Top soil management in land use planning

Top soil management in land use planning

Source publication
Article
Full-text available
p> Abstrak. Salah satu pemanfaatan lahan yang memiliki dampak negative terhadap kualitas lahan adalah kegiatan penambangan. Dengan ekploitasi lahan yang intensif menyebabkan permukaan lahan (lansekap) menjadi tidak beraturan. Limbah sisa hasil tambang yang berada dipermukaan lahan seperti batuan sisa bahan tambang ( overburden ), sisa bahan tambang...

Similar publications

Article
Full-text available
The present paper deals with an original way to reduce the environmental damage caused to land and air resources by surface coal mines with external dumping, due to the transition to internal dumping with filling the worked out space of the surface mine with overburden. The basic principle of the proposed idea is the transition from the deepening l...

Citations

... Sumber pembuatan kompos dapat berasal dari sisa-sisa tanaman yang tidak termanfaatkan, serbuk gergaji, serasah tanaman, rumput lokal dan pupuk kandang serta tumbuhan air dapat dijadikan sumber pembuatan kompos. Limbah tersebut merupakan alternatif sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan sehingga dapat lebih menghemat biaya rehabilitasi lahan bekas tambang (Erfandi, 2017). ...
Book
Full-text available
Reklamasi dan Bioremediasi Tanah adalah dua strategi utama yang digunakan untuk memperbaiki dan memulihkan lingkungan yang telah terdegradasi akibat aktivitas manusia dan bencana alam. Kedua teknik ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memperbaiki kualitas tanah dan mengembalikan fungsi ekosistemnya.
... Meanwhile carbonate (Ca/MgCO3) which coats minerals and rocks tends to increase soil pH due to weathering and dissolving. In post-mining land where the carbonate is not weathered it causes a greater accumulation of pyrite, so that the pH can fall quickly (Erfandi, 2017;Hirfan, 2016;Supriyatna et al., 2013) Pyrite oxidation occurs due to the pyrite layer being exposed to oxygen caused by falling groundwater levels or drought. Falling groundwater levels can cause cracks to appear on the soil surface due to dryness, root scars or excessive drainage so that oxygen can enter the soil and can cause the pyrite layer to oxidize (Ratmini, 2018). ...
Article
Banjarbaru City is one of the regencies/cities in South Kalimantan Province which continues to develop in various sectors, one of which is mining. Among the mining areas that left traces of voids in Banjarbaru include the Lake Seran quarry which was once a sand mining site, as well as the Pumpung quarry which was a diamond mining location. Remains of former mining excavations that are left for a long time will be filled with water which accumulates various substances remaining at the excavation site, especially heavy metals which in general are important parameters and affect water quality. This study aims to examine the quality of ex-mine water in Banjarbaru by focusing on analysis through the Pollution Index (IP) of heavy metal parameters in the waters of the research location. The results obtained are that the ex-mine pits in Lake Seran and Pumpung, Banjarbaru City, have quite good water quality, where most of them are at class 2 quality standards. However, further management is needed to improve water quality at some points that are still not meets class 2 quality standards so that it is included in the category of lightly polluted.Keywords:MiningHeavy MetalsWater QualityPollution Index
... Topografi, fisiografi dan morpologi lahan menjadi berubah dengan berubahnya bentang alam, seperti terbentuknya lubang bekas tambang (void), dan bukit menjadi terpotong(Erfandi, 2017). Dampak adanya usaha pertambangan dalam kawasan sangat luas terhadap fungsi kawasan hutan sehingga diperlukan upaya khusus untuk mengurangi dampak negative tersebut. ...
Article
Full-text available
Kegiatan pertambangan batubara diduga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ekonomi, lingkungan dan sosial bagi masyarakat lokal. Selain itu usaha pertambangan juga dapat menyebabkan terjadinya fragmentasi hutan yang dapat menganggu kehidupan satwa liar. Tujuan penelitian adalah merumuskan strategi kebijakan pengelolaan pada kawasan pasca tambang batubara di Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan suatu keadaan, kejadian atau fenomena dalam situasi tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pertambangan ditinjau dari segi ekonomi dapat memberikan dampak positif bagi daerah dan masyarakat lokal sekitar usaha pertambangan. Namun disisi lain dampak negative juga dapat ditimbulkan akibat dari aktivitas tersebut yang dapat menganggu fungsi kawasan hutan yang dapat mengakibatkan hutan terfragmentasi sehingga menganggu satwa-satwa liar. Upaya pengelolaan usaha pertambangan yang memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan mutlak diperlukan dalam mewujudkan pengelolaan usaha pertambangan yang berkelanjutan.
