ArticlePDF Available

Keterkaitan Pemilihan Keberagaman dengan Status Gizi Anak : Systematic Review

Authors:

Abstract

Status gizi anak sangat penting terutama pada masa awal pertumbuhan anak. Ketidakadekuatan gizi anak akan menimbulkan masalah seperti stunting, wasting bahkan obesitas. Salah satu faktor yang berhubungan dengan status gizi anak adalah keberagaman makanan anak terutama pada fase pemberian MPASI. Artikel ini merupakan systematic review yang membahas hubungan keberagaman MPASI anak dan status gizi. Sumber pencarian adalah Science Direct, Scopus, Wiley Online Library, Sage Pub Journal, dan Clinical key yang diterbitkan dari 2016-2021. Hasil menunjukkan bawah pemberian makanan MPASI yang beragam memiliki dampak positif dan mampu mengurangi risiko gangguan tumbuh kembang anak. Maka dari itu penting bagi orang tua untuk memberikan makanan yang beragam sesuai anjuran yang ada untuk menjaga status gizi anak.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
617
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf13309
Keterkaitan Pemilihan Keberagaman dengan Status Gizi Anak
Ulfia Fitriani Nafista
Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia; ulfia.fitriani@ui.ac.id (koresponden)
Nani Nurhaeni
Departemen Keperawatan Anak, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia; nani-n@ui.ac.id
Imami Nur Rachmawati
Departemen Keperawatan Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia; inrachma@ui.ac.id
ABSTRACT
The nutritional status of children is critical, especially in the early stages of child growth. Inadequate child
nutrition will cause stunting, wasting, and even obesity problems. One of the factors related to the nutritional
status of children is the diversity of children's food, especially during the complementary feeding phase. This
article was a systematic review that discusses the relationship between the diversity of complementary foods in
children and nutritional status. Search sources were Science Direct, Scopus, Wiley Online Library, Sage Pub
Journal, and Clinical Key published from 2016-2021. The results showed that various complementary foods
positively impact and can reduce the risk of impaired child development. Therefore, parents need to provide a
variety of foods according to the existing recommendations to maintain the nutritional status of children.
Keywords: complementary feeding; dietary diversity; nutritional status
ABSTRAK
Status gizi anak sangat penting terutama pada masa awal pertumbuhan anak. Ketidakadekuatan gizi anak akan
menimbulkan masalah seperti stunting, wasting bahkan obesitas. Salah satu faktor yang berhubungan dengan
status gizi anak adalah keberagaman makanan anak terutama pada fase pemberian MPASI. Artikel ini merupakan
systematic review yang membahas hubungan keberagaman MPASI anak dan status gizi. Sumber pencarian adalah
Science Direct, Scopus, Wiley Online Library, Sage Pub Journal, dan Clinical key yang diterbitkan dari 2016-
2021. Hasil menunjukkan bawah pemberian makanan MPASI yang beragam memiliki dampak positif dan mampu
mengurangi risiko gangguan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk memberikan
makanan yang beragam sesuai anjuran yang ada untuk menjaga status gizi anak.
Kata Kunci: keberagaman makanan; MPASI; status gizi
PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan gizi anak hingga saat ini masih menjadi perhatian baik dunia internasional maupun
di Indonesia. Peningkatan kesehatan anak secara global merupakan hal yang disoroti dan merupakan salah satu
fokus utama dalam program Sustainable Development Goals (SDGs). Peningkatan kesehatan anak dan gizi
merupakan salah satu strategi yang dilakukan secara global dalam hal meningkatkan dan mempercepat serta
menguatkan fondasi kesehatan dunia (1). Salah satu masalah nutrisi anak adalah stunting yang diperkirakan
dialami oleh 155 juta anak di dunia (2). Di Indonesia, berdasarkan riset dari Kementerian Kesehatan, jumlah kasus
stunting pada tahun 2018 adalah 29,9% (3).
Pemerintah Indonesia dalam Perpres tahun 2018 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM), menargetkan pada tahun 2024 persentase stunting di Indonesia dapat mencapai 14% (4). Dalam rangka
percepatan program penurunan stunting perlu mengidentifikasi faktor-faktor risiko stunting seperti: buruknya pola
makan anak seperti kurangnya ASI eksklusif, makanan pendamping ASI yang terlalu dini, kurang pengetahuan
orang tua tentang makanan anak, dan status ekonomi (5).
Faktor yang berperan dalam status gizi anak diantaranya adalah pemberian makanan pendamping ASI atau
MPASI. Salah satu faktor penting dalam pemberian MPASI adalah keberagaman MPASI anak yang sangat
penting diberikan terutama pada usia 6-23 bulan sehingga diharapkan mampu meningkatkan status gizi anak (6).
Berdasarkan sensus tahun 2020, ada 70 dari 100 anak usia 6-23 bulan yang mendapat minimal 4 kelompok
makanan dalam 24 jam terakhir (6). Keluarga dikatakan memiliki konsumsi makanan yang baik adalah keluarga
yang mampu mengkonsumsi makanan minimal 5 kelompok makanan yaitu karbohidrat, protein hewani dan
nabati, lemak, buah serta sayur. Keluarga yang mengkonsumsi makanan kurang dari 5 kelompok tersebut
dikategorikan memiliki tingkat konsumsi sedang dan rendah (7). Keluarga yang memiliki pola pemilihan konsumsi
makanan lebih baik serta memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi cenderung memiliki risiko lebih rendah
memiliki anak stunting (8). Pada penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, Indonesia, ditemukan hubungan antara
keberagaman makanan anak dan risiko stunting, semakin tinggi keberagaman makanan anak maka semakin
rendah risiko anak mengalami stunting (9).
Systematic review ini bertujuan untuk meninjau dan mendiskusikan tentang penelitian terdahulu yang
membahas tentang keterkaitan keberagaman MPASI dan status gizi anak. Penelitian ini diharapkan mampu
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
618
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
memberikan informasi terkait pemberian makanan yang beragam pada fase MPASI sehingga diharapkan
meningkatkan status gizi anak.
METODE
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinjuan sistematis dan menggunakan
kerangka PICO. P adalah pasien (Patient) yaitu anak dengan usia 6-23 bulan yang dicari dengan kata kunci
children OR pediatric. Kemudian I yaitu intervensi (Intervention) yaitu pilihan keberagaman makanan dengan
kata kunci dietary diversity OR variation OR choice. Komponen C adalah Comparison atau pembanding dan
dalam penelitian ini tidak ada pembanding, selanjutnya O adalah outcome atau hasil yang diharapkan yaitu status
gizi anak yang dicari dengan kata kunci nutrition status. Pencarian artikel dilakukan menggunakan berbagai
database Science Direct, Scopus, Wiley Online Library, Sage Pub Journal, Clinical Key. Kata kunci yang
digunakan dalam melakukan pencarian yaitu Dietary Diversity AND Food Preference AND Complementary
Feeding AND Nutririon Status. Pemilihan artikel berdasarkan kriteria inklusi yaitu 1) artikel membahas pemilihan
keberagaman MPASI anak 2) Usia anak dalam antara 6-24 bulan 3) Artikel dalam Bahasa Inggris atau Bahasa
Indonesia 4) Artikel diterbitkan dari tahun 2016-2021. Sedangkan kriteria eklusi dalam pemilihan artikel adalah
1) Usia anak lebih dari 24 bulan 2) Tidak bisa diakses full text.
