemocyte count (THC)
Suplementasi nukleotida dalam pakan
dapat meningkatkan jumlah haemocyte
udang. Hasil analisis memperlihatkan bahwa
THC udang yang diberi pakan nukleotida
berbeda sangat nyata (P<0,01) jika
dibandingkan dengan udang yang hanya
diberi pakan standar (Gambar 1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
apabila udang diberi pakan nukleotida 400
mg.kg-1 pakan selama 4 minggu berturut-
turut, maka THC dapat meningkat mencapai
87% lebih tinggi dibandingkan dengan udang
yang diberi pakan standar (Gambar 1). Hasil
yang sama juga ditemukan pada penelitian
5
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
yang telah dilakukan sebelumnya yaituTHC
meningkat sekitar 76% lebih tinggi dari
udang kontrol (Manoppo et al., 2009).
Peningkatan jumlah THC disebabkan karena
nukleotida merupakan nutrien semi esensial
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perbanyakan sel (Barnes, 2006). Sajeevan et
al. (2006) juga menyatakan bahwa nuk-
leotida yang ditambahkan dalam pakan
udang dapat mengoptimalkan fungsi
pembelahan sel termasuk sel-sel imun.
Aktivitas phenoloxidase (PO)
Pemberian secara oral nukleotida juga
meningkatkan aktivitas PO udang vaname.
Hasil analisis memperlihatkan bahwa
aktivitas PO udang yang diberi pakan
nukleotida selama 4 minggu berbeda nyata
(P<0,02) jika dibandingkan dengan udang
yang diberi pakan standar (Gambar 2).
Sampai saat ini, belum ada laporan yang
tersedia tentang pengaruh nukleotida pada
resistensi udang terhadap infeksi patogen.
Pada ikan (Li et al., 2004) melaporkan bahwa
produksi oxidative radical neutrofil darah
striped bass hibrida meningkat setelah diberi
pakan nukleotida selama 6-7 minggu dan
diuji tantang dengan Streptococcus iniae,
dan kelangsugan hidup ikan yang diberi
pakan nukleotida (80%) lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan
tanpa suplemen nukleotida (60%).
Pada rainbow trout berukuran 53-55 g,
mortalitas ikan yang diberi pakan nukleotida
(Optimun, 2 g/kg pakan) selama 2 minggu
dan diuji tantang ISAV (infectious salmon
anaemia virus) sebesar 35,7% sedangkan
ikan yang diberi pakan tanpa nukleotida
memiliki mortalitas 48% (Burrels et al.,
2001). Sakai et al. (2001) juga melaporkan
pemberian nukleotida yang diisolasi dari
yeast RNA 15 mg/ikan selama 3 hari pada
Cyprinus carpio 100 g meningkatkan
resistensi terhadap infeksi Aeromonas
hydrophila. Aktivitas fagositosis, respiratory
burst, serum complement dan aktivitas
lisozyme ikan yang diberi pakan nukleotida
meningkat. Burgents et al. (2004) juga
melaporkan peningkatan resistensi L.
vannamei terhadap infeksi buatan Vibrio jika
udang diberi pakan mengandung
Saccharomyces cerevisiae.
Gambar 1. THC (total haemocyte count) rata-rata (x
107 sel/mL) Litopenaeus vannamei setelah diberi
pakan nukleotida selama 4 minggu.
Gambar 2. Aktivitas PO (phenoloxidase) Lito-
penaeus vannamei setelah diberi pakan nukleotida
selama 4 minggu.
Gambar 3. Kelangsungan hidup Litopenaeus
vannamei setelah diberi pakan nukleotida selama 4
minggu dan diuji tantang dengan bakteri Vibrio
harveyi 0,1x106 cfu.udang-1.
Pertumbuhan
Pertumbuhan udang diukur setiap 2
minggu sekali. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa administrasi pakan nukleotida selama
Kelangsungan hidup (%)
Aktivitas PO
Resistensi (%)
THC (x107sel/mL)
6
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
Tabel 1. Pertumbuhan L. vannamei setelah diberi pakan nukleotida selama 4 minggu.