... Mining activities cause vegetation loss, soil horizon damage, compaction, and damage to soil texture and structure, all of which are essential soil physical properties for plant growth [14]. Because the top soil layer (topsoil) is relatively good and the layer below it has been taken or removed, the subsoil layer in the form of horizon C or a layer of soil parent material and bedrocks occurs [15]. Furthermore, heavy equipment trafc during the mining and stockpiling processes contributes to the formation of a dense surface soil layer, which leads to the closure of soil pores, a process known as surface sealing and crusting [8]. ...
Article
Full-text available
A process called bioremediation can be used to turn abandoned mining sites into useful agricultural land. An alternative to enhancing the quality of the ex-siltstone mining soil so that it can be used again as agricultural land is the application of biocompost fertilizer. This study intends to investigate how biocompost might enhance the ex-siltstone mining soil’s quality in incubation treatments. The composition of biocompost used in this study is ingredient I: (a) cow manure = 50%; (b) chicken manure = 30%; (c) sand = 10%; (d) bacteria (bioactivator) = 10%; ingredient II: ingredient I is mixed with cow manure in a composition ratio of 1 : 2. The ex-mining soils were gathered in the ex-cement mining region of Lhoknga Subdistrict, Aceh Besar District (5.45°N, 95.2°E). Incubation experiments were conducted in incubation pots (approximately 5 kg per pot) that were randomly placed in a greenhouse using a 4 × 4 factorial completely randomized design (CRD) with three replications. The first factor is the ratio of ex-siltstone mining soil : biocompost, which consists of four levels of comparison: control (ex-mining soil not incubated), 1 : 1 (50 : 50), 1 : 2 (33 : 67), and 1 : 3 (25 : 75). The second factor is the incubation period, which has four levels: 0, 2, 4, and 6 weeks with 48 experimental units. Indicators of the impact of biocompost on the physical and chemical quality of ex-siltstone mining soil were examined. The result shows that bioremediation of ex-siltstone mining soil with biocompost application improves the quality of ex-siltstone mining soil by decreasing bulk density and permeability and also increasing porosity, decreasing soil pH from alkaline to neutral, and increasing soil organic C, total N, available P, and total K. The incubation period of ex-siltstone mining soil influences the changes and dynamics of the soil’s chemical properties.
... Lahan yang telah digunakan untuk pertambangan tidak bisa langsung digunakan setelah pertambangan selesai dilakukan. Hal ini karena lahan bekas pertambangan dikategorikan terdegradasi berat (Erfandi 2017). ...
... Penurunan kualitas tanah pada lapisan atas (top soil) pada lahan bekas tambang ditandai dengan kerusakan struktur tanah, percepatan erosi, pencucian tanah berlebih, penurunan pH tanah, penurunan bahan organik tanah, serta penurunan kapasitas tukar kation (Erfandi 2017). Penambangan batu kapur umumnya dilakukan dengan menggunakan metode quarry. ...
Conference Paper
Full-text available
INP menunjukkan gambaran peranan suatu jenis dalam suatu komunitas di wilayah tertentu. INP lahan pasca tambang paling tinggi 58,46 yaitu rumput belulang yang merupakan jenis tumbuhan bawah. INP lahan reklamasi paling tinggi yaitu semai mengkirai (Trema orientalis) dengan nilai 42.06. Tipe vegetasi tumbuhan, pancang, dan tiang ditemukan pada lahan reklamasi dengan INP tertinggi dimiliki oleh tingkat pancang mara 62.50, dan tiang petai cina 151.15. Keanekaragaman fauna tanah pada lahan pasca tambang lebih kecil dibandingkan dengan pada lahan reklamasi yaitu sebesar 2.05. Indeks kekayaan jenis (R`) adalah indeks yang menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas dimana besarnya nilai dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Nilai R’ tertinggi yaitu pada lahan reklamasi sebesar 2.25. Kelimpahan fauna tanah lebih besar ditemukan pada lahan reklamasi dibandingkan dengan lahan pasca tambang. Biomassa pada lahan reklamasi yaitu sebesar 7142,42 kg/ha, pada lahan tersebut tidak terdapat tingkatan pohon di dalamnya, hal ini mempengaruhi jumlah serasah yang ada di permukaan tanah. Porositas pada lahan reklamasi memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 60%. Bulk density tertinggi yaitu pada lahan tambang sebesar 1,49. Warna tanah pada tanah reklamasi terlihat lebih gelap dibandingkan dengan jenis tanah yang berasal dari lahan tambang dan lahan pasca tambang.