Berdasarkan hasil dari skrining awal menggunakan kata kunci terpilih dari beberapa database didapapat
2320 artikel. Selanjutnya dilakukan skrining awal melalui pembacaan judul dan abstrak sehingga tersisa 225
artikel yang akan diproses ke tahap selanjutnya. Selanjutnya penulis melakukan pengecekan duplikasi dari artikel
dan didapatkan sisa artikel 207. Pada tahap keempat penulis membaca fulltext dan didapatkan sejumlah 10 artikel.
Dari artikel terpilih ini nantinya akan melakukan penilaian kualitas artikel atau critical appraisal dengan
menggunakan formulir JBI (The Jonna Briggs Institute).Setelah melakukan evaluasi, maka jumlah artikel yang
tersisa dan dibahas dalam artikel review ini yaitu 10 artikel. Proses penilaian artikel berdasarkan PRISMA
(Preferred Reporting Items for Systematic Review and Meta Analisis) untuk menilai secara komperhensif. Tahapan
rinci pemilihan artikel dapat dilihat pada gambar 1
Gambar 1. Diagram alir PRISMA
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
619
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
HASIL
Tinjuan sistematis ini membahas tentang keterkaitan pemilihan keberagaman MPASI terhadap status gizi
anak. Literatur dicari dari total 4 database dan setelah didapatkan 207 artikel yang dibaca secara penuh. Akhirnya
terpilih 10 artikel yang memenuhi kriteria dengan 8 penelitian cross sectional, 1 randomized controlled trial dan
1 cohort study. Penelitian di lakukan pada anak usia 6-23 bulan di berbagai negara mulai Kenya, Somalia, Ethiopia
hingga Australia. Berdasarkan temuan ditemukan dua tema utama yaitu, hubungan keberagaman makanan dan
status gizi anak dan faktor-faktor yang berhubungan dengan keberagaman makanan anak.
Keberagamanan makanan anak sangat berpengaruh terhadap angka kecukupan gizi, kepadatan nutrisi, serta
jumlah energi yang didapat anak. Pemberian susu formula dan ASI berhubungan dengan tingkat kepadatan nutrisi
mikro serta keberagaman makanan pada anak. (10). Keberagaman makanan anak juga berhubungan usia anak
dimana anak pada kelompok usia 6-8 bulan dan kelompok usia 9-11 bulan adalah sebesar 12% sedangkan pada
kelompok usia 12-23 bulan keberagaman makanan anak sebesar 38%. Angka tersebut mengindikasikan bahwa
anak hanya mengkonsumsi kurang lebih 4 kelompok makanan dalam satu hari, dan hal tesebut masih dibawah
rekomendasi WHO yang menyarankan mengkonsumsi minimal 5 dari 8 kelompok makanan (11).
Peningkatan kebergaman makanan anak dapat dilakukan dengan salah satunya meningkatkan konsumsi
protein anak dengan memberikan konsumsi ikan pada anak (12). Ikan dapat dijadikan alternatif meningkatkan
keberagaman makanan pada anak sebagai salah satu sumber makanan lokal yang mudah didapat. Pemberian ikan
ini dilakukan untuk meningkatkan rendahnya konsumsi daging pada anak (13). Keberagaman dan keseimbangan
konsumsi makanan pada anak penting untuk diberikan untuk mengurangi risiko malnutrisi pada anak. Pada
kelompok anak yang menjadi vegetarian di India di dapatkan hasil hanya 21,7% anak yang mengkonsumsi 4
kelompok makanan. Rendahnya kelompok makanan yang dikonsumsi ini berhubungan dengan status gizi anak,
dalam kelompok anak vegetarian didapatkan stunting sebesar 35%, wasting 20% dan underweight 27%, dengan
persentase laki-laki lebih tinggi. Maka disarankan untuk meningkatkan konsumsi susu pada anak untuk
mengurangi risiko gagal tumbuh anak vegetarian (14). Pentingnya pemberian makanan yang berimbang baik makro
dan mikro pada anak karena pemberian makanan yang adekuat memiliki korelasi terhadap pertumbuhan
tinggi/panjang anak. Nutrisi yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan tinggi/panjang anak diantaranya
adalah konsumsi protein dan magnesium pada anak yang memiliki korelasi positif dengan tinggi anak. (15).
Pemberian MPASI anak yang beragam berhubungan dengan berbagai faktor seperti salah satunya adalah
BMI (Body Mass Index) ibu (16). Selain itu kondisi keuangan keluarga juga berperan dalam bagaimana keluarga
mampu memberikan makanan yang beragam pada anak (12).Pemberian makanan anak tidak hanya berhubungan
peran ibu namun juga berhubungan dengan keterlibatan ayah dalam memberikan dukungan dalam memberikan
makanan yang beragam. Peran ayah yang secara aktif dalam fase pemberian makanan anak mampu meningkatkan
keberagaman makanan anak (17).
Pemberian MPASI anak juga sangat berubungan dengan pengetahuan ibu, berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Ghana didapatkan hasil pengetahuan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan keberagaman
makanan pada anak dengan nilai P <0.001. Ibu yang mendapatkan pengetahuan tentang pemberian makanan anak
baik dari media masa, selama perawatan paska kehamilan serta diskusi dengan tenaga kesehatan mampu
memberikan makanan yang lebih beragam pada anak (17). Rendahnya keberagaman makanan berhubungan dengan
pengetahuan ibu memiliki korelasi dengan waktu pemberian MPASI anak. Awal pemberian MPASI yang terlalu
cepat atau terlambat berpenngaruhh terhadap pemilihan kebergaman makanan anak (18). Pengambilan keputusan
tentang MPASI anak yang dilakukan oleh ibu merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan keberagaman
makanan anak (19). Selain faktor internal terdapat juga faktor eksternal yang juga mempengaruhi keberagaman
makanan anak diantaranya berhubungan dengan kondisi lingkungan rumah anak seperti ketersediaan air, jamban
yang menjadi salah satu indikator level kesehatan keluarga (19).
Tabel 1. Ringkasan studi yang dipilih
No
A
u
t
ho
r
D
s
i
gn
/
s
a
m
p
l
e
Aim
R
s
u
lt
s
1
.