Perlakuan
Berat Awal (g)
Berat Akhir (g)
Perolehan Berat (g)
14 hari
28 hari
14 hari
28 hari
Pakan Standar
5,39±0,56
7,37±0,36
8,25±0,71
1,98±0,36
2,86±0,71
Nukleotida
5,39±0,56
7,71±0,81
10,12±0,57
2,32±0,81
4,73±0,57
14 hari tidak memberikan pengaruh terhadap
laju pertumbuhan udang (P>0,05). Setelah
28 hari pemberian, pertumbuhan udang yang
diberi nukleotida berbeda sangat nyata jika
dibandingkan dengan pertumbuhan udang
yang hanya diberi pakan standar (P<0,0)
(Gambar 4).
Pertumbuhan udang yang diberi nuk-
leotida mencapai rata-rata 4,73 g atau
65,38% lebih tinggi dari pertumbuhan udang
yang diberi pakan standar (Tabel 1). Hasil ini
sama seperti yang teramati pada penelitian
terdahulu dimana pertumbuhan mencapai
5,05 g atau (50.74% lebih tinggi dari kontrol)
setelah 4 minggu pemberian nukleotida 400
mg/kg pakan. Peningkatkan pertumbuhan
pada udang yang diberi nukleotida me-
rupakan hasil peningkatan efisiensi dan
pengambilan pakan udang. Adenosine dan
inosine yang sudah banyak digunakan dalam
pakan ternak, ikan dan krustasea laut yang
dapat meningkatkan pengambilan pakan
udang sehingga mengurangi leaching ke
dalam air. Sebaliknya, leaching nukleotida ke
dalam air diduga juga akan meningkatkan
daya tarik pakan dan pengambilan pakan
oleh udang. Jadi peningkatan pertumbuhan
Gambar 4. Pertumbuhan udang vaname
setelah 14 hari dan 28 hari diberi pakan
nukleotida.
udang diduga terjadi sebagai hasil pe-
ningkatan efisiensi dan pengambilan pakan
udang (Li et al., 2007).
KESIMPULAN
Pemberian nukleotida 400 mg/kg melalui
pakan selama 4 minggu memberi pengaruh
positif terhadap peningkatan respons imun
non-spesifik, resistensi dan pertumbuhan
udang vaname.
DAFTAR PUSTAKA
Barnes. A., 2006. Dietary Nucleotides:
Essential nutrients for shrimp growth and
immunity? Centre for Marine Studies,
University of Queensland.
Bachere, E., 2003. Anti-infectious immune
effectors in marine invertebrate: potential
tools for disease control in larviculture.
Aquaculture 227, 427–438.
Burgents, J.E., Burnett, KG., Burnet, LE.,
2004. Disease resistance of Pacific white
shrimp, Litopenaeus vannamei, following
dietary administration of a yeast culture
food supplement. Aquaculture 231, 1–8.
Burrells, C., Williams, P.D., Fomo, P.F.,
2001. Dietary nucleotide: a novel
supplement in fish feeds. 1. Effects on
resistance to disease in salmonids.
Aquaculture 199, 159–169.
Cook, M.T., Hayball, P.J., Hutchinson, W.,
Nowak, B.F., Hayball, J.D., 2003.
Administration of a commercial immune-
stimulan preparation, EcoActiva as a feed
supplement enhances macrophage respira-
tory burst and the growth rate of snaper
(Pagurus auratus, Sparidae (Bloch and
Schneider) in winter. Fish and Shellfish
Immunology 14, 333–345.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
2007. Revitalisasi Budidaya Udang.
7
Henky Manoppo et al. / Jurnal Akuakultur Indonesia 10 (1), 1–7 (2011)
Galtin III, D.M., Li, P., 2007. Nucleotide.