... Lahan bekas galian C akan meninggalkan lapisan atas tanah yang terbuka, heterogen, memiliki bobot isi tanah (bulk density) tinggi, total pori rendah, dan peka terhadap erosi maupun aliran permukaan. Pada tanah yang produktif, bobot isi (BD) antara 1,1-1,5 g cm -3 , sedangkan bobot isi pada tanah bekas galian C di kedalaman efektif perakaran (top soil) cukup tinggi yakni 1,91 g cm -3 (Ghose, 2005;Erfandi, 2017). Kepadatan tanah merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. ...
Book
Full-text available
Buku berjudul “Accelerating Sustainable Innovation towards Society 5.0” mengulas tentang berbagai upaya pencapaian Society 5.0 melalui percepatan inovasi yang berkelanjutan khususnya di bidang sains dan teknologi. Society 5.0 atau Masyarakat 5.0 merupakan suatu era masyarakat yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahannya dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang disesuaikan dengan perkembangan sains dan teknologi. Society 5.0 mempunyai visi yaitu menyelaraskan hubungan antara teknologi dan masyarakat. Berbagai bentuk inovasi berkelanjutan untuk mendukung pencapaian Society 5.0 di kelompokkan dalam 3 (tiga) topik yaitu (1) Science and Mathematics for Innovation; (2) Sustainable Food and Agriculture, dan (3) Environment and Sustainable Development. Pengelompokan topik tersebut mengacu pada bidang ilmu dan kepakaran dosen Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka (FST-UT), serta mewadahi 9 (sembilan) program studi di FST-UT meliputi Program Studi Sistem Informasi, Matematika, Statistika, Teknologi Pangan, Agribisnis, Biologi, Perencanaan Wilayah Kota, Manajemen Perikanan (S2), dan Studi Lingkungan (S2). Buku ini diharapkan dapat memberi manfaat, wawasan, dan menginspirasi para pembaca secara lebih luas, khususnya dalam pencapaian Society 5.0 melalui inovasi berkelanjutan.
... Lahan bekas galian C akan meninggalkan lapisan atas tanah yang terbuka, heterogen, memiliki bobot isi tanah (bulk density) tinggi, total pori rendah, dan peka terhadap erosi maupun aliran permukaan. Pada tanah yang produktif, bobot isi (BD) antara 1,1-1,5 g cm -3 , sedangkan bobot isi pada tanah bekas galian C di kedalaman efektif perakaran (top soil) cukup tinggi yakni 1,91 g cm -3 (Ghose, 2005;Erfandi, 2017). Kepadatan tanah merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. ...
Chapter
Jumlah populasi manusia yang terus meningkat secara eksponensial memberikan ancaman kelangkaan pasokan pangan di masa depan, sehingga diperlukan pengembangan sistem usaha pertanian berkelanjutan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yang sejalan dengan era Society 5.0. Konsep pencapaian ketahanan pangan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat secara kuantitas saja, melainkan untuk mewujudkan sumber daya masyarakat yang berkualitas melalui pemenuhan pangan yang bernilai gizi baik. Penyesuaian dalam proses usaha tani melalui budidaya tanaman pangan dan hortikultura yang memiliki nilai gizi tinggi, bermanfaat terhadap kesehatan dan kemampuan tumbuh dalam berbagai kondisi ekstrem akibat perubahan iklim akan berkontribusi dalam praktik sistem pertanian berkelanjutan yang dapat mewujudkan ketahanan pangan. Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi ekstrem, dan telah banyak digunakan di berbagai negara untuk mengentaskan kemiskinan dan memerangi kasus malnutrisi adalah tanaman kelor (Moringa oleifera). Di Indonesia, tanaman ini belum dibudidayakan secara intensif di mana biasanya dibiarkan tumbuh di depan pekarangan sebagai tanaman pagar atau dimanfaatkan sebagai pakan hewan ternak. Pemanfaatan tanaman kelor sebagai pangan masih terbatas pada teknologi pengolahan pangan yang sederhana, seperti direbus atau disayur. Belum optimalnya budidaya dan pemanfaatan tanaman kelor menjadi produk pangan dimungkinkan karena kurangnya artikel-artikel yang membahas secara lengkap mengenai potensi ekonomi dan manfaat kelor sebagai pangan serbaguna yang kaya zat gizi dan memiliki manfaat kesehatan. Artikel ini bertujuan memberikan informasi perkembangan kajian riset mengenai potensi ekonomi, nilai gizi dan manfaat kesehatan tanaman kelor, sehingga diharapkan dapat dilakukan upaya budidaya secara berkelanjutan dan diolah secara optimal oleh masyarakat Indonesia.