Yesuf
et al
,
2021 (16)
C
ross sectional
dengan 518
partisipan.
Untuk menilai keberagaman
makanan minimum dan faktor
yang berhubungan risiko
malnurtrisi dan gangguan tumbuh
kembang di kota Assis Zemen,
Ethiopia
-
Pemilihan keberagaman makanan anak dalam
kategori minimal sebesar 44,6%.
-Faktor yang berhubungan dengan
keberagaman makanan anak diantaranya
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, usia
anak serta riwayat penyakit
terdahulu.
2
Faber
et al
,
2020. (10)
Pooled
Randomized
Controlled
Trial dengan
partisipan
anak 6-24
bulan yang
Untuk mencari hubungan dari
pola makan anak dengan
energi/nutrisi yang didapat
serta kualitas makanan anak.
-
Pola makan anak berhubungan dengan angka
kecukupan gizi, kepadatan nutrisi, serta jumlah
energi anak.
-Konsumsi susu formula dan ASI pada anak
sangat mempengaruhi kepadatan nutrisi dan
keberagaman makanan anak.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
620
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
No
A
u
t
ho
r
D
s
i
gn
/
s
a
m
p
l
e
Aim
R
s
u
lt
s
dibagi 3
kelompok.
-Usia 6 -11
bulan (n =
1585)
-12-12 bulan
(n=1131)
-18-24 bulan
(n=620).
3
M
ejos
et al
,
2021. (11)
Cross sectiona
l
dengan patisipan
297 anak dengan
usia 6-23 bulan.
Untuk menilai nutrisi dan
peningkatan MPASI anak
sesuai rekomendasi dengan
menggunakan makanan lokal.
Untuk memaksimalkann
keberagaman makanan pada
usia 6
-
23 bulan
Keberagaman makanan anak bergant
ung
dari kelompok usia. Pada kelompok 6-8
bulan keberagaman makananan sangat
rendah dengan 12%. Kelompok usia 9-11
bulan sebesar 38%, dan kelompok 12-23
bulan dengan 37,8%.
4
Marinda
et al
,
2018.(12)
Cross sectional
dengan 714
partisipan.
Untuk menilai hubungan
konsumsi ikan terhadap variasi
dan status makanan anak
berdasarkan
status ekonomi sosial
pada ibu yang hamil dan anak usia
6- 23 bulan serta kelompok 24-59
bulan.
-
Angka keberagaman makanan anak rendah.
-Pemberian konsumsi ikan meningkatkan angka
keberagaman makanan dan status gizi anak.
-Faktor yang berhubungan dengan stunting
diantaranya BMI Ibu dan pendidikan ibu.
5
Tonkin
et al
,
2020.(13)
Cross sectional
dengan 100
partisipan.
Untuk mendeskripsikan
makanan anak usia 6-23
bulan di komunitas Aborigin
serta mengeksplorasi
pemberian ASI, pola makan,
kebergaman makanan dan
membandingkan dengan
guideline makanan Australia
(ADGS)
-
Keberagaman makanan anak miminimal.
Dengan presentase konsumsi karbohidrat
(4%), sayur (7%), dan susu 5%.
Sedangkan konsumsi daging masih
dibawah rekomendasi.
-Konsumsi makanan tradisional
berhubungan dengan konsusmi ikan dan
hewan laut pada anak.
-Peningkatan kebergaaman makanan
berhubungan dengan level keuangan untuk
meningkatkan
food security
6
Pandey
&
Kashima,
2021.(14)
Cross sectional
dengan 74.132
partisipan.
Untuk menilai hubungan dari
keberagaman diet dan status
nutrisi anak. Menegaskan
hubungan dari pemberian susu
sebagai salah satu strategi dalam
meningkatkan status gizi anak
-
Hanya 21,7% anak yang mengkonsumsi susu
setiap harinya mengkonsumsi makanan lebih dari
4 kelompok.
-Dari total anak vegetarian didapatkan ada
kegagalan tumbuh kembang, 35% stunting
dengan prevalensi anak laki-laki sedikit lebih
tinggi. Presentase wasting adalah sebesar 20%,
dan underweight 27%.
-Pemberian susu pada anak vegetarian mampu
meningkatkan resiko gagal tumbuh pada anak.
7
Gebremedhin
et
all, 2017. (20)
Cross
sectional
dengan 2080
partisipan.
Untuk menilai faktor yang
berperan dalam
keberagaman makanan
pada anak usia 6-23 bulan
di Ethiopia.
-
Hanya 7% dari anak yang mencukupi standar
keberagaman makanan minimal.
-Usia anak dan pengetahuan ibu akan Infant and
Young Child Feeding (IYCF) adalah faktor yang
berperan dalam level keberagaman makanan anak
-Selain itu keterlibatan ayah juga mempengaruhi
nilai keberagaman makanan.
.
8
Di
Marcantonio
et al, 2020.(19)
Cross sectional
dengan 3188
partisipan anak
dengan usia 6-23
bulan.
Untuk menilai keberagaman
makanan dan faktor yang
berhubungan pada anak usia 6-23
bulan di IDP (Internally
Displaced Person) di Somalia.
-
Secara keseluruhan keberagaman makanan pada
anak di penampungan hanya sebesar 15%.
-Kebanyakan anak hanya mengkonsusmi 2-3
kelompok makanan.
-Konsumsi buah, sayur dan telur sangat rendah.
-Level kebersihan, keputusan ibu merupakan
faktor yang berhubungan dengan keberagaman
makanan anak
.
9
Kemboi
et al
,
2020. (18)
Cross sectional
dengan partisipan
ibu yang memiliki
anak 6-23 bulan
Untuk menilai faktor yang
berhubungan dengan
keberagaman makanan, frekuensi
makan, dan makanan yang
disarakan untuk anak usia 6-23
bulan di Kenya.
-
Dari total 7 kelompok makanan yang disarankan
hanya 56,8% anak yang memenuhi angka standar
untuk keberagaman makanan.
-Pendidikan ibu/caregiver berhubungan dengan
rendahya keberagaman makanan anak.
-Selain itu pemasukan keluarga, gender anak, cara
pemberian makanan cepat/lambat juga
berpengaruh terhadap kebergaman makanan anak.
10
Das
et al
.
2020. (15)
Cohort study
dengan 265
partisipan.
Untuk menilai peran dari nutrisi
mikro dan makro pada anak
secara berkelanjutan pada 24
bulan pertama kehidupan di
Dhaka, Bangladesh.
-
Konsumsi magnesium pada usia 9
-
11 bulan
berhubungan dengan panjang/tinggi badan
berdasarkan usia anak.