Departement of Wildlife and Faculty of
Nutrition, Texas A&M University System,
College Station USA.
Gullian, M., Thompson, F., Rodriguez, J.,
2004. Selection of probiotic bacteria and
study of their immunostimulatory effect in
Penaeus vannamei. Aquaculture 233, 1–
14.
Li, C.H., Yeh, S.T., Chen, J.C., 2008. The
immune responsse of white shrimp
Litopenaeus vannamei following Vibrio
alginolyticus injection. Fish and Shellfish
Immunology 25, 853–860.
Li, P., Lawrence, A.I., Castille, F.L., Galtin
III, D.M., 2007. Preliminary evaluation of
a purified nucleotide mixture as a dietary
supplement for Pacific white shrimp Lito-
penaeus vannamei (Boone). Aquaculture
Research 38, 887–890.
Li, P., Galtin III, D.M., 2006. Nucleotide
nutrition in fish: Current knowledge and
future application. Aquaculture 251, 141–
152.
Li, P., Lewis, D.H., Galtin III, D.M., 2004.
Dietary oligonucleotide from yeast RNA
influence immune responsses and
resistance of hybrid striped bass (Morone
chrysops x M. saxatilis) to Streptococcus
iniae infection. Fish and Shellfish
Immunology 16, 561–569.
Lightner, D.V., 2003. Exclusion of specific
pathogen for disease prevention in a
penaeid shrimp biosecurity program.
World Aquaculture Society pp. 81–116.
Lightner, D.V., 2009. Disease of crustacean;
viral diases-infectious myonecrosis.
Aquatic Animal Science. http://library.
enaca.org/Health/Field.
Liu, C.H., Chen, J.C., 2004. Effect of
ammonia on the immune responsse of
white shrimp Litopenaeus vannamei and
its susceptibility to Vibrio alginolyticus.
Fish and Shellfish Immunology 16, 321–
334.
Lopez, N., Cuzon, G., Gaxiola, G., Taboada,
G., Valenzuela, M., Pascual, C., Sanches,
A., Rosas, C., 2003. Physiological,
nutritional, and immnunological role of
dietary β-glucan and ascorcic acid 2-
monophosphate in Litopenaeus vannamei
juveniles. Aquaculture 224, 223–243.
Manoppo, H., Sukenda, Djokosetiyanto, D.,
Fatuchri, M., Harris, E., 2009. Nukleotida
meningkatkan respons imun dan performa
pertumbuhan udang vaname, Litopenaeus
vannamei. Aquacultura Indonesiana 10,
85–92.
Moss, S.M., Arce, S.M., Moss, D.R.., Otoshi,
CA., 2006. Disease prevention strategies
for penaeid shrimp culture. The Oceanic
Institute, Hawaii USA.
Sajeevan, T.P., Philip, R., Singh, I.S.B.,
2006. Immunostimulatory effect of a
marine yeast Candida sake S165 in
Fenneropenaeus indicus. Aquaculture
257, 150–155.
Sakai, M., Taniguchi, K., Mamoto, K.,
Ogawa, H., Tabata, M., 2001.
Immunostimulant effects of nucleotide
isolated from yeast RNA on carp,
Cyprinus carpio L. Journal of Fish
Disease 24, 433–438.
Sakai, M., 1999. Current research status of
fish immunostimulants. Aquaculture 172,
63–92.
Sealey, W.M., Galtin III, D.M., 2001.
Overview of nutritional strategies
affecting the health of marine fish diacu
dalam Nutrition and Fish Health. Food
Products Press, New York.
Taukid., Nuraini, Y.L., 2008. Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV) in Pacific
White Shrimp Litopenaeus vannamei) in
Indonesia. Fish Health Research
Laboratory, Research Institute for
Freshwater Aquaculture, Indonesia.
Vargas-Albores, F., Yepiz-Plascencia, G.,
2000. Beta glucan binding protein and its
role in shrimp immune response.
Aquaculture 191, 13–21.