... Upaya perbaikan masingmasing faktor pembatas dilakukan guna meningkatkan kelas kesesuaian lahan dari S3 (sesuai marginal) menjadi S2 (cukup sesuai) serta dari kelas S2 (cukup sesuai) menjadi S1 (sangat sesuai). Erfandi (2017) tanaman penutup tanah terdiri atas jenis rumput-rumputan dan tanaman merambat atau menjalar yang ditanam pada bagian tepian teras bangku guna melindungi tanah dari butiran air hujan, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi pada lahan miring. Penggunaan tanaman penutup tanah juga dapat dilakukan dengan pola tanam tumpangsari pada wilayah penelitian. ...
Article
Full-text available
Evaluation of land suitability was carried out in Karangreja sub-district to determine the land suitability class for vegetable commodities. This research was conducted to determine the limiting factors that resulted in a decrease in soil fertility in the local area. Land suitability classes were obtained in S2, S3, and N classes with limiting factors for water availability (wa), erosion hazard (eh), temperature (tc), root media (rc), and nutrient retention (nr). The limiting factor that’s spread evenly throughout the test area is the erosion hazard caused by the slope of the study area is classified as low to high. Improvement efforts as an agricultural area development that can be done are making drainage channels to improve the drainage system, making water absorption holes to reduce excess water on the land, making bench terraces to reduce slopes, and giving fertilizers in the form of zeolite or biochar to increase the level of soil cation exchange capacity.
... Pemanfaatan tanah pada lahan bekas tambang timah untuk pertanian setelah dilakukan reklamasi adalah rehabilitasi dan ameliorasi tanah untuk menciptakan konsidi yang kondusif untuk pertumbuhan tanaman. Teknologi tersebut diantaranya adalah teknologi konservasi tanah dan air (Haryati et al., 2017), ameliorasi dengan biostimulant dan CaO (Nurcholis et al., 2018), teknologi pemupukan dan pembenah tanah (Hanura 2005;Subardja et al., 2012;Asmarhansyah 2015), teknologi pengelolaan bahan organik in situ (Erfandi 2017), teknologi peningkatan kapasitas tanah memegang air ) serta teknologi integrasi tanaman-ternak (Hasnelly et al., 2014). ...