-Sedangkan konsumsi protein yang berasal dari
hewan pada 15-17 bulan lebih berperan pada
tinggi anak.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
621
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
PEMBAHASAN
Keberagaman makanan anak sangat menentukan kualitas makanan anak. Semakin sedikit keberagaman
makanan anak maka jumlah nutrisi yang didapat semakin rendah, kualitas yang buruk biasanya bersamaan dengan
tingginya konsumsi lemak dan gula (21). Hal ini tentunya bertentangan dengan penelitian yang dipilih dalam
penulisan ini dimana semakin tinggi sayur dan buah, angka kecukupan gizi dan nilai keberagaman makanan
semakin baik. Pemilihan makanan dengan keberagaman yang sedikit akan berpengaruh terhadap angka kepadatan
nutrisi anak. Dalam sebuah penelitian di Filipina, didapatkan hanya 12% anak yang memiliki makanan beragam
(11). Hal ini sejalan juga dengan hasil penelitian lainnya yang mengatakan hanya 16,1 % anak memiliki makanan
yang beragam (22). Dalam penelitian ini didapatkan 68,8% anak mendapat sereal atau biji-bijian, protein hanya
44,6%, serta masih rendahnya konsumsi buah yang hanya 28,1% (22). Konsumsi buah dan sayur merupakan
kelompok makanan yang sedikit dikonsumsi oleh anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Cimahi,
Indonesia, didapatkan hasil bahwa 54,4% anak tidak mengkonsumsi buah sayur yang mengandung vitamin A.
Konsumsi buah dan sayur lainnya seperti apel, pisang jeruk, melon dan lainnya juga rendah, 65,8% anak tidak
mengkonsumsi kelompok sayuran dan buah (23). Pemberian makanan yang kurang beragam akan menyebabkan
rendahnya jumlah nutrisi mikro yang ada dalam tubuh anak, seperti kurangnya konsumsi kalsium serta rendahnya
energi yang diterima anak (24).
Konsumsi protein dan kacang-kacangan juga dipengaruhi oleh musim yang ada di negara tersebut.
Berdasarakan penelitian di Ethiopia, pada musim hujan terjadi penurunan konsumsi protein dan kacang-kacangan
sehingga mempengaruhi status gizi anak dan kecukupan nutrisi makanan anak (25). Dalam sensus yang dilakukan
di Indonesia selain rendahnya konsumsi sayur dan buah, didapatkan hasul bahwa kosnsumsi produk olahan susu
(41%) dan kacang(42%) juga rendah dikonsumsi oleh anak usia 6-23 bulan (26).
Terdapat faktor yang berhubungan dengan keberagaman makanan anak, salah satunya adalah pengetahuan
serta pendidikan ibu yang akan memengaruhi angka keberagaman makanan anak. Peran ibu dalam memberikan
makanan anak secara beragam berhubungan dengan bagaimana sikap ibu terhadap pemberian makanan anak
mulai MPASI. Sikap dan pengetahuan ibu yang negatif terhadap MPASI menyebabkan rendahnya keberagaman
makanan yang diterima oleh anak selama fase MPASI (27). Pengetahuan ibu tentang makanan anak ini
berhubungan dengan informasi yang didapat sebelum dan selama kehamilan saat ibu mengunjungi fasilitas
kesehatan. Ibu yang secara aktif berkonsultasi dan mengunjungi fasilitas kesehatan setalah melahirkan atau
mendapatkan perawatan post natal akan memilih makanan yang lebih beragam dibandingkan ibuu yang tidak
mendapatkan perawatan paska kehamilan (28). Kunjungan ibu di fasilitas kesehatan pertama mampu memberikan
informasi tidak hanya tentang ibu paska kehamilan namun juga perawatan anak hingga pemberian MPASI yang
beragam untuk anak (29). Pengetahuan ibu juga berhubungan dengan pendidikan ibu sebelumnya, ibu yang
mendapatkan pendidikan formal sebelumnya juga mampu menunjukkan perilaku lebih baik dalam memahami dan
memilih makanan yang beragam untuk anak (28). Ibu yang bersekolah di perguruan tinggi cenderung 5,16 kali
mampu memberikan makanan yang beragam dibanding ibu yang tidak bersekolah (30). Di Indonesia sendiri
berdasarkan suvei yang dilakukan pada 2017, informasi yang diterima ibu yang berhubungan dengan MPASI
sangat berpengaruh terhadap proses pemberian MPASI pada anak. Ibu yang membaca koran atau majalah 1,3 kali
lebih mampu memberikan makanan yang beragam pada anak. Sedangkan ibu yang menonton televise mampu
memberikan makanan yang beragamn 1,56 kali lebih baik dibanding ibu yang tidak melihat televisi (30).
Selain pengetahuan ibu, level keamanan makanan dalam keluarga atau food security merupakan faktor
yang juga berperan penting dalam pemilihan kebergamanan makanan anak (20). Faktor sosial-ekonomi juga
berpengaruh terhadap kualitas keberagaman makanan anak. Semakin baik level sosial-ekonomi keluarga tersebut
maka kemampuan dalam memberikan makanan yang beragam menjadi meningkat (30).Level sosial-ekonomi ini
juga berkaitan dengan pekerjaan ibu dan pemberian keberagaman makanan anak. Dalam penelitian di dapatkan
bahwa ibu yang bekerja cenderung memberikan susu formula lebih banyak kepada anaknya dibandingkan ibu
yang tidak bekerja. Pemberian susu ini berpengaruh terhadap nilai kebergaman dan kepadatan nutrisi yang
didapatkan anak (31). Ibu yang memiliki pendidikan lebih dan bekerja mampu memberikan makanan yang lebih
beragaman dibandingkan kelompok ibu yang tidak bekerja atau pekerja yang berpendidikan formal. Ibu pekerja
dan berpendidikan memberikan minimal 4 kelompok makanan serta mampu memberikan susu dan daging kepada
anak sebagai sumber protein yang dibutuhkan anak (26). Kemampuan keluarga dalam memberikan makanan
berprotein seperti ikan, daging, telur, tahu, tempe serta buah dan sayur memiliki hubungan dengan risiko stunting
anak. Keluarga yang mampu memberikan asupan nutrisi dan gizi yang adekuat cenderung berisiko rendah
memiliki anak yang stunting (32). Pemenuhan gizi anak yang baik berkaitan dengan perilaku ibu, semakin baik
perilaku ibu dalam memberikan gizi pada anak maka status gizi anak juga meningkat (33). Selain perilaku dan
sikap ibu yang berperan dalam pemenuhan gizi anak, peran pengetahuan ibu juga berpengaruh terhadap status
gizi anak. Ibu yang memiliki pengetahuan lebih baik mampu memilih makanan lebih baik dibanding yang
berpengetahuan kurang. Pengetahuan ibu juga berhubungan dengan kemampuan ibu dalam mendapatkan
informasi makanan yang baik untuk anak dari berbagai media (33) . Pentingnya pengetahuan ibu dalam pemberian
makanan anak merupakan salah satu faktor yang berbuhungan dengan risiko stunting anak. Oleh karena itu
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
622
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
kedepanya diperlukan intervensi dalam mengurangi rendahnya pengetahuan ibu untuk mengurangi risiko stunting
pada anak (34). Ibu yang berperan dalam pemberian makanan anak sangat berkaitan dengan aspek kepercayaan,
nilai, dan budaya dalam kelompok atau individu ini berkaitan erat dengan teori keperawatan Transcultural
Nursing. Salah satu peran perawat dalam meningkatkan asupan makanan pada anak adalah dengan melakukan
pendekatan secara budaya kepada ibu yang sesuai dengan salah satu prinsip Trancultural Nursing Theory (35).
KESIMPULAN
Pemberian makanan pendamping ASI atau MPASI sangat berhubungan erat dengan pemilihan makanan
yang tepat untuk anak. Pemilihan makanan yang beragam mampu meningkatkan angka kecukupan gizi dan
memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Selain itu pemberian makanan yang beragam dapat menurunkan risiko
malnutrisi pada anak. Berbagai faktor mempengaruhi pemberian makanan anak yang beragam sehingga faktor-
faktor tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemberian makanan anak. Oleh karena itu penting bagi orang tua
untuk mampu memberikan makanan anak secara adekuat sesuai anjuran agar mampu menunjang pertumbuhan
dan perkembangan anak. Saran pada penelitian ini perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang intervensi yang
dapat mengurangi faktor-faktor yang memengaruhi pemberian MPASI anak serta meningkatkan status gizi anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Richter LM, Daelmans B, Lombardi J, Heymann J, Boo FL, Behrman JR, et al. Investing in the foundation
of sustainable development: pathways to scale up for early childhood development. Lancet.
2017;389(10064):103–18.
2. De Onis M, Borghi E, Arimond M, Webb P, Croft T, Saha K, et al. Prevalence thresholds for wasting,
overweight and stunting in children under 5 years. Public Health Nutr. 2019;22(1):175–9.
3. Riskesdas K. Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). J Phys A Math Theor [Internet].
2018;44(8):1–200. Available from: http://arxiv.org/abs/1011.1669%0Ahttp://dx.doi.org/10.1088/1751-
8113/44/8/085201%0Ahttp://stacks.iop.org/1751-
8121/44/i=8/a=085201?key=crossref.abc74c979a75846b3de48a5587bf708f
4. Presiden RI. Narasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. 2020;1–300.
5. Scaglioni S, De Cosmi V, Ciappolino V, Parazzini F, Brambilla P, Agostoni C. Factors influencing children’s
eating behaviours. Nutrients. 2018;10(6):1–17.
6. BPS. Profil Kesehatan Ibu Dan Anak 2020. Badan Pus Stat. 2020;53(9):111–33.
7. Purwonugroho S, Palupi NS, Nurjanah DS. Profil Penanganan Pangan , Pola Konsumsi dan Status Gizi
Keluarga : Studi Kasus di Kecamatan Kopo , Serang , Banten. J Mutu Pangan. 2018;5(1):34–42.
8. Melaku YA, Gill TK, Taylor AW, Adams R, Shi Z, Worku A. Associations of childhood, maternal and
household dietary patterns with childhood stunting in Ethiopia: Proposing an alternative and plausible dietary
analysis method to dietary diversity scores. Nutr J. 2018;17(1):1–15.
9. Mahmudiono T, Sumarmi S, Rosenkranz RR. Household dietary diversity and child stunting in East Java,
Indonesia. Asia Pac J Clin Nutr. 2017;26(2):317–25.
10. Faber M, Rothman M, Laubscher R, Smuts CM. Dietary patterns of 6–24-month-old children are associated
with nutrient content and quality of the diet. Matern Child Nutr [Internet]. 2020 Apr 1;16(2):e12901.
Available from: https://doi.org/10.1111/mcn.12901
11. Mejos KK, Ignacio MS, Jayasuriya R, Arcot J. Use of Linear Programming to Develop Complementary
Feeding Recommendations to Improve Nutrient Adequacy and Dietary Diversity Among Breastfed Children
in the Rural Philippines. Food Nutr Bull. 2021;42(2):274–88.
12. Marinda PA, Genschick S, Khayeka-Wandabwa C, Kiwanuka-Lubinda R, Thilsted SH. Dietary diversity
determinants and contribution of fish to maternal and underfive nutritional status in Zambia. PLoS One
[Internet]. 2018;13(9):1–19. Available from: http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0204009
13. Tonkin E, Kennedy D, Hanieh S, Biggs BA, Kearns T, Gondarra V, et al. Dietary intake of Aboriginal
Australian children aged 6-36 months in a remote community: A cross-sectional study. Nutr J. 2020;19(1):1–
13.
14. Pandey S, Kashima S. Effects of dairy intake on anthropometric failure in children ages 6 to 23 mo
consuming vegetarian diets and fulfilling minimum dietary diversity in India. Nutrition [Internet]. 2021;91–
92:111446. Available from: https://doi.org/10.1016/j.nut.2021.111446
15. Das S, Sanchez JJ, Alam A, Haque A, Mahfuz M, Ahmed T, et al. Dietary Magnesium, Vitamin D, and
Animal Protein Intake and Their Association to the Linear Growth Trajectory of Children from Birth to 24
Months of Age: Results From MAL-ED Birth Cohort Study Conducted in Dhaka, Bangladesh. Food Nutr
Bull [Internet]. 2020;41(2):200–10. Available from: https://doi.org/10.1177/0379572119892408
16. Yesuf NN, Mekonnen EG, Takele WW. Minimum dietary diversity and associated factors among young
infants and children living in the most productive area of Amhara region, Addis Zemen town: A community-
based cross-sectional study. Int J Africa Nurs Sci [Internet]. 2021;14:100279. Available from:
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------------------------------------ Volume 13 Nomor 3, Juli 2022
p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
623
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes ------ http://forikes-ejournal.com/index.php/SF
https://doi.org/10.1016/j.ijans.2021.100279
17. Dangura D, Gebremedhin S. Dietary diversity and associated factors among children 6-23 months of age in
Gorche district, Southern Ethiopia: Cross-sectional study. BMC Pediatr [Internet]. 2017;17(1):1–7.