Book
Full-text available
Indonesia adalah negara yang luas, dengan berbagai variasi iklim, ketinggian tempat, bahan induk serta tutupan vegetasi yang sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanahnya. Oleh karena itu tanah di Indonesia sangat bervariasi dengan karakter yang berbeda-beda. Untuk mendapatkan produktivitas tanah yang optimal jika tanah tersebut dimanfaatkan, maka diperlukan pengelolaan lahan yang sesuai dengan karakter masing-masing tanah tersebut. Upaya untuk pencapai produktivitas tanah yang sangat beragam dan mempunyai karakter khusus, dikaitkan dengan teknologi yang dapat diaplikasikan serta strategi yang digunakan diperlukan upaya khusus penanganannya. Secara garis besar lahan di Indonesia dibagi menjadi lahan rawa, lahan kering, dan lahan sawah. Dalam buku ini dikemukakan berbagai teknologi pengelolaan lahan yang dikaitkan dengan karakter masing-masing tanah yang dijumpai di Indonesia, yaitu lahan rawa yang terdiri atas tanah gambut, tanah sulfat masam atau tanah berpirit dan budidaya sawah pada tanah terdampak salinitas; lahan kering terdiri atas tanah vulkanik, tanah berlereng di iklim basah, lahan kering masam, lahan sawah “asam-asam”, lahan bekas tambang, pengelolaan lahan dan air di lahan kering beriklim kering, peningkatan produktivitas lahan berpasir dan pengelolaan lahan tercemar pestisida. Salah satu topik yang menarik di lahan gambut adalah mengenai pengembangan usahatani sayuran di lahan gambut. Teknologi budidaya sayuran di lahan gambut terbagi menurut jenis komoditas sayurannya. Secara umum, komponen teknologi budidaya sayuran di lahan gambut terdegradasi yang dilaksanakan petani meliputi antara lain (1) pengelolaan air, (2) penataan lahan, (3) penanaman, (4) pemupukan, dan (5) pengendalian hama dan penyakit, dan (6) pemanenan. Lahan gambut terdegradasi banyak juga digunakan perkebunan kelapa sawit swadaya petani. Namun rendahnya produktivitas kelapa sawit di lahan gambut ini tidak menjanjikan bagi kehidupan petani. Oleh karena itu diperlukan teknologi peningkatan produktivitas melalui pengelolaan air, ameliorasi, pemupukan, penggunaan dekomposer, dan sistem tanam.
... Untuk memperbaiki kualitas lahan sering juga digunakan pupuk anorganik karena lebih mudah didapat dan hasilnya lebih cepat terlihat (Erfandi, 2017). Selain itu, limbah organik seperti serbuk gergaji, serasah tanaman, rumput lokal bisa menjadi alternatif sumber daya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang walaupun memerlukan waktu yang relatif lama untuk proses pengomposan. ...
... Melalui sistem perakaran yang berkembang dapat menstabilkan tanah dan menghambat proses degradasi lahan. Selain itu vegetasi dapat meningkatkan bahan organik tanah dan membuat pH tanah yang sesuai serta menciptakan hara yang tersedia bagi tanaman (Erfandi, 2017). Untuk itu harus dipilih jenis tanaman yang cepat dan mudah tumbuh di lahan yang kering, memiliki kanopi padat, rapat serta memiliki sistem perakaran yang serabut dan dalam. ...
Article
Full-text available
Potensi bahan galian bauksit di Kalimantan Barat dapat diperhitungkan dalam waktu yang akan datang namun permasalahan yang muncul berupa lahan kritis dan produksi tailing. Pada lahan kritis terjadi kerusakan struktur tanah dan kondisi tanah yang padat menyebabkan buruknya sistem tata air dan aerasi. Pengendapan tailing menyebabkan tertutupnya ekosistem sehingga terjadi perubahan karakteristik morfologi, fisik, kimia penyusun tanah, serta vegetasi yang tumbuh di atasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat fisik dan kimia tanah bekas tambang bauksit dan tailing yang dihasilkan guna memberikan rekomendasi pemanfaatan keduanya. Analisis dilakukan dengan menilai sifat fisika tanah yaitu tekstur tanah, sedangkan penilaian sifat kimia tanah yaitu Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa, C-Organik, kadar P2O5 tersedia, N total dan pH tanah. Hasil penelitian menunjukkan tanah bekas tambang bauksit memiliki nilai pH sebesar 5,67 termasuk kategori agak masam dan berbanding lurus dengan kandungan bahan organik, kejenuhan basa dan nilai KTK yang rendah pada tanah. Hal ini tidak sejalan dengan karakteristik fisika pada tanah yang memiliki komposisi tekstur yang seimbang yaitu terdiri dari pasir 28,90%, debu 36,80%, dan lempung 34,30%. Sedangkan sifat kimia pada tailing memiliki nilai pH sebesar 5,86 termasuk kategori agak masam, namun kandungan C-organik yang sesuai dengan standar kesuburan tanah, sedangkan unsur hara makro dan KTK tergolong rendah. Komposisi tekstur tailing didominasi oleh pasir dengan komposisi 89,8%, sedangkan debu 5,47% dan lempung 4,77%. Tanah bekas tambang tersebut dapat diperbaiki dengan cara penambahan bahan organik, pengapuran, dan revegetasi. Tailing sendiri dapat dimanfaatkan sebagai zeolite sintesis dan sebagai bahan campuran paving block yang aman bagi lingkungan.