Available from: http://dx.doi.org/10.1186/s12887-016-0764-x
18. Kemboi S, Mungiria-Mituki D, Ramkat R, Termote C, Covic N, Cheserek MJ. Variation in the Factors
Associated With Diet Quality of Children Aged 6 to 23 Months in Low and High Agroecological Zones of
Rongai Subcounty, Kenya. Food Nutr Bull [Internet]. 2020;41(2):186–99. Available from:
https://doi.org/10.1177/0379572120912875
19. Di Marcantonio F, Custodio E, Abukar Y. Child Dietary Diversity and Associated Factors Among Children
in Somalian IDP Camps. Food Nutr Bull [Internet]. 2020;41(1):61–76. Available from:
https://doi.org/10.1177/0379572119861000
20. Gebremedhin S, Baye K, Bekele T, Tharaney M, Asrat Y, Abebe Y, et al. Predictors of dietary diversity in
children ages 6 to 23 mo in largely food-insecure area of South Wollo, Ethiopia. Nutrition. 2017;33:163–8.
21. Shqair AQ, Pauli LA, Costa VPP, Cenci M, Goettems ML. Screen time, dietary patterns and intake of
potentially cariogenic food in children: A systematic review. J Dent [Internet]. 2019;86(December 2018):17–
26. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jdent.2019.06.004
22. Udoh EE, Amodu OK. Complementary feeding practices among mothers and nutritional status of infants in
Akpabuyo Area, Cross River State Nigeria. Springerplus. 2016;5(1).
23. Priawantiputri W, Aminah M. Keragaman Pangan dan Status Gizi Pada Anak Balita di Kelurahan Pasirkaliki
Kota Cimahi: Dietary Diversity and Nutrional Status of Under Five Children in Pasirkaliki Ditrict, Cimahi.
J Sumberd Hayati. 2020;6(2):40–6.
24. Khor GL, Tan SY, Tan KL, Chan PS, Amarra MS V. Compliance with who IYCF indicators and dietary
intake adequacy in a sample of malaysian infants aged 6-23 months. Nutrients. 2016;8(12).
25. Bosha T, Lambert C, Riedel S, Melesse A, Biesalski HK. Dietary diversity and anthropometric status of
mother–child pairs from enset (False banana) staple areas: A panel evidence from southern Ethiopia. Int J
Environ Res Public Health. 2019;16(12).
26. Kekalih J, Februhartanty M, Mansyur A, Shankar J. Unskilled Working Mother Are at Greater For Poor
Child Protein Intake and Dietary Diversity : An Indonesia DHS 2002-2007: Analysis. 2013;
27. Rumicha TD, Gemede HF. Complementary Feeding Knowledge , Practice , Dietary Diversity and
Associated Factors among Mothers of Children 6-23 Months in Guto Gida District ,. J Nutr Food Sci.
2021;11:1–9.
28. Tegegne M, Sileshi S, Benti T, Teshome M, Woldie H. Factors associated with minimal meal frequency and
dietary diversity practices among infants and young children in the predominantly agrarian society of Bale
zone, Southeast Ethiopia: A community based cross sectional study. Arch Public Heal. 2017;75(1).
29. Iqbal S, Zakar R, Zakar MZ, Fischer F. Factors associated with infants’ and young children’s (6-23 months)
dietary diversity in Pakistan: Evidence from the demographic and health survey 2012-13. Nutr J.
2017;16(1):1–11.
30. Sekartaji R, Suza DE, Fauziningtyas R, Almutairi WM, Susanti IA, Astutik E, et al. Dietary diversity and
associated factors among children aged 6–23 months in Indonesia. J Pediatr Nurs [Internet]. 2021;56:30–4.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.pedn.2020.10.006
31. Permata Sari H, Permatasari L, Ayu Kurnia Putri W. Perbedaan Keragaman Pangan, Pola Asuh Makan, dan
Asupan Zat Gizi Makro pada Balita dari Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Differences of Food Diversity,
Child Feeding Patterns, and Macro Nutrition Intake in Children from Business Women and Housewife.
Amerta Nutr. 2021;(60):276–83.
32. Mauludyani AVR, Suryana EA, Ariani M. Factors associated with undernutrition and improvement in
Indonesia. IOP Conf Ser Earth Environ Sci. 2021;892(1):012108.
33. Setyaningsih SR, Agustini N. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam Pemenuhan Gizi Balita: Sebuah
Survai. J Keperawatan Indones. 2014;17(3):88–94.
34. Kiik SM, Nuwa MS. Maternal factors in stunting among vulnerable children. J Keperawatan Indones.
2021;24(2):82–9.
35. Leininger M. Culture care theory: A major contribution to advance transcultural nursing knowledge and
practices. J Transcult Nurs. 2002;13(3):189–92.
ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.
Article
Full-text available
ABSTRACT The period for complementary feeding is crucial for growth, development and overall health of infants and young children. Lack of awareness in knowledge and practices towards complementary feeding among mothers will lead to improper practice of complementary feeding which may causes of children malnutrition, slower in recovery after illness and death. Hence, this study was aimed to assess complementary feeding knowledge, practice, dietary diversity and associated factors among mothers of children 6-23 months of age in Guto Gida District, Oromia, Ethiopia. Community based cross sectional study design was conducted among 410 mothers who had children aged 6-23 months in the study area. Cluster and simple random sampling techniques were used to select the required sample. A face to face interview was conducted to collect data using semi-structured and structured questionnaire. In addition, focus group discussion was also included in this study. The collected data was coded, organized and entered in to SPPSS windows version 22.0 and analyzed by using frequency, percentage and multi-logistic regression model. The result of this study revealed that about two-third (66.3%) of the respondents had good knowledge whereas nearly half (52.2%) of the mothers had good practices toward complementary feeding. The minimum dietary diversity identified from this study was 27.3%. Education levels of mothers had significant effect on mothers’ knowledge on complementary foods. In addition, age of mothers, mother occupation and wealthy index of the family had a significant effect on mothers’ complementary feeding practices. Furthermore, age of children, birth orders of children, wealthy index and educational level of mothers had a significant effect on dietary diversity of children. The overall findings were indicative of the problems of mothers’ knowledge and feeding practice toward complementary foods, and dietary diversity of 6-23 months of age children. Therefore, all possible interventions should be applied by all the concerned bodies to improve mothers’ knowledge and practice towards complementary foods, dietary diversity of children and thus to improve child survival. Keywords: Associated factors; Complementary Foods; Dietary Diversity; Infants and Young children; Knowledge; Practices
Article
Full-text available
Stunting among children under five years of age is one of the big problems in Indonesia, damaging adulthood health and work productivity. Studies on the individual and household factors of this issue had been conducted massively. Nonetheless, regional level study on the same issue is still lacking whereas it is important in understanding the problems to formulate better policies. This study aimed to analyze factors associated with stunting prevalence at the provincial level. Data for this study was obtained from the publication of the National Socioeconomic Survey 2018 and Basic Health Research 2018. Multiple linear regression was applied to analyze factors associated with stunting prevalence. There were proportion of expenditure on fish, meat, eggs and milk, tofu and tempe, fruits and vegetables (F&V), cigarettes, and energy and protein intake. Prevalence of stunting at the provincial level was very wide, from 16.2% to 37.9%. Protein adequacy was higher (106.2%) than the Recommended Dietary Allowance. Average proportion of food expenditure at provincial level was 50.1%, in each province ranging from 40.6% to 57.2%; while the highest proportion of expenditure was to purchase F&V (12.8%). The model predicted that the proportion of household food expenditure, proportion of F&V, and protein adequacy were significantly associated with stunting prevalence. Thus, policy on improving household purchasing power and food consumption behavior with balanced nutrition is the key factor in reducing the prevalence of stunting. Social protection programs such as cash transfer and food aid for low-income households should be continued with more accurate recipients.
Article
Full-text available
Children with stunting in Indonesia and other low-middle countries remains a serious problem. This study aimed to identify the association between maternal education, maternal age, maternal height, preceding birth interval, and ANC clinic visits and stunting among vulnerable children in Kupang Regency, Indonesia. A cross-sectional study was conducted of two villages in Kupang Regency. The study sample comprised female ex-refugees from Timor Leste who had children aged 24–59 months. The subjects were chosen using consecutive sampling, with a total number of 154. Data were collected from both primary and secondary sources. There was a significant relationship between maternal education (p = 0.014), maternal height (p = 0.003), preceding birth interval (p = 0.001), ANC clinic visits (p = 0.009) and stunting. In contrast, maternal age showed no significant association (p = 0.611). Further studies are needed to help eradicate stunting by intervening in the reduction of risk factors. Abstrak Faktor-faktor Ibu terkait Stunting pada Anak-Anak yang Rentan. Anak-anak yang mengalami stunting di Indonesia dan negara-negara berpenghasilan rendah masih menjadi masalah serius. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan antara pendidikan ibu, usia ibu, tinggi badan ibu, jarak melahirkan dan kunjungan antenatal care (ANC) dengan stunting pada anak rentan usia 24–59 bulan di Kabupaten Kupang, Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah cross-sectional yang dilakukan di dua desa di Kabupaten Kupang. Sampel dalam penelitian ini adalah para ibu mantan pengungsi Timor Leste yang memiliki anak usia 24–59 bulan. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling, sebanyak 154 responden. Data diperoleh dari sumber primer dan sekunder. Terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu (p = 0,014), tinggi ibu (p = 0,003), jarak kelahiran (p = 0,001), kunjungan ANC (p = 0,009) dengan stunting. Namun tidak ada hubungan antara usia ibu dengan stunting (p = 0,611). Penelitian selanjutnya dibutuhkan untuk memberantas stunting melalui intervensi untuk menurunkan faktor risiko. Kata Kunci: anak, antenatal care, ibu, Indonesia, pengungsi, stunting, usia ibu
Article
Full-text available
Background The consumption of poorly diversified diet during childhood exposes to malnutrition and interferes with normal growth and development. However, the burden and determinant factors are not understood in Addis Zemen town. Therefore, this study was aimed at determining the minimum dietary diversity and determinant factors among children aged 6-23 months. Methods A community-based cross-sectional study was conducted at Addis Zemen town south Gondar zone, Northwest Ethiopia from May 10 to 30/2018. A total of 517 infant-mother/caregiver pairs were included. The cluster sampling followed by simple random sampling technique was employed. Pretested structured face-to-face interviewer-administered questionnaire was used. To ascertain minimum dietary diversity, the 24-hour food recall method comprising seven food item questionnaire was used. The presence of a statistical association between dependent and independent variables was declared using the adjusted Odds ratio corresponding with 95% confidence intervals and P-value of ≤ 0.05. Result The overall proportion of children who met the minimum dietary diversity was 44.6% (95%CI:40.1-49%).Childage(6-11months)[AOR=0.55(0.34,0.89)],Father’s occupation [AOR=2.41((95% CI: 1.16, 5.01)], father’s educational status (primary and below) [AOR= 0.33(95%CI:0.14,0.76)], housewife mothers/caregivers OR=2.41(AOR 95%: 1.16, 5.01)], did not have child history of illness in the last one week AOR=1.58(95% CI: 1.01, 2.48)], and mothers knowledge on dietary diversity [AOR=0.35(95% CI: 0.23, 0.55)], were factors associated with minimum dietary diversity Conclusions well over four out of in every ten children consumed the recommended diversified foods. Paternal educational and occupational status, mothers occupation, child’s age, history of childhood illness in the past one week, and knowledge of mothers on diversified foods were factors which predicted minimum dietary diversity. Thus, prevention of childhood illness, enhancing mothers/caregivers awareness towards complementary feeding, and promotion of nutrition in the earliest age of childhood is strongly suggested.
Article
Full-text available
Background: Scarce literature comprehensively captures the transition to solid foods for children in remote Aboriginal Australian communities, a population expected to be especially vulnerable to nutritional inadequacy for largely socio-economic reasons. This study describes the dietary intake of children aged 6-36 months in a remote Aboriginal community during the years of solids introduction and establishment. Specifically, we aimed to explore milk feeding practices, major sources of nutrition and traditional food consumption, dietary patterns and nutrient and food group intakes, and compare these to national and international recommendations. Methods: This dietary assessment was conducted as part of an observational, cross-sectional Child Health and Nutrition study. Three 24-h dietary recalls were completed with the parent/care-giver of each participant over 2-4 weeks, capturing a pay-week, non-pay-week and weekend day from October 2017-February 2018. Additional information collected included sociodemographic data, food security status, usual cooking practices, and attendance at playgroup. Results: Diet histories for 40 children were included in the analysis (~ 40% of the population). Breast feeding rates were high (85%), with mothers exclusively feeding on demand. Very few participants met recommended intakes for wholegrains (n = 4, 10%), vegetables (n = 7, 18%), dairy (n = 5, 18%) and fruit (n = 13, 33%), while more children met the guidelines for meat (n = 19, 48%) and discretionary food intake (n = 28, 70%). Traditional foods were always nutritionally dense and consumed frequently (n = 22, 55% of children). Statistically significant pay-cycle differences in intakes of all macro-, and numerous micro-nutrients were observed. Conclusions: Many positive early feeding practices are currently enacted in remote Aboriginal communities including responsive and long duration breastfeeding, and nutrient-dense traditional food consumption from earliest solids introduction. However, the non-pay-week/pay-week cycle is impacting the quality and quantity of children's diets at a time of rapid growth and development.
Article
Background In India, while nutritional conditions have improved, a higher prevalence of anthropometric failures have still been reported in children. Unfortunately, there are knowledge gaps surrounding nutrient and anthropometric shortcomings as well as dietary patterns. More than half of children are consuming a vegetarian diet, and this study aimed to evaluate the impact of the dietary adequacy levels on anthropometric failure in 5772 vegetarian children (aged 6–23 months) satisfying minimum dietary diversity. Methods Data were collected from the National Family Health Survey 2015–16. We created three food combinations: maximum adequacy (dairy and four food groups), medium adequacy (dairy and three food groups), and minimum adequacy (four food groups excluding dairy). We calculated odds ratios (ORs) for the association between dietary adequacy levels and anthropometric failures with 95% confidence intervals (CIs) using logistic regression models. The modification effect of breastfeeding status was also explored. Results Approximately 35% of children were stunted. The OR showed a significant increase in the risk of anthropometric failures, notably wasting, and underweight, in children having minimum adequacy diets (OR=1.46; 95% CI: 1.15–1.86) compared with children having maximum combinations. Those associations were more pronounced among non-breastfed children (OR=2.44; 1.19–5.00) than among breastfed children (OR=1.35; 1.04–1.74) (P-interaction=0.07). Similar associations were observed for wasting among non-breastfed (OR=2.82; 1.34–5.95) and breastfed children (OR=1.12; 0.85–1.5) (P-interaction=0.03). Conclusion Dairy is an essential source of nutrients required for healthy growth and development in children less than 2 years, even if they satisfy minimum dietary diversity conditions in India.
Article
Background Lack of dietary diversity in complementary feeding contributes to nutrient gaps leading to undernutrition. Food-based strategies have been successfully used to enrich the complementary diets of infants and young children. However, context-specific recommendations based on an objective diet optimization is needed to formulate sound and practical nutritional guidelines. Objectives The present study aimed to identify problem nutrients in complementary diets and formulate complementary feeding recommendations (CFRs) using linear programming analysis for children aged 6 to 23 months in the rural Philippines. Methods A cross-sectional survey was conducted in the municipality of Mercedes, Philippines. Dietary intakes of breastfed children 6 to 8, 9 to 11, and 12 to 23 months of age (n = 297) were assessed using a multipass 24-hour recall method with 7-day food consumption frequency. A linear programming tool was used to identify the recommended nutrient intakes that could not be met within the existing local food patterns and develop CFRs that would best fulfil nutrient adequacy for 11 modelled micronutrients. Results Problem nutrients in the current diets were iron and calcium in any age-group, zinc for 6 to 8 and 9 to 11 months old, and thiamine and folate for 12 to 23 months old children. Adoption of CFRs with 4 to 5 food groups in the diet would ensure the adequacy of 7 to 8 nutrients, depending on the age-group. Conclusion Within the boundaries of local dietary patterns, adequacy for most nutrients could be achieved by promoting realistic servings of nutrient-dense foods and food groups. The linear programming results provide an evidence-based strategy in designing interventions to improve the quality of Filipino complementary diets.
Article
Dietary diversity refers to an increase in the variety of foods across and within food groups capable of ensuring adequate intake to promote a good nutritional status. The purpose of this study was to determine the relationship of food diversity with the nutritional status of children under five in Kelurahan Pasirkaliki Kota Cimahi. A cross-sectional study with a simple random sampling method was conducted among 79 households having under five age children. Individual food diversity was measured using a dietary diversity score through questionnaire from FANTA Dietary Diversity Score Indicator Guide. Nutritional status of children under five measured by anthropometric measurement with indicator z-score of WHZ, WAZ, and HAZ. The analysis was carried out by Chi square test and fisher's exact. The average age of children under five is 31 months consisting of 43 boys (54.4%) and 36 (45.6%) girls. The prevalence of wasting children was 3.8%, stunting 21.5%, and underweight 10.1%. As many as 56 (70.9%) children consume diverse foods. There is no relationship between food diversity with nutritional status (p>0.05). Consumption of diverse food with appropriate amount of food portions are recommended for children under five years to get optimal nutritional status.
Article
Background Optimum feeding practice is the key to determine development and growth among infants and young children. Dietary diversity is considered an indicator to assess nutritional adequacy. Objectives This study aimed to determine the factors that associated with minimum dietary diversity types among children aged 6–23 months in Indonesia. Methods Secondary data analysis was carried out for this study using the Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2017. The study was conducted with inclusion criteria in women of childbearing age with ages ranging from 15 to 49 years, having children aged 6–23 months, and living with respondents (n = 4861). Data obtained using a questionnaire with cross-sectional design approach. Chi-square test, and logistic regression test were used to measure the determinants of minimum dietary diversity. Results The prevalence of children aged 6–23 months who received various foods was 3070 (63.15%) respondents. Age of child of 18–23 months [AOR = 5.88; 95% CI = 4.48–7.14], mother graduated from university level [AOR = 5.16; 95% CI = 2.07–12.89], access to maternal information on mass media (reading newspapers or magazines [AOR = 1.30; 95% CI = 1.10–1.55] and watching television [AOR = 1.56; 95% CI = 1.06–2.30]), and richest wealth quintile [AOR = 1.91; 95% CI = 1.32–2.75] significantly related to minimum dietary diversity in children aged 6–23 months in Indonesia. Conclusions The current study revealed that minimum dietary diversity among Indonesian children remain related to education, mass media and socio-economic level. Practice implications Pediatric nurses can play a critical role here by delivering the messages through educational outreach visits that focus on poor uneducated mother.
Article
Background Adequate quality complementary diets and appropriate feeding practices are important for proper growth and development of young children. Objective To assess factors associated with diet diversity, meal frequency, and acceptable diet of children aged 6 to 23 months in two agroecological zones of Rongai subcounty, Kenya. Methods A cross-sectional study was conducted among 384 mothers/caregivers with children aged 6 to 23 months. A structured questionnaire was used to assess sociodemographic characteristics and child feeding practices. Diet diversity, meal frequency, and acceptable diet were derived from a 24-hour recall of child’s food intake. Factors associated with diet quality were determined using binary logistic regression. Results Mean child diet diversity score was 3.54 ± 1.0 of 7 food groups, with 56.8% of the children achieving minimum dietary diversity. A majority of the children (81.8%) received minimum meal frequency (MMF), with significant ( P < .05) difference between low (91.1%) and high (75.2%) agricultural potential areas. Children who received minimum acceptable diet (MAD) were only 34.1%. Mother/caregiver education level positively ( P < .05) associated with minimum diet diversity in low potential area (adjusted odds ratio [AOR] = 3.79, 95% CI: 1.47-9.75) and with MAD in high potential area (AOR = 1.87, 95% CI: 1.01-3.46). Other factors associated with MDD, MMF, and MAD included household income and slow feeding in low potential area, and child gender and active feeding in high potential area. Conclusion There is a variation in factors associated with diet quality and child feeding practices in different agroecological zones. Therefore, nutrition education and behavior change communication interventions aimed at improving child nutrition should be context-specific.